Tanah Karo yang Berselimut Debu

Jurnalis : Nuraina (Tzu Chi Medan), Fotografer : Amir Tan (Tzu Chi Medan)

Erupsi Gunung Sinabung menyebabkan debu tebal menutupi beberapa wilayah di Medan. Relawan  membagi masker untuk warga dan pengungsian di Brastagi.

Pada tanggal 29 Agustus 2010 untuk pertama kalinya Gunung Sinabung terbangun dari tidurnya setelah 400 tahun tertidur yaitu sejak tahun 1600. Setelah beberapa kali menyemburkan lava dan awan panas akhirnya aktivitasnya menurun dan status Gunung Sinabung diturunkan menjadi kategori aman. Pada tanggal 15 September 2013, untuk kedua kalinya Gunung Sinabung erupsi dan mengeluarkan awan panas serta lava pijar dan sejak setahun ini pula Gunung Sinabung tidak berhenti beraktifitas sehingga penduduk di Tanah Karo menjadi terbiasa dan seakan tidak terjadi apa-apa walaupun suara gemuruh di malam hari dengan setia menemani masyarakat Tanah Karo.

Pada tanggal 14 September 2014, empat orang relawan Tzu Chi Medan meninjau lokasi di sekitar Gunung Sinabung. Nampak Asap tebal keluar dari puncak Gunung Sinabung dan semburannya lebih besar dari semburan erupsi setahun yang lalu. Gunung nampak kering kerontang bagaikan lahan yang baru hangus terbakar, tidak seperti tahun lalu dimana separuh dari gunung masih ada pepohonan. Relawan tercengang dan takut, namun sangat diherankan bila melihat penduduk di sana seakan tidak peduli saat Sinabung sedang berasap. Mereka tetap lalu lalang melewati kawasan sekitar gunung seakan tidak terjadi apa-apa padahal sebenarnya bahaya selalu mengintai mereka walaupun mereka melewati daerah yang masih dalam radius aman.

Kembali Erupsi

Pada tanggal 5 Oktober 2014 dini hari, Gunung Sinabung kembali menunjukkan kekuatannya dengan erupsi skala yang lebih besar dari tahun yang lalu dengan menyemburkan awan panas dan abu vulkanik sejauh 4.500 meter kearah selatan dan guguran lava pijar dari puncak sejauh 2.000 - 2.500 meter ke arah selatan sehingga debu menyelimuti kota Medan dan sekitarnya.

Tanggal 10 Oktober 2014 sebanyak 8 orang relawan Tzu Chi Medan berangkat ke kota Brastagi. Matahari begitu terik menemani perjalanan para relawan dan ketika memasuki kawasan pemandian Sembahe mulai terlihat pepohonan yang memutih ditutupi debu vulkanik dan setiap mobil yang lewat juga nampak putih diselimuti debu dari Gunung Sinabung.

Sesampainya di daerah Bandar Baru, ketika mulai melewati banyak tikungan, hujan rintik-rintik menyambut para relawan. Namun tidak ada tanda-tanda hujan di kota Brastagi, sehingga jalanan penuh debu putih yang tebal dan ketika turun dari mobil, matapun tidak boleh terbuka lebar-lebar karena debu vulkanik berterbangan dimana-mana. Kota Brastagi yang biasanya ramai, hari ini nampak seperti kota mati. Keramaian hanya ada di tempat-tempat tertentu.

Relawan melakukan survei ke lokasi pengungsian sekaligus membagikan Masker.

Rumah, pohon dan jalanan yang terlihat memutih ditutupi debu vulkanik Gunung Sinabung.

Ketika para relawan berhenti untuk makan siang, nampak debu vulkanik semakin tebal seperti kabut, petanda gunung sedang aktifnya mengeluarkan debu vulkanik. Tetapi tak lama kemudiaan hujan pun turun dan jalanan menjadi berlumpur. “Tujuan perjalanan relawan kali ini adalah mencari informasi tentang bagaimana keadaan warga yang masih ada di posko penampungan dan apa saja yang diperlukan oleh warga. Hari ini kita juga membawa 70 karton masker untuk dibagikan ke warga di daerah bencana,” tutur Shimeda Sumitta Shijie.

Untuk mencari informasi keadaan gunung dan bantuan apa saja yang diperlukan, maka relawan mendatangi Media Center Erupsi Sinabung dan kami mendapat keterangan dari Bapak Mulia Barus dari bagian Logistik. “Gunung beberapa hari ini erupsi besar, tetapi warga yang sudah kembali ke rumahnya masih tetap bertahan dan tidak bersedia mengungsi, hal ini karena mungkin mereka sudah terbiasa keadaan demikian dan sekali ini mereka nampak lebih tenang karena mungkin sudah lebih pengalaman. Sekarang hanya tinggal 16 posko penampungan dengan 1.019 kepala keluarga,” jelasnya.

Adapun 16 posko yang masih ada tersebut adalah:

                01. Posko GBKP Kota Berastagi dengan 160 jiwa

                02. Posko Klasis GBKP Berastagi dengan 264 jiwa

                03. Posko KWK Berastagi dengan 141 jiwa

                04. Posko Ora Et Labora Berastagi dengan 125 jiwa

                05. Posko GBKP ASR Kodim Kabanjahe dengan 199 jiwa

                06. Posko GBKP jl Kotacane Kabanjahe dengan 697 jiwa

                07. Posko GBKP Simp VI Kabanjahe dengan 92 jiwa

                08. Posko Paroki G Katolik Kabanjahe dengan 303 jiwa

                09. Posko Paroki G Katolik Kabanjahe dengan 117 jiwa

                10. Posko Uka Kabanjahe 2 dengan 294 jiwa

                11. Posko Uka Kabanjahe 3 dengan 82 jiwa

                12. Posko Serba Guna KNPI dengan 454 jiwa

                13. Posko Losd Katepul dengan 23 jiwa

                14. Posko GPDI.D.Siroga sp IV dengan 172 jiwa

                15. Posko Masjid amal dengan 38 jiwa

                16. Posko Gereja Adven Sumbul dengan 126 jiwa

Dan tiga desa yang akan direlokasi adalah Desa Sukameriah, Desa Bekerah dan Desa Simacem.

Setelah mendapat informasi dari Media Center maka para relawan mengunjungi beberapa posko. Di posko KWK Berastagi ada 12 sukarelawan dari Berastagi yang bertugas mengurus posko dan pengungsi. Ketika kita bertanya dengan anak-anak pengungsi, rata-rata dari mereka sangat ingin kembali ke desanya.

Setelah mengunjungi posko pengungsian, maka rombongan relawan pun menuju ke kota Brastagi untuk membagikan masker kepada warga Brastagi. Pembagian Masker dilakukan di jalan yang ramai dilalui termasuk jalan protokol di Brastagi. Walaupun turun hujan gerimis namun tidak menghalangi niat dari para relawan dalam membagi masker untuk warga Brastagi. Setelah hari sudah semakin malam dimana waktu sudah menunjukkan pukul tujuh, barulah para relawan meninggalkan kota Brastagi.

Relawan mendatangi Media Center Erupsi Sinabung untuk meminta keterangan dari Bapak Mulia Barus, bagian Logistik.

Dalam melakukan survei, relawan sekaligus membawa barang bantuan berupa masker.

Pada 16 Oktober 2014, tujuh orang relawan kembali menuju kota Brastagi. Karena dari beberapa media diberitakan Gunung Sinabung beberapa hari ini kembali erusi dan memuntahkan lava pijar maka relawan bergerak ke sana untuk melihat apa yang bisa Tzu Chi Medan perbuat untuk warga Tanah Karo. Hari ini selain membawa masker, relawan Tzu Chi mengunjungi beberapa posko pengungsian. Di posko Universitas Karo, relawan disambut oleh Bapak Esron Sitepu. Di posko ini tinggal pengungsi dari Desa Bakerah, Simacem, Sukanalu, Sigarang-garang, Huta Rakyat, Hutatonggal.

Warga di Brastagi dan Kabanjahe hanya bisa berharap saja agar bencana ini cepat berlalu, namun semuanya Tuhanlah yang menentukan. Warga pengungsian hanya mencari pekerjaan supaya bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan Kata Perenungan dari Master Cheng Yen, “Kita harus belajar untuk menerima cobaan permasalahan di sekitar kita tanpa mengakibatkan niat kita tergoyahkan, juga belajar menjaga kondisi hati agar tetap tenang saat beraktivitas.”


Artikel Terkait

Tanah Karo yang Berselimut Debu

Tanah Karo yang Berselimut Debu

23 Oktober 2014 Gunung Sinabung kembali menunjukkan kekuatannya dengan erupsi skala yang lebih besar dari tahun yang lalu. Letusan ini menyebabkan debu vulkanik menyelimuti kota Medan dan sekitarnya, relawan Tzu Chi turun langsung melakukan survei dan pembagian masker.
Cara untuk mengarahkan orang lain bukanlah dengan memberi perintah, namun bimbinglah dengan memberi teladan melalui perbuatan nyata.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -