Kamp Pengusaha: Bersumbangsih Bersama, Menghimpun Pundi-pundi Berkah

Jurnalis : Teddy Lianto, Agus DS (He Qi Barat 2), Fotografer : Yusniaty (He Qi Utara 1), Joe Suati (He Qi Utara 2), James Yip (He Qi Barat 2)


Tzu Chi Indonesia bekerja sama dengan Tzu Chi Malaysia mengadakan Kamp Pengusaha bagi para pengusaha asal Indonesia dan Malaysia pada tanggal 13-14 Oktober 2018. Kamp pun dibuka dengan penabuhan genderang.

Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia kembali bekerja sama dengan Yayasan Buddha Tzu Chi Malaysia mengadakan Kamp Pengusaha bagi para pengusaha asal Indonesia dan Malaysia. Kegiatan ini diadakan sejak Sabtu, 13 Oktober 2018 hingga Minggu, 14 Oktober 2018. Dalam kamp bertema The Power of the Heart ini ada sebanyak 189 pengusaha asal Malaysia dan 332 pengusaha asal Indonesia yang turut serta mendengarkan materi yang dibawakan oleh para pengusaha yang mendedikasikan dirinya di Tzu Chi.

Liu Su Mei, Ketua Tzu Chi Indonesia menceritakan bahwa jalinan jodoh ini bermula ketika Tzu Chi Indonesia mengikuti kongres Tzu Chi International Medical Association (TIMA) di Malaysia. Setelah itu berlangsung Kamp Pengusaha di Malaysia pada 14-15 Oktober 2017.

“Para pengusaha tersebut tidak memandang jabatannya, mereka bersumbangsih dengan sungguh hati, harmonis, dan melakukannya dengan baik. Hal ini membuat kita dapat belajar dan masih banyak yang dapat kita lakukan dengan lebih baik,” ucap Liu Su Mei. “Saya berharap kegiatan ini bisa menggalang hati orang-orang jangan hanya dua hari ini kelasnya bagus, Tzu Chi melakukan dengan baik tapi hanya memuji tapi kita juga berharap bisa menggugah orang dan mereka bisa ikut berkegiatan, terjun langsung,” lanjutnya.


Di sela-sela sesi sharing dalam kamp pengusaha Indonesia dan Malaysia, para peserta diajak untuk bersama-sama memeragakan isyarat tangan Wajah yang Bahagia dan saling berjabat tangan.

Kehadiran ratusan pengusaha dan juga relawan Tzu Chi asal Malaysia disambut begitu hangat di Aula Jing Si, PIK, Jakarta Utara. Liu Su Mei pun mengaku sangat senang akhirnya bisa mengundang mereka untuk hadir di Indonesia dan merajut jalinan jodoh untuk berbuat kebajikan bersama. Dalam kamp ini, panitia pun sudah menyiapkan banyak pengisi materi yang luar biasa dari Indonesia dan Malaysia.

“Dari Indonesia selain ada Pak Franky O. Widjaja, Pak Sugianto Kusuma, ada juga Stephen Huang yang baru datang dari Beijing. Kami juga mengundang Anthoni Salim yang biasanya tidak pernah sharing di tempat umum,” kata Liu Su Mei.

Sedangkan dari Malaysia, ada Tan Sri Lim Wee Cai, yang merupakan pendiri Top Glove, sebuah perusahaan besar di Malaysia. Ia memiliki 40 buah pabrik dengan ribuan karyawan. Perjumpaannya dengan Tzu Chi berawal karena istrinya Tong Siew Bee, yang adalah relawan komite Tzu Chi yang bertanggung jawab di tim pengusaha Malaysia. Tong Siew Bee bertanggung jawab menggalang pengusaha dan mengenalkan Tzu Chi kepada mereka.

Menjadikan Hidup Lebih Bahagia

Dalam sharingnya, Tan Sri Lim Wee Cai mengaku dapat melihat keindahan dunia Tzu Chi di mana relawan dapat bekerja dengan baik dan harmonis. Tak hanya melihat, dirinya juga menanamkan budaya humanis Tzu Chi dalam perusahaannya. Menurutnya sebuah perusahaan yang berhasil tentunya memiliki budaya yang bagus dan fondasi perusahaan yaitu sumber daya manusia tentu harus memiliki kesungguhan, kebenaran, keyakinan, dan ketulusan dalam bekerja.


Hadir pula pengusaha asal Malaysia, Tan Sri Lim Wee Cai dan Tan Sri Vincent Tan yang memberikan sharing dalam kamp pengusaha yang digelar selama dua hari ini.

“Tzu Chi kenapa bisa menjadi semakin besar dan begitu berhasil, karena Master Cheng Yen mengajarkan seluruh relawan sesuatu yang baik. Begitu juga dalam perusahaan kita harus mengajarkan karyawan kita sesuatu yang baik. Jika yang kita pelajari di Tzu Chi baik, maka kita terapkan dalam perusahaan,” katanya.

Tan Sri Lim Wee Cai mencontohkan jika dalam perusahaannya memiliki 17.000 karyawan dan semuanya melaksanakan pelestarian lingkungan tentunya perusahaan akan selalu bersih. Lalu jika para karyawannya menerapkan pola ini di masyarakat tentu masalah sampah di masyarakat akan semakin berkurang. Oleh karena itu untuk mengajak para karyawannya untuk dapat melakukan hal tersebut. Tan Sri Lim Wee Cai juga memberikan contoh nyata di mana jika melihat sampah berserakan ia akan langsung memungut dan membuangnya ke tempat sampah berdasarkan jenis sampahnya.

Selain pelestarian lingkungan, dalam perusahaannya juga terdapat peraturan untuk tidak berjudi, meminum minuman keras, berbohong dan melanggar rambu lalu lintas. “Kami mendorong karyawan untuk selalu berbuat baik,” tuturnya penuh senyum bahagia.


Stephen Huang, relawan Tzu Chi Taiwan juga turut memberikan sharing di hadapan ratusan peserta kamp pengusaha Indonesia dan Malaysia.

Tong Siew Bee merasa turut bahagia bisa melihat suaminya bisa turut merasakan kebahagiaan yang dirasakannya ketika berjalan di Tzu Chi. Sejak awal berjalan di Tzu Chi 16 tahun lalu, ia sudah mulai mengubah kebiasaan berfoya foya, emosi kurang baik, dan suka mengeluh. Pelan tapi pasti, hidupnya menjadi berubah lebih bahagia. “Tapi perasaan bahagia ini tidak boleh saya saja yang merasakan, saya ingin membagikan perasaan bahagia ini kepada lebih banyak orang. Saya juga berharap saudara, teman, dan klien-klien pengusaha lainnya bisa mengenal Tzu Chi dan mereka belajar menjadi lebih bahagia,” ungkapnya tulus.

Menularkan Kebahagiaan dengan Cara Sederhana

Satu lagi yang begitu berbahagia ketika bergabung dengan Tzu Chi adalah Tan Sri Vincent Tan. “Saya sungguh beruntung bisa mengenal Tzu Chi pada 3 tahun yang lalu dalam kunjungan ke Aula Jing Si Hualien dan berjumpa dengan Master Cheng Yen. Saya kini terdaftar sebagai relawan Tzu Chi dimana saya kan membantu sesuai dengan kemampuan saya untuk masyarakat setempat,” ucap Tan sri Vincent Tan.

Dalam sesi talkshow, Tan Soon Hock selaku MC menceritakan bagaimana Tan Sri Vincent Tan dengan tulus melayani para penghuni di panti cacat mental, salah satunya dengan menggunting rambut penghuni di sana. Itu merupakan pengalaman pertama dan berkesan bagi Tan Sri Vincent Tan.

Tan Soon Hock pun bertanya pada Tan sri Vincent. “Apa yang Anda berikan sehingga penghuni panti yang anda gunting rambutnya begitu tersenyum lepas?”

Jawabannya sungguh sederhana, “Saya bercanda dengan mereka sehingga mereka bisa tertawa lepas.”


Sebanyak 189 pengusaha asal Malaysia dan 332 pengusaha asal Indonesia yang turut serta mendengarkan materi yang dibawakan oleh para pengusaha yang mendedikasikan dirinya di Tzu Chi.

Tan Sri Vincent Tan adalah seorang pebisnis dan investor asal Malaysia berdarah China. Ia juga merupakan CEO dari Berjaya Corporation Berhad. Selain itu ia pun memiliki properti seperti Tanah, Perumahan, Lapangan Golf, dan Apartemen di grupnya, Berjaya Corporation Berhad. Sejak mengenal Tzu Chi, Tan Sri Vincent Tan berujar dirinya dengan tulus mengikuti kegiatan Tzu Chi. Ia juga ingin dapat menjadi salah satu orang yang bersumbangsih di Tzu Chi mengurangi penderitaan. Menurutnya sudah merupakan tangung jawab dan kewajiban bagi pengusaha yang sudah mapan dan sukses secara finansial untuk bisa bersumbangsih kembali untuk masyarakat setempat, baik secara finansial maupun tenaga.

Perjumpaannya dengan Master Cheng Yen menggugahnya untuk dapat terus aktif bersumbangsih untuk masyarakat. Tidak hanya itu dari perjumpaannya dengan Master, Ia pun mengajak keluarga dan koleganya untuk dapat bervegetaris. Ajakannya pun mendapat dukungan dari ibundanya dan keluarga dan selama 2,5 tahun ia dan keluarga bervegetaris. Ia pun menepis anggapan jika bervegetaris akan membuat orang yang menjalankannya kurang gizi. “Ini adalah hal yang harus diluruskan. Kuda dan gajah bervegetarian, tetapi mereka tidak pernah lemah,” canda Tan Sri Vincent Tan di hadapan para peserta kamp pengusaha Malaysia-Indonesia.

Dalam kunjungannya ke Tzu Chi Indonesia, Tan Sri pun mengatakan jika dirinya dan pengusaha Malaysia kagum dengan apa yang sudah dicapai oleh relawan Tzu Chi di Indonesia, menurutnya akar Tzu Chi berkembang dengan baik di sini dan mungkin ada beberapa hal yang bisa dipalajari oleh Malaysia untuk diterapkan di komunitas nantinya. Ia mencontohkan bagaimana relawan Tzu Chi dapat membersihkan Kali Angke, merelokasi warganya dan mendidik mereka di Perumahan Cinta Kasih.


Ketua Tzu Chi Indonesia, Liu Su Mei (kanan) bersama Ketua Tzu Chi Malaysia, Jian Ci Lu (tengah) memberikan pesan cinta kasih kepada para peserta usai kegiatan kamp.

“Ini adalah sesuatu yang berkesan. Saya yakin dalam acara ini kita dapat saling belajar dan pastinya akan ada banyak hal yang dapat kita lakukan bersama-sama dan ini merupakan langkah awal kita untuk sesuatu yang baik” terang Tan Sri Vincent Tan.

Hati yang Tak Pernah Berubah

Sementara itu dalam sharingnya, Stephen Huang bercerita tentang komitmennya berjalan di Tzu Chi. Suatu saat Stephen Huang diminta untuk memberikan sharing kepada para peserta di salah satu acara Tzu Chi International Medical Association (TIMA) di Beijing, China. “Saat itu saya berkata, sudah hampir 30 tahun ikut Master, seharusnya bukan saya lagi yang membawakan sharing tersebut, tetapi orang yang lebih muda yang melakukan sharing.”

Sharing yang disampaikan saat pertemuan tersebut bertema Nothing to Say seolah ia tidak ada kata-kata lagi untuk diucapkan, tetapi Stephen Huang berkata “Tidak ada kata-kata lagi yang mau diucapkan, tetapi masih banyak yang perlu dilakukan.” Padahal menurut Stephen Huang, selama 30 tahun ikut dengan Master Cheng Yen, dia bisa bercerita 3 hari 3 malam dan itu belum cukup waktu.

Ia lalu bercerita bahwa saat itu di Tiongkok sedang diterbitkan buku 50 tahun Tzu Chi International, sesuatu hal yang tidak mudah dilakukan oleh lembaga publikasi pemerintah di China. Kepala publikasi dari Encyclopedia of China Publishing House mengatakan, buku tersebut dapat diterbitkan karena pihak Tiongkok kagum dengan semangat dan filosofi Master Cheng Yen.

“Hal ini mengingatkan saya ketika 30 tahun lalu saat datang ke Taiwan. Saya melihat Master begitu kurus, tapi dapat membangun rumah sakit dengan megah, kehidupannya begitu sederhana tetapi yang beliau ajarkan kepada murid-muridnya sangat bermakna. Jadi waktu itu, dalam 5 hari setelah mengenal Master, saya menyatakan diri berguru kepada Master, dan menurut saya, Tzu Chi lebh penting dari bisnis saya,” kata Stephen Huang.


Seluruh peserta kamp pengusaha Indonesia dan Malaysia berfoto bersama.

Kala itu, Stephen Huang juga melihat Master begitu lembut dan pelan saat berbicara, tetapi banyak orang mau mendengarkannya. Ketika ia meninggalkan bisnisnya dan ikut dengan Master, ia merasa semua yang Master lakukan, lebih bermakna daripada yang lainnya, “Artinya saya lebih banyak menjalin jodoh dengan orang banyak. Sejak itu, saya bertekad untuk menjadi kaki Master.”

Melalui Tzu Chi, Stephen Huang belajar untuk bukan hanya mementingkan diri sendiri tetapi juga memberi manfaat pada orang lain. Berkah akan datang dari sukacita saat bersumbangsih, dari sana kita menumbuhkan jiwa kebijaksanaan kita. “Untuk itu saya mengajak para pengusaha, bukan hanya kita berbisnis, tetapi mengubah kekayaan menjadi berkah,” katanya mantap.

Editor: Yuliati


Artikel Terkait

Kamp Pengusaha: Kebahagiaan dalam Memberikan Pelayanan

Kamp Pengusaha: Kebahagiaan dalam Memberikan Pelayanan

16 Oktober 2018

Dalam rangka menyambut acara Kamp Pengusaha Indonesia Malaysia pada 13 dan 14 Oktober 2018, para relawan Tzu Chi berkoordinasi satu sama lain untuk menyukseskan acara.

Kamp Pengusaha: Tergugah untuk Bersumbangsih

Kamp Pengusaha: Tergugah untuk Bersumbangsih

16 Oktober 2018
Sharing para pengusaha tentang bagaimana bersumbangsih membantu masyarakat setempat bersama Tzu Chi memberikan energi positif kepada ratusan peserta yang hadir. Tak sedikit dari para peserta yang menghadiri acara ini pun tergugah untuk turut berbagi.
Kamp Pengusaha: Bersumbangsih Bersama, Menghimpun Pundi-pundi Berkah

Kamp Pengusaha: Bersumbangsih Bersama, Menghimpun Pundi-pundi Berkah

15 Oktober 2018
Dalam kamp bertema The Power of the Heart ini ada sebanyak 189 pengusaha asal Malaysia dan 332 pengusaha asal Indonesia yang turut serta mendengarkan materi yang dibawakan oleh para pengusaha yang mendedikasikan dirinya di Tzu Chi.
Memiliki sepasang tangan yang sehat, tetapi tidak mau berusaha, sama saja seperti orang yang tidak memiliki tangan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -