Baksos Makassar: Wujud Sebuah Kesetiaan

Jurnalis : Himawan Susanto, Fotografer : Himawan Susanto
 
 

fotoHati pasien tetap tenang meski hendak menjalani operasi karena relawan Tzu Chi senantiasa melayani dan menemani dengan sepenuh hati.

Makin tua makin jadi, mungkin itulah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan kehidupan sepasang suami-istri, Masukaja (80) dan Furi (65). Pasangan suami-istri yang memiliki 8 anak ini (3 orang telah meninggal dunia) tinggal di Taweli Wombo, Kecamatan Tananto Woa Wani, Palu.

Hari Jumat pagi, 14 Mei 2010, Furi ditemani Masukaja telah duduk rapi di halaman dalam Rumah Sakit Pelamonia, Makassar. Walau bakti sosial kesehatan belum resmi dibuka, namun pengobatan mata telah dimulai lebih dahulu. Bagi Furi, ini adalah bulan keempat tak dapat melihat indahnya dunia. Kedua matanya tak lagi dapat melihat dengan jelas karena terkena katarak. Katarak itu datang usai Furi bekerja di ladang. “Matanya tertutup gelap,” kata Masukaja mengulang ucapan Furi.

Sejak itulah, Furi kemudian hanya dapat tinggal di rumah ditemani seorang cucunya. Mereka sempat memeriksakan penyakit Furi ke dokter di Palu, namun karena kedua matanya memang terkena katarak, dokter pun menganjurkan Furi untuk menjalani operasi. Namun, keterbatasan dana menjadi kendala bagi Masukaja yang petani ini.

Maka pada saat mendengar adanya baksos kesehatan Tzu Chi di Makassar, dia segera mendaftarkan Furi. Beruntung dewi fortuna berpihak kepada mereka, permohonan yang mereka sampaikan terkabul. Walau harus melalui perjalanan darat 2 hari 1 malam, hal itu tidak menyurutkan semangat Masukaja untuk mengembalikan penglihatan istri tercintanya.

Cinta Sejati Itu Ada
Menurut Masukaja, menemani dan mendampingi Furi adalah kewajibannya yang paling utama sebagai suami, apalagi kelima anak mereka kini tinggal berjauhan. “Hanya ada satu cucu yang menemani di rumah, kalau anak ada yang tinggal di Manado, Kalimantan, dan di tempat lain,” katanya.

Saat itu Masukaja juga mengatakan jika Furi memintanya untuk menemaninya selama menjalani pengobatan, sama dengan apa yang Masukaja hendak lakukan untuk istrinya. “Rata begini, dua-duanya mau, suami-istri harus kompak,” jelasnya. Jika selama ini mereka berdua pergi ke ladang bersama-sama, namun karena kondisi Furi yang tidak memungkinkan, maka hanya Masukaja saja yang bertani di ladang. Meski begitu, untuk urusan makan siang, jika dahulu mereka makan bersama di ladang, kini Masukaja pasti pulang dan makan di rumah bersama Furi. Begitu pula saat Furi hendak mandi, Masukaja segera mengambilkan air untuknya.

foto  foto

Ket : - Furi bersama suami tercinta, Masukaja didampingi oleh relawan Tzu Chi Makassar bergegas menuju ke             dalam ruang operasi mata di RS Pelamonia Makassar. (kiri)
          - Pelayanan terbaik tidak hanya dilakukan oleh relawan Tzu Chi sebelum operasi, tetapi pasca operasi tim             medis dan relawan Tzu Chi tetap memberikan perhatian kepada para pasien.  (kanan)

Bagi Masukaja, kondisi Furi yang terbatas tidak membuatnya terpikir untuk berpaling sedikitpun dari Furi. “Sudah tua begini, tentu makin sayang,” ujar Masukaja yang tetap sehat karena tidak merokok dan minum kopi ini. Sebelum operasi, Masukaja juga tetap memberikan semangat ke Furi untuk tetap kuat dan tidak takut. “Makan dan minum yang banyak biar tetap sehat,” katanya kepada Furi yang selalu menurut kepadanya. Di akhir wawancara, Masukaja berharap semoga kedua mata Furi dapat dioperasi dan penglihatan dapat pulih kembali.

Sekitar kurang lebih 1 jam menunggu, akhirnya Furi keluar dari ruang operasi. Operasi katarak Furi berjalan dengan baik. Mata kanan Furi berbalut kain kasa putih. “Senang dah dioperasi, mudah-mudahan mata yang satu lagi (kiri) juga bisa dioperasi,” kata Furi. Meski baru pertama kali dioperasi di rumah sakit, tapi Furi mengaku tidak merasa takut. “Waktu dioperasi juga tidak terasa sakit,” ungkapnya senang.

Proses yang Saling Terkait
Di depan ruang operasi mata, tampak tiga relawan dari Akademi Keperawatan Muhamadiyah yang terbalut rompi kuning Tzu Chi sedang sibuk mencuci dan menyeka wajah pasien katarak. Satu dari mereka bernama Emi Kalsum. Tugas Emi saat itu adalah menyeka wajah para pasien. Tanpa canggung ia menyeka bersih-bersih kotoran yang menempel di wajah pasien. Hasilnya, wajah pasien tampak lebih bersih dan bersemangat. Kenapa bersemangat? Karena selama melakukan tugas, mereka juga kerap berbincang-bincang dan menyemangati pasien.

“Alhamdulillah karena ada kepuasan diri. Puas karena bisa menolong orang lain seperti keluarga sendiri,” ungkapnya. Bagi Elmi, tindakan yang ia lakukan adalah hal yang biasa karena di rumah ia juga suka melakukan hal yang serupa jika salah satu orang tuanya menderita sakit. Elmi juga lantas menambahkan ini adalah salah satu bagian dari praktik nyata yang ia nanti lakukan saat menjadi perawat nantinya. “Apalagi, mencuci kaki dan menyeka muka ini adalah bagian paling awal dari proses menuju operasi. Jadi kita harus melakukannnya dengan baik dan benar,” katanya.

  
 
 

Artikel Terkait

Suara Kasih:  Mencurahkan Perhatian bagi Pengungsi

Suara Kasih: Mencurahkan Perhatian bagi Pengungsi

13 Maret 2013 Kehidupan manusia sungguh tidak kekal. Melihat ketidakselarasan unsur alam di dunia, kita harus senantiasa meningkatkan kewaspadaan. Yang terpenting adalah kita harus mawas diri dan berhati tulus.
Membersihkan Kekotoran Batin dengan Bervegetarian

Membersihkan Kekotoran Batin dengan Bervegetarian

23 April 2014 Manusia mempunyai 5 kekotoran batin yakni keserakahan, kebencian, kebodohan, kesombongan dan keraguan/kecurigaaan. Karena adanya kekotoran batin inilah, terjadilah begitu banyak bencana akibat ulah manusia.
Berbagi Kasih di Tahun Kelinci Air

Berbagi Kasih di Tahun Kelinci Air

26 Januari 2023

Relawan Tzu Chi komunitas He Qi Pusat Xie Li Jembatan Lima menyambut tahun baru Imlek 2023 dengan berbagi kasih kepada umat Wihara Karuna Murti. Pada kesempatan itu, relawan memberikan 100 paket Imlek.

Saat membantu orang lain, yang paling banyak memperoleh keuntungan abadi adalah diri kita sendiri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -