Belajar Menghargai Pendapat Orang Lain

Jurnalis : Purwanto (Tzu Chi Tanjung Balai Karimun), Fotografer : Yogie P

foto
Dengan tenang Xiao Tai Yang memperhatikan setiap penjelasan yang disampaikan papa Purwanto.

Minggu 16 Februari 2014, semua Xiao Tai Yang mulai berdatangan bersama orang tuanya masing-masing untuk belajar pendidikan Budi Pekerti di kantor Tzu Chi Tanjung Balai Karimun. Pagi itu cuaca sangat cerah udarapun terasa hangat, dengan semangat yang baru Xiao Tai Yang mengawali hari untuk berkumpul dan belajar bersama. Wajah ceria sudah mulai terpancar dari siswa budi pekerti saat berjumpa dengan teman-temannya.

Semua Xiao Tai Yang berbaris rapi sesuai kelompok masing-masing untuk menuju ruang belajar di lantai dua. Ketua kelompok bertugas mengatur anggotanya agar teratur dan rapi. Joice Shijie langsung menyapa semua siswa budi pekerti dengan mengucapkan Amitofo. Tepat pukul 08.00 WIB pendidikan kelas budi pekerti ini dimulai. Semua Xiao Tai Yang sibuk mengeluarkan buku kegiatan dari tas masing-masing dan mengumpulkan buku perbuatan baik yang telah dilakukan.

Papa Purwanto di kesempatan ini menjelaskan tentang “Belajarlah menerima pendapat orang lain dan mengalah. Jangan belajar menyelesaikan masalah dengan kekerasan”. Sebuah tema yang menarik untuk dipelajari oleh anak-anak maupun semua orang. “Jika ingin membuat orang lain tersenyum kepada kita, maka kita harus tersenyum dulu. Jika ingin dihormati teman kita, maka kita harus menghormati teman terlebih dahulu. Jika ingin pendapat kita dihargai orang lain, maka kita terlebih dahulu menghargai pendapat orang lain. Kita tidak perlu menunggu orang lain untuk menghormati kita. Tetapi kalau kita menghormati orang lain terlebih dahulu, secara otomatis tanpa disuruh orang tersebut akan menghormati kita” ucap Papa Purwanto.

foto   

Keterangan :

  • Keseriusan tampak pada wajah Xiao Tai Yang saat mendengarkan penjelasan papa purwanto.

Dipertengahan acara semua Xiao Tai Yang melihat dan memperhatikan video kartun tentang pertengkaran. Dalam video tersebut diceritakan terdapat seorang kakak dan adik yang tinggal disebuah wihara. Mereka berdua dibimbing oleh seorang Biksu sekaligus sebagai gurunya. Suatu saat si adik menemukan seekor anak anjing yang masih kecil dan lucu. Setiap hari anjing kecil itu dirawat dan diberi minum susu olehnya. Sehingga kadang-kadang tugas si adik tidak dikerjakan dan yang mengerjakan kakaknya. Akhirnya, suatu saat kakaknya marah kepada adiknya yang hanya sibuk merawat anjing kecil tersebut. Dan akhirnya kakak beradik itu saling menyalahkan dan hampir bertengkar. Pada saat itu, datanglah gurunya untuk menasehati mereka berdua agar jangan suka membandingkan siapa yang bekerja lebih banyak, tetapi kalian harus saling berterima kasih. Tanpa bantuan satu sama lain, tugas kalian akan semakin berat.

Dari cerita tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa kekerasan dan pertengkaran tidak dapat menyelesaikan masalah, tetapi menambah semakin banyak masalah. Sikap menghargai orang lain, melaksanakan tugas kita dengan baik dan sikap kerja sama itulah yang dapat menumbuhkan suasana yang harmonis.


Artikel Terkait

Semangat Berbagi Melalui Celengan Bambu

Semangat Berbagi Melalui Celengan Bambu

11 Februari 2016 Rabu, 10 Februari 2016, sebanyak 57 karyawan dari berbagai departemen Hotel Best Western Hariston penuh antusias mengikuti Sosialisasi Misi Amal Tzu Chi (SMAT).
Uluran Tangan Bagi Korban Banjir Bandang

Uluran Tangan Bagi Korban Banjir Bandang

19 Oktober 2018
Relawan Tzu Chi Padang sigap memberikan bantuan bagi para korban banjir bandang di Kotanopan, Sumatera Utara. Mereka membawa paket sembako berupa 500 kg beras, 25 dus mie Instan, dus roti serta uang tunai yang akan diberikan langsung kepada keluarga korban.
Asa Baru Untuk Raihan

Asa Baru Untuk Raihan

11 November 2014 Setelah Ibu Duryati (36) dan Marta (56) membawa buah hati mereka ini berobat ke RSCM dan diperiksa secara intensif, Raihan didiagnosa menderita  penyakit Atresia Bilier. Atresia Bilier ialah penyakit yang bermula dari  penyempitan empedu dan menyebabkan gagal fungsi hati (lever) sehingga saluran empedu tidak berbentuk secara normal.
Memiliki sepasang tangan yang sehat, tetapi tidak mau berusaha, sama saja seperti orang yang tidak memiliki tangan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -