Indahnya Berbakti

Jurnalis : Erli Tan (He Qi Utara), Fotografer : Erli Tan, Stephen Ang (He Qi Utara)

Tan Jun Kiaw merasakan haru yang luar biasa atas perhatian dan rasa bakti anaknya.

“Mami selalu doain kamu dimanapun mami berada, mami berdoa supaya apa yang kamu niat dan rencanain, semua tercapai dengan hasil yang sempurna dan memuaskan, mami juga mendoakan kamu supaya sehat selalu,” ujar Tan Jun Kiaw. Tan Jun Kiaw (48) meneteskan air mata di depan putranya Valdi Stefanus (17) saat menjalani prosesi basuh kaki orang tua di Aula Jing Si Lt 3 pada acara Family Day yang diadakan komunitas He Qi Utara tanggal 14 Desember 2014 lalu.  Sehari-hari Jun Kiaw adalah pembuat kue, saat datang ke acara  selain ditemani putranya juga ditemani suami, Lim (Kho) Khing Sing (59). Sebenarnya ia masih memiliki satu putra lagi, bernama Riyan Suwadi yang lahir tahun 1994, namun 3 tahun lalu telah meninggal akibat menderita kanker getah bening.

Jun Kiaw dan sekeluarga hidupnya cukup sederhana. Sang suami Khing Sing adalah pekerja pabrik di bagian gudang, namun sejak operasi batu empedu pada November 2012, Khing Sing harus berhenti bekerja. Ia menjalani operasi hingga 3 kali dalam seminggu akibat kelalaian pada operasi pertama, bahkan pada operasi ketiga ia kritis dan hampir kehilangan nyawa. Setelah sembuh total pada April 2013, Khing Sing hendak kembali bekerja namun pabrik sudah tidak mau menerima dengan alasan terlalu lama. Sehingga yang bisa ia lakukan hanyalah bersama-sama istri membuat kue.  

Kondisi perekonomian dan pekerjaan kedua orang tuanya ini tidak membuat Valdi merasa minder. Sebagai anak, ia tidak pernah meremehkan orang tuanya. “Anak ini luar biasa, dia bisa menaungi saya, saya benar-benar bersyukur bisa punya anak yang berpengertian kepada orang tua. Orang tua susah atau gimana (ada masalah), dia banyak membantu, tidak pernah merasa orang tua ini memalukan dia,” tutur Jun Kiaw terharu dan mulai mengeluarkan air mata. “Dia ngomong ke orang-orang, mama saya seorang penjual kue, enggak setiap hari bisa bikin kue, karena kadang-kadang bisa cape, bisa sakit, kalo mama sakit, saya takut. Nah kalo saya sakit, dia perhatian banget sama saya. Dia akan bilang ke saya, mami ke dokter, mami makan obat, mami jangan makan ini. Dia itu bisa bawel dan cerewet,“ haru wanita asal Tanjung Pinang, Kepulauan Riau. 

Valdi Stefanus (tengah baju kotak-kotak) memeluk mamanya dengan erat saat prosesi basuk kaki orangtua di atas panggung.

Selain membuat kue juga aktif bersumbangsih di Tzu Chi sebagai relawan bagian konsumsi dan pelayanan. Di mana saja ada kesempatan berbuat baik, ia pasti akan bersumbangsih, bukan hanya di Tzu Chi, ia juga aktif menjadi pengurus di beberapa organisasi Buddhis di luar Tzu Chi, termasuk membantu di rumah duka. Semuanya itu ia lakukan dengan tulus dan tanpa pamrih. Ia merasa bersyukur karena keikhlasannya dalam bersumbangsih inilah yang mungkin menyebabkan dirinya mendapat cinta kasih dari banyak orang. Banyak uluran tangan datang saat suaminya membutuhkan biaya operasi. Saat anak sulungnya, Riyan sakit, juga ada yang mau membantu biaya pengobatannya. Namun karena dokter memvonis kankernya sudah stadium IV, dan peluang hidup tidak banyak, Riyan menolak menjalani pengobatan. Semasa hidup Riyan juga anak yang berbakti dan sayang pada kedua orang tuanya. Hubungan mereka sangat baik, di mata Jun Kiaw, anak sulungnya itu juga luar biasa. “Itu anak lebih sayang kepada saya, dia gak bisa lihat saya nangis. Bagi dia saya gak boleh sedih, saya gak boleh cape,” kenangnya dalam haru. kerinduan yang amat dalam terhadap anak kembali membuatnya menangis.

Ada satu ucapan Riyan yang mengetuk hati Jun Kiaw dengan harapan sang ibu bisa melepas sang anak, “Di agama Buddha ada yang namanya hukum karma. Sekarang saya sakit karena saya ada berbuat salah di kehidupan yang dulu. Sekarang saya harus bayar, tapi saya membayar dengan ikhlas tanpa merasa dibebani,” tutur Jun Kiaw meniru ucapan anaknya saat itu. “Selama sakit itu, dia hampir setiap hari minta maaf pada saya, hari ibu dia sujud dan cium kaki saya. Imlek hari pertama juga begitu, anak ini memang udah terbiasa dari kecil, di Cetiya (sebutan untuk tempat yang digunakan oleh penganut agama Buddha untuk mengingat sang buddha-red) diajarkan seperti itu. Kadang saat dia mau sujud, saya bilang engga usah, kan 3 hari yang lalu udah, tapi dia tetap mau sujud,” papar Jun Kiaw.

Sakit, bagi Jun Kiaw sudah tidak asing dalam hidupnya. Selain anak dan suami, ia sendiri juga pernah menjalani operasi mioma (tumor yang terletak pada dinding rahim-red). Agustus 2009 ia mengalami pendarahan lalu menjalani operasi di RSKB Cinta Kasih Cengkareng dengan mendapat bantuan dari Tzu Chi. Karena sakit ini pulalah ia dan sekeluarga dapat mengenal Tzu Chi. Bulan Mei 2010, saat pementasan Sutra Bakti Seorang Anak di RSKB Cinta Kasih, Valdi juga ikut serta menjadi salah satu pemeran drama. Ia berperan sebagai anak yang digendong oleh papa dalam drama akibat terluka. Karena itu, saat lagu Gui Yang Tu (Lukisan Kambing Bersujud) kembali dimainkan kali ini, Valdi merasa terharu dan menangis, membuatnya terkenang kembali akan budi luhur orang tua. Pada acara kali ini, mereka mengaku cukup kaget karena diminta menjadi salah satu keluarga yang menjalani prosesi basuh kaki di atas panggung. 

Jun Kiaw (kanan) adalah seorang relawan Tzu Chi yang aktif bersumbangsih dalam melakukan kebajikan.

“Rasanya terharu banget saat naik panggung, biasanya anak cuma sujud dan cium kaki, berpelukan, lalu kasih saya minum teh atau suapin kue, kasih saya kembang, tapi kan tidak pernah membasuh kaki saya. Hari ini dia mau buka watao saya, dia membasuh kaki saya dengan perasaan sayang dan cinta kasih yang luar biasa. Saya bangga punya anak seperti dia,” ungkap Jun Kiaw bahagia.  “Saya bersyukur punya suami dan anak yang sayang kepada saya. Mau ke mana-mana berbuat baik, mereka mendukung, tidak pernah bilang enggak. Saat mau pergi kegiatan Valdi selalu bilang, hati-hati ya mi, sukses ya.” Hal-hal kecil seperti inilah yang membuat Jun Kiaw merasakan cinta kasih dan perhatian anak terhadapnya. “Kalo sayang itu jangan ngomong doank, tapi langsung dilakukan. Misalnya bikin mama tenang, tidak banyak kuatir, kalo di sekolah nilai rapornya jangan jelek,” ungkap Valdi. Sejak kecil pendidikan kedua anak memang tidak pernah mengecewakan Jun Kiaw. Saat senggang, Valdi juga seringkali membantu mama membuat kue di rumah, tidak suka main di luar.

  Valdi mengaku orang tuanya sejak ikut Tzu Chi mengalami banyak perubahan. Banyak sifat-sifat jelek yang sudah berubah, sebagai anak, hati Valdi pun merasa nyaman. Masuk Tzu Chi tidak lama, Jun Kiaw pun bervegetarian, dan di rumah juga melakukan pemilahan sampah daur ulang. Sepeninggal putra sulung, Jun Kiaw dapat memahami secara mendalam arti ketidakkekalan, karena itu ia berusaha berbuat baik sebanyak-banyaknya, ia tidak mau menunggu bila saatnya sudah telat dan tidak ada waktu, saat itu hanya penyesalanlah yang tersisa. “Saya menyesal tidak cukup berbakti kepada papa, sekarang sudah tidak bisa, karena papa sudah tiada. Jadi sekarang saya berbakti dengan mama saya dengan cara menelepon, say hello, sesibuk apapun, tangan sedang pegang kue pun saya letakkan dulu. Kadang harus sambil menjepitkan telepon di leher, menelepon sambil memegang kue. Karena mama saya jauh di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, setiap hari kami pasti berhubungan melalui telepon. Kalo mama tidak telepon maka saya yang telepon, setiap hari seperti itu,” jelasnya. Jun Kiaw juga berbakti kepada mamanya dengan cara yang cukup sederhana, namun perhatian dan tindakan kecil tapi rutin seperti itulah yang justru bisa membuat hati orang tua tenang dan tidak cemas. Permintaan orang tua tidaklah banyak, hanya berharap anaknya sehat dan bahagia. Kasih sayang orang tua terhadap anak tak pernah berubah hingga akhir hayat. Hendaknya anak juga dapat selalu berpengertian dan berbakti melalui tindakan kecil dan bermakna. Walaupun budi orang tua takkan terbalaskan bila anak memikul beban ayah di kanan dan beban ibu di kiri, namun sesulit apapun tetap harus membalas budi orang tua. Karena anak yang tahu balas budi adalah anak yang berbakti.


Artikel Terkait

Sehari Menjaga Si Bayi Telur

Sehari Menjaga Si Bayi Telur

24 Oktober 2016
Siswa-siswi P1 dan P2 SD Tzu Chi Indonesia, membawa bekal satu butir telur mentah pada Senin, 24 Oktober 2016. Dalam waktu satu hari penuh, mereka bertugas sebagai orang tua yang harus menjaga telur yang diibaratkan sebagai bayi agar tidak terluka atau pecah. Kegiatan tersebut merupakan persiapan dalam menyambut datangnya hari ibu.
Menumbuhkan Karakter Pada Anak

Menumbuhkan Karakter Pada Anak

30 Desember 2015
Pertemuan kelas budi pekerti pada hari itu adalah kelas penutupan  di tahun 2015. Waktu begitu cepat bergulir, masih terbayang jelas dalam ingatan saya di awal tahun 2015, anak-anak yang baru akan bergabung masih bersikap malu-malu dan menggayut manja di lengan mama-papa mereka. Tapi kini, celotehan mereka sudah terasa tak asing lagi.
Bakti Kami Untuk Orang Tua

Bakti Kami Untuk Orang Tua

09 Februari 2015 Di awal tahun 2015 ini, perayaan hari ibu kembali dilakukan oleh Tzu Chi Indonesia Perwakilan Sinar Mas setelah sebelumnya kegiatan ini dilakukan di Wilayah Perwakilan Kalimantan Timur pada 21 Desember 2014 lalu kegiatan yang sama kembali dilakukan pada 10 Januari 2015  secara serempak di empat wilayah perwakilan yang berbeda.
Lebih mudah sadar dari kesalahan yang besar; sangat sulit menghilangkan kebiasaan kecil yang buruk.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -