Djaya Iskandar (Relawan Tzu Chi Batam)
Kesungguhan Hati Adalah Profesionalitas

Djaya Iskandar Relawan Tzu Chi Batam

Saya dan istri mengenal Tzu Chi pada tahun 2008. Saat itu kami baru menjadi donatur saja. Setahun menjadi donatur, istri saya kemudian mengajak saya ke Hualien, Taiwan untuk mengikuti Kamp Pengusaha agar kami bisa lebih mengenal Tzu Chi. Tapi saya belum tergerak kala itu. Setahun kemudian (2010), Wakil Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia Sugianto Kusuma berkunjung ke Batam dan sharing tentang semangat Tzu Chi. Karena tahu saya ragu untuk ke Taiwan, beliau mengatakan kepada saya, “Shixiong, kamu kan suka jalan-jalan, anggap aja ini (Kamp Pengusaha) seperti tur.” Saya pikir benar juga, kenapa nggak dicoba aja. Akhirnya pada bulan April 2010 saya berangkat ke Taiwan.

Di Taiwan saya mendapatkan kesan mendalam, khususnya saat melihat kehidupan para biksuni di Griya Jing Si Hualien. Saya merasa tersentuh ketika mengetahui para biksuni di sana hidup mandiri. Mereka tidak menerima sumbangan, tetapi bekerja keras dengan bertani, membuat sepatu bayi, lilin, dan lainnya untuk memenuhi kebutuhan mereka. Ada moto mereka “Satu hari tidak bekerja maka satu hari tidak makan”. Dari situ kemudian saya mau dan bertekad untuk menjadi relawan Tzu Chi.

Karena mengetahui saya gemar fotografi, oleh relawan Tzu Chi Batam lainnya saya didaulat untuk menjadi Relawan Zhen Shan Mei (Dokumentasi) Tzu Chi. Awalnya saya nggak tahu apa itu Zhen Shan Mei (3 in 1), atau foto-foto apa yang sesuai dengan karakter dan budaya humanis Tzu Chi. Pokoknya setiap ada kegiatan saya dokumentasikan. Setelah mengikuti berbagai pelatihan relawan akhirnya saya mengerti kriteria foto-foto yang sesuai dengan karakter Tzu Chi. Hampir semua kegiatan saya ikuti, mulai dari donor darah, baksos kesehatan, sampai kunjungan kasih.

Bergabung menjadi relawan Tzu Chi juga membawa pengaruh yang positif, salah satunya adalah kebiasaan saya bermain kartu (judi-red) di rumah. Sebenarnya ini karena pengaruh lingkungan, karena dulu keluarga juga suka main kartu. Kebiasaan ini kemudian terbawa sampai saya dewasa dan berkeluarga. Suatu hari, saat akan dilantik menjadi komite di tahun 2014, istri saya menyampaikan kerisauannya. Ia berharap saya tidak berjudi lagi. Secara spontan saya menjawab, “Ya udah, kalau begitu saya nggak usah jadi komite dulu.” Tapi memang sudah jodoh, sebulan sebelum ke Taiwan, tiba-tiba muncul keinginan untuk membuang hobi buruk itu. Keinginan untuk menjadi komite dan menjadi murid Master Cheng Yen lebih kuat. Saya rapikan meja tempat untuk bermain kartu dan saya berikan ke salah seorang penerima bantuan Tzu Chi. Saya berikan karena saya tahu di rumahnya dia tidak memiliki meja. Jadi saya berharap meja ini bisa bermanfaat baginya. Sejak itu saya berhenti total bermain kartu.

Djaya Iskandar Relawan Tzu Chi Batam

Mengemban Tanggung Jawab

Waktu saya kini semakin banyak di Tzu Chi, terlebih sejak dilakukan peletakan batu pertama pembangunan Aula Jing Si Batam pada 14 Juni 2015 lalu. Saya didaulat dan diberi kepercayaan sebagai penanggung jawabnya. Sebenarnya awalnya saya takut menerima tanggung jawab ini, karena saya belum pernah menangani pembangunan gedung sebesar ini. Saya juga nggak ada backgorund arsitektur. Tetapi semua mendorong dan mendukung saya. Mereka bilang kalau kita bersungguh hati maka itu adalah profesionalitas. Kutipan kata-kata Master Cheng Yen itulah yang menjadi penyemangat saya untuk berani mengemban tanggung jawab ini.

Tantangan terberat bagi saya dan tim (relawan pembangunan Aula Jing Si) ini adalah kami semua bukan ahli di bidang ini. Karena itu kita juga menggandeng konsultan pembangunan profesional yang kebetulan sudah mengenal visi dan misi Tzu Chi untuk mendampingi kami. Kita juga meeting seminggu sekali untuk membicarakan kemajuan pembangunan, termasuk membahas jika ada masalah-masalah di lapangan dan bagaimana cara mengatasinya.

Karena Aula Jing Si Batam ini akan menjadi rumah insan Tzu Chi Batam dan pulau sekitarnya, tempat penggalangan Bodhisatwa, sekaligus bisa berfungsi sebagai shelter (tempat evakuasi) saat terjadi bencana maka bangunannya harus kokoh, kuat, dan berkualitas tinggi. Karena itu saya juga terus berkoordinasi dengan Tzu Chi Jakarta agar bangunan ini sesuai dengan kriteria yang diharapkan. Kita ingin Aula Jing Si Batam ini berdiri dengan agung dan kokoh, namun tetap ramah, humanis, hangat, dan penuh rasa kekeluargaan sehingga bisa mengundang banyak orang untuk datang dan menjadi keluarga besar insan Tzu Chi di Batam.

Seperti dituturkan kepada Hadi Pranoto.

Kita harus bisa bersikap rendah hati, namun jangan sampai meremehkan diri sendiri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -