Berderma dalam Keterbatasan (Bag.1)

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Christine Dessy liana, Dimin, Riadi Pracipta, Teddy Lim (He Qi Barat)
 
 

fotoHandaya (A Fuk) dan istrinya Komariyah saat mengikuti kegiatan pemilahan baju layak pakai yang akan digunakan untuk pelaksanaan Bazar Pelestarian Lingkungan tanggal 5 November 2011 lalu.

Melalui bukunya yang berjudul “20 Kesulitan dalam Kehidupan”, Master Cheng Yen, pendiri Tzu Chi membahas tentang “kesulitan bagi orang miskin untuk berdana, dan sulitnya bagi orang kaya untuk belajar jalan kebenaran”. Orang yang miskin sulit untuk berdana mengingat dirinya sendiri masih sangat kekurangan, sementara bagi orang yang kaya raya, kehidupan yang dijalaninya membuatnya sulit untuk melangkah di jalan kebenaran. Intinya, setiap orang memiliki tantangan tersendiri untuk dijalani di dalam kehidupannya.

Tantangan yang sama juga dihadapi oleh Handaya dan Komariyah istrinya dalam bersumbangsih dan melakukan kebajikan. Keduanya adalah penyandang tunarungu. Dengan keterbatasan fisik — dalam hal berkomunikasi — keduanya tetap berupaya mengikuti kegiatan Tzu Chi dan bersumbangsih untuk membantu sesama. “Ada kesulitan untuk berkomunikasi,” kata Komariyah dengan terbata-bata, “Tapi di Tzu Chi masih lebih baik. Relawan-relawannya mau dengan sabar mendengarkan kami. Kalau di lingkungan luar, susah, mereka (orang-orang) nggak mau ngerti kondisi kami.”

foto  foto

Keterangan :

  • Kegiatan Bedah Buku juga tak dilewatkan oleh Handaya dan Komariyah untuk mencoba memahami dan mendalami ajaran Master Cheng Yen. (kiri)
  • Handaya dan Komariyah bersama Kumuda Shixiong (tengah) seusai kegiatan bedah buku yang membahas "20 Kesulitan dalam Kehidupan". (kanan)

Handaya (43) dan Komariyah (43) mengenal Tzu Chi setelah keduanya tertarik dengan berita-berita tentang aktivitas kemanusiaan Tzu Chi dalam membantu para korban letusan Merapi tahun 2010 lalu di DAAI TV. “Kami suka nonton DAAI TV, terharu, bagus-bagus (acaranya),” puji Komariyah. Setelah menyaksikan penderitaan para korban letusan Merapi dan banjir lahar dingin yang menyusul kemudian, Handaya atau yang akrab dipanggil A Fuk ini pun kemudian tergerak untuk membantu. Bersama sang istri ia mencari Kantor Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia di Gedung ITC Mangga Dua Lt. 6 Jakarta. Dari semula hanya berniat menjadi donatur, pasangan suami-istri yang menikah di tahun 2005 ini pun kemudian tak menampik ketika diajak untuk menjadi relawan oleh salah seorang staf di Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. “Waktu itu bulan Februari 2011, saat ditanya sama Merry mau jadi relawan nggak? A Fuk langsung menjawab mau,” kata Komariyah mengingat. Sementara A Fuk mengemukakan alasannya menjadi relawan Tzu Chi adalah keinginannya untuk bersumbangsih di masyarakat. “Saya mau membantu orang-orang yang membutuhkan,” ucapnya dengan kalimat yang terbata-bata. Tak semua kata-katanya dapat terdengar jelas, namun sesekali sang istri membantu menegaskan maksud suaminya tersebut.

foto  foto

Keterangan :

  • Dengan penuh kesungguhan Handaya membersihkan gambar di dinding RSKB Cinta Kasih Tzu Chi dalam kegiatan Bersih-bersih di RSKB Cinta Kasih Tzu Chi, Cengkareng, Jakarta Barat.(kiri)
  • Berpartisipasi dalam berbagai kegiatan Tzu Chi mulai membuka hati Handaya untuk mau terbuka dan berkomunikasi dengan orang lain. (kanan)

Sejak itulah keduanya mulai aktif mengikuti kegiatan Tzu Chi. Mulai dari kegiatan daur ulang, pembagian beras, kerja bakti di Rumah Sakit Khusus Bedah (RSKB) Cinta Kasih Tzu Chi, dan juga bedah buku. “Pertama kali ikut kegiatan kunjungan ke panti asuhan anak jalanan,” terang Komariyah, “Meski sulit (komunikasi) dan lelah, tetapi kalau ikhlas nggak masalah.” Keduanya mengaku tidak khawatir ataupun merasa sungkan mengikuti kegiatan Tzu Chi meski keduanya beragama Islam. “Nggak ada masalah. Nggak papa, nggak masalah agama. Saya yakin kegiatan ini positif. Saya percaya saya bisa membantu banyak orang dan saudara-saudara kita yang tidak mampu dan kekurangan,” jawab Komariyah saat ditanya apakah memiliki kendala saat berkegiatan di Tzu Chi. “Saya berterima kasih kepada insan Tzu Chi. Mereka membantu kepada semua orang dari golongan agama apapun: Islam, Kristen, Hindu, dan Buddha. Ajaran Islam juga juga bertujuan menciptakan kehidupan yang aman dan tenteram,” tegas Komariyah. “Ajaran Master Cheng Yen bagus,” kata A Fuk menambahkan ketika ditanyakan perasaannya saat mengikuti kegiatan sosial Tzu Chi dan bedah buku.

 

 Bersambungan Bagian ke 2

  
 

Artikel Terkait

Karena di Mana Ada Kesulitan, di Situ Ada Pertolongan

Karena di Mana Ada Kesulitan, di Situ Ada Pertolongan

17 Maret 2021

Sudah dua tahun Pak Rahmat (68) tak bisa melihat karena glaukoma. Meski demikian, semangat hidupnya tak luntur. Selain itu, Pak Rahmat selalu berpikir positif dan selalu mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa. 

Jalinan Jodoh Tzu Chi dan Wilna (Bag. 2)

Jalinan Jodoh Tzu Chi dan Wilna (Bag. 2)

07 November 2011
Menurut Tati, jika Wilna dipasangi bola mata palsu di mata bagian kanannya maka itu akan sedikit bisa mengobati rasa minder cucunya itu. Namun bagi kedua relawan Tzu Chi yang mengunjungi Wilna hari itu, kesehatan Wilna saat inilah yang menjadi fokus utama mereka.
Hakikat terpenting dari pendidikan adalah mewariskan cinta kasih dan hati yang penuh rasa syukur dari satu generasi ke generasi berikutnya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -