Ida Sabrina: Relawan Tzu Chi Surabaya
Giat Memanfaatkan Waktu dan Kesempatan


“Jadi selama saya bisa, saya percaya dengan dua tangan saya, saya bisa ciptakan nilai yang lebih bermanfaat, bisa bersumbangsih kepada sesama.”

Berawal dari baksos pembagian beras dari Taiwan pada tahun 2007 di Surabaya, itulah kali pertama saya berkegiatan Tzu Chi. Ketika itu tetangga saya Tina mengajak untuk membantu pembagian beras. Ketika itu bertepatan padahari minggu.

Perasaan saya sangat senang ketika membantu pembagian beras, walaupun walaupun lelah namun kegiatan Tzu Chi membuat saya lupa sejenak akan rutinitas yang membuat saya stress. Sejak itu saya memutuskan menjadi donatur dan bersedia mengikuti kegiatan Tzu Chi. Berbagai kegiatan saya ikuti, seperti mengunjungi panti jompo, panti asuhan, dan survei kasus, membuat hati saya muncu rasa bersyukur.

Sejak tamat sekolah di Bagansiapiapi saya memutuskan untuk merantau ke Jakarta dan hidup sendiri tanpa sanak saudara. Di Jakarta saya memulai hidup dari awal lagi. Dengan semangat dan kerja keras saya bekerja sambil kuliah tanpa membebani orang tua.

Setelah saya menikah, saya pindah ke Surabaya. Di Kota Pahlawan inilah awal mula saya mengenal Tzu Chi. Sebelum mengenal Tzu Chi saya bekerja di perusahaan dengan beban kerja yang cukup berat, saya sangat depresi dan setiap hari harus minum obat tidur.

Saya memiliki sifat emosional dan sulit untuk menerima pendapat orang lain. Namun sejak mengenal dan mengikuti berbagai kegiatan Tzu Chi, saya mulai belajar dan melatih diri untuk memahami orang lain. Saya berusaha untuk selalu mengingat dharma yang diajarkan Master Cheng Yen bahwa kita datang berkegiatan Tzu Chi untuk membersihkan noda batin dan belajar melatih diri.

Berbekal Dharma Master Cheng Yen saya terus menjalankan Tzu Chi dan ingin mengubah tabiat buruk serta menjalin jodoh baik dengan sesama. Hal ini menjadi tekad saya untuk tetap menjadi relawan Tzu Chi.

Berkegiatan Tzu Chi, saya banyak mendapat kesempatan untuk belajar, seperti menjadi penanggung jawab beberapa kegiatan. Saya sangat bersyukur memiliki keluarga yang sangat mendukung saya dalam berkegiatan Tzu Chi.

Semakin lama menjadi relawan Tzu Chi saya merasa masih banyak lagi yang harus saya pelajari dalam kehidupan. Menghadiri bedah buku Master Cheng Yen dan Xun Fa Xiang untuk memperdalam Dharma dan meningkatkan kebijaksanaan. Dari sini saya mendapatkan banyak pelajaran, dan saya terus berusaha untuk menjadi murid Master Cheng Yen yang baik.

Menjadi relawan Tzu Chi harus berani memikul tanggung jawab dan selalu berusaha memperbaiki diri. Sebagai seorang wanita, tanggung jawab dan tugas yang harus saya capai adalah bisa menjadi seorang ibu yang baik, seorang anak yang berbakti, seorang istri yang pengertian, serta menjadi seorang relawan yang bajik.

Kata Master Cheng Yen, kita harus mengenggam jodoh dalam setiap kesempatan, jika sudah lewat menyesal pun tidak ada gunanya. Jadi selama saya bisa, saya percaya dengan dua tangan saya, saya bisa ciptakan nilai yang lebih bermanfaat, bisa bersumbangsih kepada sesama.

Dalam kehidupan saya, jika ada kesempatan saya selalu memperkenalkan Tzu Chi ke karyawan tempat saya bekerja, bersyukur sebagian mereka sudah menjadi donatur tetap Tzu Chi dan donatur celengan bambu. Tzu Chi membuat diri saya terus menjadi lebih baik.

Saya berpendapat dalam setiap kegiatan Tzu Chi saya selalu berusaha untuk tenang dan dalam menjalankan kegiatan Tzu Chi. Belajar mendalami dharma dan menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari sebagai pelatihan diri saya. Hal ini membuat diri saya lebih baik dari sebelumnya dan selalu menjadikan Master Cheng Yen sebagai teladan dalam hidup saya dan keluarga.

Seperti yang dituturkan kepada: Eka Suci (Tzu Chi Surabaya)

Meski sebutir tetesan air nampak tidak berarti, lambat laun akan memenuhi tempat penampungan besar.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -