Doa Menyambut Hari Trisuci Waisak

Jurnalis : Suyanti Samad 謝宛萍 (He Qi Pusat), Fotografer : Halim Kusin, Suyanti Samad (He Qi Pusat), Agus Darmawan Suito (He Qi Barat)
doc tzu chi

Peserta Chao Shan yang berbaris rapi dalam ritual Namaskara menyambut Hari Trisuci Waisak 2017.

Dalam menyambut Hari Trisuci Waisak tahun 2017, Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia kembali mengundang para insan Tzu Chi mengikuti ritual Namaskara atau lebih dikenal Chao Shan. Ritual Chaoshan ini berlangsung pada hari Minggu, 30 April 2017 di Lapangan Teratai Tzu Chi Center, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Kegiatan yang diikuti oleh 329 insan Tzu Chi bersama masyarakat umum ini merupakan cerminan pikiran yang murni, batin yang suci, hati yang tenang, dan mengumpulkan niat yang tulus untuk melafalkan nama Sang Buddha.

Kegiatan Chaoshan ini dimulai denga melanturkan Gatra Pendupaan, penghormatan kepada Sang Buddha, kemudian para Boddhisatwa berjalan melangkahkan kaki tiga langkah kemudian diikuti dengan satu sujud atau dikenal dengan San Bu Yi Bai. Para Bodhisatwa ini melakukan San Bu Yi Bai  dengan mengintar Lapangan Teratai, Tzu Chi Center.

Ritual Namaskara bersama dua bhikkhuni, sambil melanturkan doa, melangkah tiga langkah satu sujud mengelilingi Lapangan Teratai, Tzu Chi Center, PIK.

“Kita harus konsentrasi pada pelafalan, konsentrasi di kaki, konsentrasi di pikiran. Pikiran kita tidak bercabang-cabang saat melantunkan doa. Pada huruf ke berapa kita harus tutup kaki, kita harus bersujud, kita harus sudah mulai naik lagi, dan kapan mulai berjalan lagi. Ini sebenarnya juga merupakan suatu meditasi jalan buat kita. Pelatihan konsentrasi juga salah satunya,” jelas Livia Tjin, salah satu relawan komite yang memimpin ritual Chao Shan.

Ritual Namaskara atao Chao Shan ini merupakan suatu pelatihan diri dalam menapaki jalan Boddhisatwa, intropeksi diri untuk merendahkan hati atau memperkecil ego, suatu pertobatan diri untuk mengikis kekotoran batin ataupun karma buruk, serta bersama-sama melanturkan doa yang tulus agar hati manusia tersucikan, dunia bebas bencana, serta masyarakat damai dan tentram.

Sebuah kebahagiaan bagi para insan Tzu Chi yang menjalin jodoh dalam menjalankan ritual Namaskara ini. Banyak cerita yang dihadapi para peserta seperti ketakutan, kerisauan dan tantangan selama menjalani ritual Namaskara. Tetapi semua ini dapat dihilangkan karena adanya kekuatan tekad yang teguh dalam melangkah tiga langkah satu sujud hingga selesai.

Satu hari sebelum Chao Shan, Livia Tjin bertekad ingin menjalankan kegiatan tersebut. Tetapi ada suatu hal terjadi dan membuatnya harus merenung. “Hari ini saya mau ikut Chao Shan, saat bangun tidur tiba-tiba kepala saya pusing. Saya tidak berani ikut dari awal sampai akhir, saya cuma ikut sedikit saja. Kembali lagi bahwa biasanya umat Buddha mengatakan karma, dan hari ini saya merasakan, mustinya saya harus ikut semua,” imbuh Livia Tjin dengan sedikit penyesalan.

Soegiarti Wahyudi (barisan kedua paling kiri) mengikuti ritual Namaskara. Walau kakinya tidak leluasa untuk berjalan, juga saat bersujud, tetapi saat Chao Shan berlangsung, ia berusaha bersujud dan terkadang ia hanya Wen Shin (membungkukkan badan 90 derajat).

Ketidakleluasaan kaki untuk bersujud juga tidak membuat Lilyanti bersama ibunya yang hampir berumur 80 tahun mengurungkan niat untuk mengikuti ritual Namaskara ini. Ketidakkekalan terjadi pada Ayah Lilyanti, hal tersebut membuat mamanya lebih banyak melatih diri dalam bermeditasi. Baginya suatu kebahagiaan bisa berjodoh melakukan Chao Shan. “Kegiatan ini untuk melatih diri, saya belakangan ini juga banyak masalah, biar saya lebih tenang saja,” kata Lilyanti, relawan Tzu Chi komunitas He Qi Barat. Selain itu, ia juga menambahkan bahwa kegiatan ini juga seperti melatih fisik. “Kayaknya jadi olahraga juga sih, karena jarang olahraga jadi berkeringat  badannya. Batin juga jadi tenang,” tutup Lilyanti.

Lain halnya dengan Soegiarti Wahyudi (59), di tahun 2017 ini merupakan Chao Shan ketiga yang ia ikuti selama di Tzu Chi. Ia senang bisa mengikut Chao Shan, walaupun kakinya tidak leluasa untuk berjalan dan saat bersujud, kegiatan Chao Shan tetap ia ikuti. Terkadang, ia bersujud, terkadang ia hanya Wen Shin (membungkukkan badan 90 derajat-red). Kesalahan masa lampau terhadap orang tua adalah suatu penyesalan yang harus Soegiarti Wahyudi hadapi saat ini. Oleh karenanya selama Chao Shan berlangsung ia berdoa memohon pengampunan pada orang tua.

“Dalam Chao Shan sekarang ini, saya memohon ampun kepada orang tua. Saya pun menangis, orang tua saya sudah tidak ada. Saya merasa semua ini kesalahan saya dulu, jadi saya mohon ampun pada mereka,” kata Soegiarti Wahyudi, relawan Tzu Chi komunitas He Qi Timur. Sugiati juga menambahkan, bahwa ia percaya pada Sang Buddha. “Kalau kita sungguh-sungguh, saya rasa pasti Buddha akan merealisasikan semuanya. Dalam kegiatan ini, saya tak sanggup satu lingkaran. Saya percaya, satu hari pasti bisa, bisa satu lingkaran,” ungkap Soegiarti Wahyudi penuh tekad.

Bersama enam shijie lainnya, Livia Tjin (kanan) bertindak sebagai pemimpin kebaktian (gong xiu) dalam ritual Namaskara, atau dikenal Chao Shan.

Hal yang sama juga dirasakan oleh Yulianto, seorang relawan Tzu Chi yang bulan April 2017 kemarin ikut bergabung menjadi salah satu relawan Tzu Chi.  Setelah mengetahui Chao Shan itu sangat bagus, orang tua Yulianto mengajaknya melakukan Chao Shan. “Ini yang pertama, keluar keringat banyak, tapi baik buat kesehatan kita. Chao shan itu bagus karena bisa mengikis karma” ujar Yulianto yang datang bersama istrinya mengikuti Chao Shan.

Rangkaian kebahagiaan dalam mengumpulkan niat yang tulus tercermin dari para peserta Chao Shan. Mereka memantapkan kesungguhan hati dalam melantunkan doa di bulan Trisuci Waisak agar dunia bebas bencana dan masyarakat damai dan tentram.

Editor: Arimami Suryo A.


Artikel Terkait

Doa Menyambut Hari Trisuci Waisak

Doa Menyambut Hari Trisuci Waisak

05 Mei 2017

Setiap tahun menjelang Hari Trisuci Waisak, Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia mengadakan ritual Namaskara, atau dalam bahasa Mandarin lebih dikenal Chao Shan. Ritual ini merupakan  penghormatan kepada Sang Buddha dari para Bodhisatwa dengan melangkahkan kaki tiga langkah satu sujud atau dikenal dengan San Bu Yi Bai

Umur kita akan terus berkurang, sedangkan jiwa kebijaksanaan kita justru akan terus bertambah seiring perjalanan waktu.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -