Mama, Serupa dan Sama

Jurnalis : Ivana, Fotografer : Ivana

Dua bis bergerak meninggalkan Perumahan Cinta Kasih Cengkareng, pagi hari tanggal 8 Januari 2006 pukul 07.30 pagi. Kedua bis besar berkapasitas 48 orang itu tampak lengang, belum sampai setengahnya terisi. Satu diantaranya berwarna biru dan badan luarnya dihiasi logo Tzu Chi dalam warna yang senada, mengangkut 4 relawan Tzu Chi, 1 orang tim dokumentasi, dan 13 orang anak asuh Tzu Chi daerah Sunter, serta 2 orang anak asuh dari alumni Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi. "Jadi bis belakang tidak tahu jalan ke sana?¡"Seorang relawan berbicara pada telepon genggamnya. Setelah mendengar jawaban dari relawan koordinator acara di ujung telepon yang lain, relawan tersebut berbicara lagi, "Baik, kalau begitu kita akan konvoi aja."

Setengah jam kemudian, iring-iringan bis tersebut telah tiba di Kantor Walikota Tangerang yang megah. Semua relawan serentak turun karena mengira telah tiba di tempat mereka menjemput 77 anak asuh Tzu Chi di daerah Tangerang yang akan mengikuti Wisata Anak Asuh Tzu Chi ke Anyer selama 3 hari ini. Tapi rupanya tempat itu terlalu jauh dari rumah Erina, tempat berkumpulnya anak-anak tersebut. Setelah melewati pasar, toko-toko, dan jalan-jalan kecil, akhirnya rombongan tiba di tempat tujuan mereka seharusnya. Tak lama kemudian, serombongan anak laki-laki dan perempuan dengan seragam SMP (putih-biru tua) dan SMA (putih-abu-abu) keluar sesuai kelompok dengan wajah riang dan celoteh gembira karena penantian mereka sejak pukul 6 tadi pagi akhirnya usai.

Dalam sekejap, bis yang tadinya lengang kini penuh sesak, beberapa kursi yang seharusnya diisi oleh 2 orang, terpaksa harus diduduki oleh 3 anak yang perawakannya tergolong kecil. Bis yang berkapasitas 48 orang itu, diisi sampai dengan 55 orang. Meski agak berdesakan namun tidak mengurangi kegembiraan rombongan. Sepanjang perjalanan relawan mengisi dengan perkenalan, cerita yang mengandung hikmah, nasehat, tata tertib acara, dan bernyanyi.

Mama Tersayang

¡§Shi-gu ini namanya Ay-ay, dia adalah pendamping kelompok 3, "Nilan memperkenalkan seorang relawan muda berusia 30an tahun. ¡§Nanti, anak-anak di kelompok 3 panggil...," relawan tersebut berhenti sebentar untuk berpikir. ¡§Panggil Ay-ay Mama saja!" Seorang relawan lain menyahut yang lalu disambut gelak tawa, sebab Ay-ay bahkan belum menikah, tapi sekarang tiba-tiba menjadi mama dari 8 orang anak. Nilan lalu melanjutkan, "Kebetulan Ay-ay dalam bahasa mandarin artinya cinta/sayang, jadi Ay-ay mama artinya mama tersayang." Disambung riuh tawa lagi.

Program anak asuh Tzu Chi di Tangerang telah berlangsung selama hampir 10 tahun, di bawah koordinator Erina. ¡§Saya mengenal Tzu Chi sejak tahun 1996, setelah berkunjung ke Hualien bersama Yayasan Paramita,¡¨ cerita ibu yang usianya sudah hampir setengah abad ini. Kekagumannya pada Master Cheng Yen kemudian menarik Erina untuk aktif di Tzu Chi sejak saat itu. Selain mengurus anak asuh, ia juga rutin membawa pasien yang tidak mampu ke baksos kesehatan Tzu Chi.

Gerimis mengguyur bumi ketika rombongan tiba di tempat acara yang berupa vila-vila. Anak-anak yang terdiri dari 53 perempuan dan 39 laki-laki dibagi menjadi 10 kelompok, lalu menuju kamar penginapan tempat mereka tidur secara bersama-sama. Sejumlah hadiah telah menanti mereka. Sarung, handuk, jas hujan, seperangkat alat makan, odol, sikat gigi, dan sebuah buku kata perenungan dibagikan. Berlanjut dengan sandal dan pakaian untuk bermain. Setiap kelompok didampingi oleh seorang Mama, termasuk kelompok anak laki-laki sekalipun, sebab semua relawan yang terlibat dalam acara ini adalah perempuan.

¡§Masing-masing Mama silakan memilih pakaian untuk anak-anaknya,¡¨ kata Yen Cen, yang mengkoordinir barang-barang yang dibagikan. Seketika para Mama mengerubuti tumpukan pakaian beraneka warna dan model di atas sebuah meja besar, mencari pakaian yang paling bagus untuk anak-anak kelompoknya. Di belahan dunia mana pun, seorang ibu selalu sama, ingin memberikan yang paling baik untuk anak-anaknya.

Belajar Hal-hal Baru

Saat makan siang tiba. Sedikit sulit mengatur anak-anak itu untuk berbaris menuju ruang makan. Hidangan prasmanan yang tersaji diambil oleh-oleh anak-anak secara bergiliran. Meskipun sebelumnya telah diajari cara makan dengan sumpit, namun anak-anak yang belum terbiasa ini harus berjuang keras sepanjang saat makan. "Rasanya licin, tangan aku juga masih agak kaku," kata Yulianti yang telah duduk di kelas III SMK. Begitu keras perjuangan Yulianti sampai-sampai sumpitnya terjatuh pada saat makan. Meski akhirnya ia makan dengan sendok, namun Yulianti masih ingin mencoba lagi untuk memakai sumpit pada makan malam nanti.

Setelah makan, anak-anak kembali ke kamar mereka sementara gerimis masih terus turun. Di sana relawan mengajar lagu dan isyarat tangan 2 buah lagu Tzu Chi, "Satu Keluarga"dan "Tiga Tiada¡" yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Anak-anak tampak menyenangi kegiatan ini. Bersamaan dengan itu, hujan mereda. Relawan mengajak anak-anak untuk membersihkan lingkungan penginapan mereka dari daun-daun kering dan sampah.

Acara baru berjalan setengah hari, namun sudah lebih mudah mengajar anak-anak ini untuk kedua kalinya berbaris ke ruang makan, menyantap makanan ringan. Dalam suasana santai berlangsung interaksi antara relawan dengan anak-anak tersebut. "Saya suka isyarat tangan, tapi tangan saya masih kaku," kata Tessalonika (13 tahun). Christiani temannya mengiyakan, dan menambahkan, "Saya paling suka lirik "Kita Satu Keluarga", soalnya tadi bikin merasa seperti satu keluarga ama temen-temen." Christiani yang pernah berkunjung ke Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi merasa kagum pada siswa-siswi di sana yang telah luwes membawakan isyarat tangan.

Di meja yang lain, Rui Ing, tengah menjelaskan pada anak-anak tentang Tzu Chi. Sebagian besar anak-anak ini bahkan belum mengenal Master Cheng Yen. Sesungguhnya hal ini jualah yang melandasi dilaksanakannya kegiatan wisata ini. Tangerang berjarak cukup jauh dari Jakarta, apalagi anak-anak ini tinggal di daerah yang sulit dijangkau. Karena itu, meski biaya sekolah mereka ditunjang oleh Tzu Chi, namun tidak banyak yang mereka ketahui tentang yayasan tersebut. Maka, selain untuk mengisi liburan anak-anak, wisata ini juga bertujuan memperkenalkan Tzu Chi dan menumbuhkan budaya Tzu Chi pada mereka.

"Anak-anak mau jadi orang kaya nggak?" tanya Rui Ing. Ia lalu menjelaskan bahwa menjadi orang kaya tidak harus memiliki banyak uang. Siapa yang dapat membantu orang lain, itulah yang disebut sebagai orang kaya. Rui Ing mendorong 6 anak perempuan yang menatapnya itu untuk menyisihkan sedikit uang mereka untuk membantu orang lewat Tzu Chi, dan ternyata seluruhnya dengan sungguh-sungguh mengangguk tanda bersedia.

Artikel Terkait

Berbagi Kasih di Senjarawi

Berbagi Kasih di Senjarawi

21 Desember 2016
Berbagi waktu untuk mengasihi terhadap sesama dituangkan setiap detiknya bersama oma dan opa, semoga apa yang telah dilakukan oleh relawan Tzu Chi dapat memberikan inspirasi untuk saling mengasihi terhadap sesama
Tatapan yang Penuh Makna

Tatapan yang Penuh Makna

07 Juli 2010
Seiring berlalunya waktu Sofia yang telah 6 tahun menjalani pengabdian sebagai relawan mendapat ajakan dari salah satu relawan Tzu Chi untuk mengikuti pelatihan di Taiwan. Meski keyakinannya sebagai relawan masih belum memasuki ambang keteguhan, Sofia menyetujui ajakan itu dan mulai menabung serta mempersiapkan cendera mata yang akan ia persembahkan kepada Master Cheng Yen.
Memperindah Posko Daur Ulang

Memperindah Posko Daur Ulang

18 April 2011 Hari minggu yang biasanya dimanfaatkan untuk bermalas-malasan di rumah ataupun di tempat rekreasi, namun oleh para bodhisatwa Tzu Chi Pekanbaru justru digunakan untuk berolahraga dan melakukan kebajikan di Posko Daur Ulang Tzu Chi Pekanbaru.
Memiliki sepasang tangan yang sehat, tetapi tidak mau berusaha, sama saja seperti orang yang tidak memiliki tangan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -