Susiana Bonardy
Belajar Rendah Hati Menolong Sesama

Saya mengenal Tzu Chi sejak Tzu Chi mengadakan kegiatan baksos kesehatan untuk pertama kalinya di Singkawang. Waktu itu, kebetulan suami saya (Tetiono Shixiong) yang membantu pelaksanaan kegiatan baksos tersebut. Tapi saya malah tidak tahu karena suami saya tidak pernah cerita tentang kegiatan ini sebelumnya.

Kebetulan pada hari diadakannya baksos, saya sedang dalam perjalanan pulang ke Singkawang dari Jakarta. Di perjalanan itu, saya bertemu dengan barisan biru putih relawan Tzu Chi yang juga sedang menuju ke Singkawang untuk mengadakan baksos. Dari pertemuan itu, para shijie mulai memperkenalkan tentang kegiatan Tzu Chi dan mengajak saya ikut kegiatan baksos. Karena rasa ingin tahu, saya pun datang ke tempat kegiatan untuk melihat langsung apa saja yang dilakukan oleh para relawan Jakarta tersebut. Mereka ternyata begitu ramah terhadap pasien, membuat saya tersentuh dan ingin bergabung menjadi relawan Tzu Chi.

Setelah baksos itu, pertama-tama saya dihubungi Lusi shijie dari Jakarta. Ia mengajak saya untuk ikut serta dalam Drama Musikal Isyarat Tangan Sutra Bakti Seorang Anak, yang akan dipentaskan di Jakarta bulan September 2007. Sebenarnya saya sempat menolak karena saya merasa tidak mampu dan juga kurang percaya diri. Tapi Lucy Shijie begitu semangat untuk membimbing saya, hingga akhirnya saya berusaha untuk belajar dengan baik.

Waktu mementaskan drama musikal itu, saya mulai memakai seragam abu putih, dan ketika kembali ke Singkawang saya sudah mulai aktif menjadi relawan Tzu Chi dan belajar untuk menggalang dana. Maka, sejak saat itu, saya mulai lebih aktif melakukan kegiatan-kegiatan bakti sosial, seperti pembagian beras, survei pasien penanganan khusus, kunjungan kasih, kunjungan panti jompo, kunjungan panti asuhan, dan sebagainya.

Suatu kali saat kami membagikan beras ke pelosok–pelosok kota dari satu rumah ke rumah yang lain, kami sampai ke sebuah rumah kecil. Kami mengetuk pintu dan keluarlah seorang nenek. Saya katakan, “Ini beras buat nenek dari Yayasan Tzu Chi.” Spontan nenek itu se nang sekali dan mengucapkan banyak terima kasih sambil mengatakan, “Ini putri kahyangan dari mana? Kok bisa datang untuk membagikan beras kepada saya?” Mendengar katakatanya, saya terharu sekali. Dengan hanya memberikan satu kantong beras membuat nenek itu sangat senang, sampai mengucapkan kata yang begitu menyentuh hati saya.


Berterima Kasih pada Mereka yang Dibantu

Saya merasakan Tzu Chi adalah sebuah yayasan yang benar-benar menebarkan cinta kasih universal tanpa membedabedakan suku, agama, dan bangsa. Semua dilakukan dengan tulus tanpa pamrih, selalu merendahkan diri, dan para relawan yang memberi bantuan masih harus menundukkan kepala untuk berterima kasih kepada pasien yang kita bantu.

Dan sewaktu menjalani pendampingan pada pasien penanganan khusus, kita bisa belajar banyak. Melihat para pasien itu bisa membuat hati tersentuh, dan merasa bersyukur sehingga bisa membuka pikiran dan berlapang dada untuk menolong sesama. Misalnya saja ada seorang pasien kakek tua yang matanya tidak bisa melihat, kakinya lumpuh, dan saraf otaknya terganggu. Kakek ini tinggal di tempat kumuh, sendirian karena ia sudah berpisah dengan istrinya. Pekerjaan anaknya tidak tetap, kadang anaknya pulang untuk menjenguknya, kadang juga tidak pulang. Kakek ini dititipkan kepada tetangga agar memberinya makan karena matanya tidak bisa melihat, kaki tidak bisa jalan, serta tidak ada yang mengurusnya. Hidup kakek itu sangat memprihatinkan.

Oleh karena itu, saya dan para relawan yang lain menemui anaknya dan mencoba mempertemukan kakek dengan istrinya. Syukur kami dapat menemukan istrinya dan berhasil membujuknya kembali untuk merawat sang kakek. Tzu Chi juga menyiapkan tempat tinggal untuk keluarga ini, dan setiap bulan memberikan kebutuhan hidup sampai anaknya mampu menghidupi kedua orang tuanya. Kami ikut merasa bahagia karena keluarga ini sudah berkumpul kembali dan kedua anaknya juga bisa mulai bekerja.

Segala aktivitas Tzu Chi yang seperti ini menjadi tempat pelatihan diri bagi saya sehingga saya bisa melakukan kebajikan yang membuat saya lebih tahu bersyukur, dan merendahkan diri untuk menolong sesama. Saya berharap dengan adanya Tzu Chi bisa membantu lebih banyak saudarasaudara kita yang masih membutuhkan uluran tangan dan juga semoga bisa mengetuk lebih banyak orang lagi untuk bergabung bersama menggarap ladang yang penuh berkah ini, terutama relawan yang ada di Singkawang.

Setiap manusia pada dasarnya berhati Bodhisatwa, juga memiliki semangat dan kekuatan yang sama dengan Bodhisatwa.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -