Membangkitkan Kepercayaan Diri

Jurnalis : Riana Astuti, Fotografer : Riana, Dr Ong (He Qi Barat, Halim Kusin (He Qi Barat)

Rizuan (baju biru) dibantu relawan dan perawat pada saat akan menjalankan operasi katarak di Rumah Sakit IM Kesdam Banda Aceh.

Cuaca cerah menjadi latar dari berlangsungnya baksos kesehatan Tzu Chi Aceh. Pada kursi yang berjajar rapi di dalam tenda baksos terlihat seorang pria berkaos coklat tua duduk dengan tenang. Penampilannya agak necis dengan sepatu jenggel ala koboi. Sepintas tidak ada kekurangan dari fisiknya. Namun bila didekati dengan jelas, pria tersebut terkena katarak. Adalah Rizuan asal Desa Babarot, Blang Pidie, Aceh Barat Daya ini sudah dua tahun mengalami katarak. Menempuh perjalanan lebih kurang 12 jam dari rumah menuju Rumah Sakit IM Kesdam Banda Aceh merupakan upaya yang dilakukan agar bisa sembuh. Dalam tiap langkahnya terselip doa, harapan dan semangat untuk bisa keluar dari kondisinya yang sekarang.

Rizuan datang bersama dengan Sapari (kakak laki-laki pertama). Ia dipapah oleh relawan dan Sapari menuju ruang pemeriksaan. Sederet prosedur pemeriksaan dijalaninya, alhasil Rizuan akan segera dioperasi. Menunggu kedatangan dokter dari Jakarta, Rizuan  diajak ngobrol oleh relawan, ia nampak tidak percaya diri dengan mengepalkan tangannya dan mendaratkan dimulut ketika berbicara. Awalnya Rizuan hanya menjawab pertanyaan yang dilontarkan dengan jawaban singkat namun relawan terus berinteraksi hingga ia mau menjawab pertanyaan secara detail sembari diselingi dengan tawa. Rizuan pun terhanyut dengan suasana.  

Keseharian pria berusia 26 tahun ini dihabiskan hanya di dalam rumah saja dengan duduk-duduk, berbicara bersama keluarga dan tidur. Tidak ada pekerjaan yang dapat dilakukannya semenjak kedua matanya terkena katarak. “Semua berbayang. Tidak nampak dengan jelas, saya hanya bisa menghapal sudut rumah saja. di rumah hanya mandi dan buang air ke kamar mandi saja yang bisa dilakukan. Selebihnya berdiam diri,”papar Rizuan. Anak ketiga dari empat bersaudara ini sudah mendapatkan pelajaran hidup, tiap permasalahan yang dihadapi telah disikapi dengan sabar bahkan ketika ia tidak memiliki teman akibat gangguan fungsi penglihatannya.

“Meraba, menghapal ruangan di rumah hanya itu yang bisa dilakukan Rizuan di rumah. Kami sekeluarga prihatin dengan kondisinya. Masih muda tapi sudah terkena katarak. Padahal Bapak sama Mamak sudah lanjut usia,”cerita Sapari sembari mengelap peluhnya. Di keluarga, Rizuan adalah sosok anak yang mandiri dan bersemangat dalam berjuang untuk membantu keluarga meskipun ia hanya tamatan bangku sekolah dasar.

Dokter Vidyapati Mangunkusumo, salah seorang relawan TIMA ketika mengoperasi kedua mata Rizuan
Ini Semua Bukan Takdir   

“Aku tidak takut orang lain jauhin aku. Walau sekarang ini aku tidak bisa lihat. Tapi aku yakin aku bisa sembuh terus bisa liat lagi kayak dulu dan pastinya aku bakalan ada teman lagi,” imbuh Rizuan. Berada diposisi Rizuan memang tidak gampang, perlu berbesar hati untuk menerima cobaan. Berbekal sebuah impian untuk sembuh, jalinan jodoh menghampiri ketika anggota TNI datang ke rumahnya dan bertemu orangtua Rizuan. Tak diduga anggota TNI yang datang membawa kabar baik bahwa akan diadakan baksos kesehatan yang menangani katarak, pytergium, bibir sumbing dan benjolan. Mendengar berita yang disampaikan Rizuan dan keluarga turut dalam baksos yang digelar. Rizuan beserta Sapari pergi pada Kamis, 4 Desember jam 5 petang bersama rombongan pasien baksos dengan naik bis sampai di Kesdam pukul 5 pagi.

Sesampainya di tempat baksos, Rizuan diperiksa kedua bola matanya oleh tim TIMA (Tzu Chi International Medical Assosiation). Segera setelah diperiksa Rizuan mengganti pakaian dengan pakaian operasi dan menunggu kedatangan dokter di dalam ruang tunggu operasi. “Orangtua di rumah sedang berdoa buat kesembuhan Rizuan, sebab kami pun sudah bolak-balik bawa Rizuan berobat dari mulai pengobatan tradisional sampai dibawa ke klinik cuma tidak ada hasil. Rizuan cuma dikasih pil. Dokter klinik bilang Rizuan kena syaraf mata jadi tidak bisa liat. Kami sekeluarga sudah pasrah saja. Kami juga sudah tidak ada uang lagi buat obatin matanya,” kenang Sapardi.

Seusai salat Jumat pasien katarak mulai dioperasi. Kini giliran Rizuan yang dituntun oleh relawan menuju ruang operasi. Selama 15 menit mata kanan Rizuan dioperasi oleh Dokter Vidyapati Mangunkusumo. Setelah itu relawan memanggil Sapardi untuk membawa Rizuan ke ruang pemulihan, karena jarak rumah yang terlampau jauh maka relawan Tzu Chi menyediakan fasilitas penginapan di Rumah Sakit Kesdam bagi pasien. Keesokan harinya Rizuan melakukan post op pada mata kanannya dibantu relawan dan dokter. “Weh. Ini nampak sekarang mataku. Tidak ada bayang-bayang lagi,” serunya.  Biasanya bila terkena cahaya Rizuan hanya bisa melihat bayang namun ia mengetahui waktu siang dan sore hari dengan mendengar azan.

Melihat mata kanan adiknya sudah dapat melihat Sapardi pun sempat terharu, sebab keajaiban ini tak pernah diduganya. “ Sempat kami sekeluarga mengira ini adalah takdir Rizuan kalau ia sudah tidak bisa melihat lagi. Tapi sekarang adik saya sudah dapat melihat walau hanya menggunakan mata kanannya saja,” kata Sapardi dengan haru. Sebelum sakit Rizuan sering merantau ke daerah lain untuk mencari nafkah dengan menjadi tukang bangunan. Rizuan pun pernah pergi merantau ke Malaysia bekerja sebagai tukang bangunan dan bekerja disebuah kedai.

Selesai dioperasi, Rizuan duduk bersama pasien lain sambil menunggu Sapari (kakaknya) sekaligus pendampingnya datang menjemput.


Relawan membantu Rizuan menjalani post op mata kanannya . Setelah perban dibuka Rizuan pun mengetest fungsi penglihatannya. 

Masih Ada Harapan

Semangat dan doa Rizuan terkabul untuk mencapai kesembuhan. Dokter Vidyapati Mangunkusumo yang menangani Rizuan kembali mengoperasi mata kiri Rizuan pada keesokan harinya (6/12) setelah  proses post op. “Alasan saya mengoperasi mata Rizuan adalah tekad bulatnya untuk sembuh dengan menempuh perjalanan jauh.  Maka saya berpikir untuk mengambil tidakan operasi pada kedua matanya. Lagipula katarak pada kedua matanya sudah parah dan harus segera dioperasi. Alhamdulillah kami pun berhasil mengoperasi mata Rizuan. Selain itu kami memprioritaskan Rizuan sebab ia masih muda dan produktif,” jelas dr. Vidyapati Mangunkusumo.

Pasca operasi Rizuan diminta untuk menjaga kedua matanya agar tidak terinfeksi. Katarak pada mata Rizuan kemungkinan disebabkan oleh kelainan genentik yang mengakibatkannya katarak diusia dini. Dokter Vidyapati pun mengungkapkan katarak dapat dicegah meskipun banyak teori yang menyatakan bahwa katarak sulit untuk dicegah karena banyak sekali penyebabnya. Namun dari usia muda menjaga metabolisme  tubuh memperbanyak asupan antioksidan. Oksidasi hasil akhir dari kemunduran jaringan salah satunya katarak.  “ Saya menyerukan untuk warga Aceh khususnya untuk menjaga pola hidup sehat. Bila kita sehat maka segala aktivitas dapat dilakukan tanpa adanya hambatan,” ungkap dr. Vidyapati.

Pada operasi mata kirinya Rizuan terlihat percaya diri, hanya selangkah lagi ia dapat melihat dengan kedua matanya. “Bila operasi katarak ini berhasil saya akan rajin ibadah, soalnya dulu waktu saya masih bisa liat saya tidak pernah ibadah. Sekarang saya sadar. Saya pun ingin bekerja lagi untuk bantu Bapak sama Mamak di kebun sawit atau nanti saya akan tetap jadi kuli bangunan,” jelas Rizuan. Dokter Vidyapati juga menginginkan hal terbaik untuk kesembuhan Rizuan, sehingga pada waktu Rizuan pulang ke rumah ia sudah dapat melihat dengan indra penglihatannya. “ Kami berterima kasih pada Yayasan Buddha Tzu Chi, adik saya Rizuan dapat melihat lagi seperti dulu. Tanpa mengeluarkan biaya sepeser pun kami merasa lega sekaligus terharu. Ini bisa dibilang keajaiban untuk kami sekeluarga,” haru Sapardi.


Artikel Terkait

The beauty of humanity lies in honesty. The value of humanity lies in faith.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -