Mencintai Orang Tua dan Melayani Sesama

Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Metta Wulandari


Yenny Effendy terharu seraya memeluk putrinya setelah prosesi basuh kaki dilaksanakan.

Sebanyak 65 siswa dan orang tua mereka larut dalam rasa haru pada momen prosesi basuh kaki, di SMP Marie Joseph, Kelapa gading. Salah satu orang tua mengaku jarang sekali mereka bisa menatap mata anak-anak mereka dengan lekat. “Peluk anak juga sudah jarang karena mereka sudah besar, sudah gengsi, malu,” kata seorang ibu. Melalui prosesi basuh kaki itu, para orang tua bisa merasakan kasih sayang anak-anak mereka, dan sebaliknya.

“Saya sangat bahagia sekali, dua anak saya tumbuh menjadi anak-anak yang membanggakan orang tua,” kata Yenny Effendy. “Sampai tak terasa tadi saya menangis lama sekali sambil memeluk mereka,” lanjutnya yang baru pertama kali mengikuti prosesi basuh kaki ini.


Angelica Christy Fayola (kiri) dan Regina Gabrielle Viola (kanan) membasuh kaki Yenny Effendy. Mereka mengungkapkan kasih sayang mereka dalam prosesi basuh kaki.

Ketika kedua anak Yenny Effendy: Angelica Christy Fayola (kelas 9) dan Regina Gabrielle Viola (kelas 7), berlutut dan membasuh kakinya, ia teringat memori puluhan tahun lalu tentang perasaan bahagia saat anaknya terlahir di dunia. “Setelah mereka lahir, saya putuskan untuk mengasuh anak-anak sendiri. Anak pertama dan kedua, semua tanpa bantuan pengasuh,” ceritanya. Rasa bahagia yang ia rasakan dulu memang tak serta merta hadir setiap saat karena ada kalanya dua putrinya, layaknya anak-anak lain, melakukan kenakalan-kenakalan kecil. “Tapi saya sangat bersyukur, mereka gampang dibilangin, nurut sama orang tuanya,” aku Yenny.

Basuhan halus di kaki Yenny hari itu, Selasa (16/4/19), tak hanya membuat ibu dua anak itu menangis haru tapi juga menambah rasa sayangnya pada belahan hatinya. “Saya bayangkan di dunia yang penuh dengan hal-hal tak terduga seperti sekarang ini, mempunyai anak yang patuh dan bisa berbakti pada orang tua adalah sebuah berkah yang luar biasa,” ungkapnya.

Melalui prosesi basuh kaki ini, tak habis pula doa yang Yenny tujukan untuk anak-anaknya, semoga mereka menjadi anak yang bisa berguna dalam kebaikan. Baginya kegiatan ini menjadi kegiatan yang sangat patut ditiru dan dilakukan oleh semua pihak. “Anak-anak harus berbakti pada orang tua, sebaliknya orang tua harus menyadari rasa sayang yang diberikan oleh anak-anak,” kata Yenny.


Sebelum prosesi dilaksanakan, Romo Ambrosius terlebih dulu memberikan doa pada air yang akan digunakan untuk prosesi basuh kaki.

Prosesi basuh kaki, di SMP Marie Joseph memang dilakukan dalam waktu yang singkat. Hanya sebatas 10 hingga 15 menit saja. Namun waktu yang singkat itu meninggalkan bekas yang amat dalam di hati mereka yang mengikutinya. Para orang tua dan siswa pulang dengan perasaan yang bahagia, saling menyayangi satu sama lainnya.

Hidup Saling Dukung dan Berdampingan

Vivi Tan, relawan Tzu Chi komunitas He Qi Timur yang hadir mendampingi prosesi basuh kaki di SMP Marie Joseph merasakan kehangatan yang tercipta di Aula sekolah tersebut. “Saya sangat bahagia karena prosesi ini tujuannya untuk memupuk bakti anak pada orang tua. Filosofi Tzu Chi kan juga menekankan untuk berbakti. Jadi kami sangat mendukung,” ujar Vivi yang datang bersama lima orang relawan lainnya.

Vivi juga terkesan atas undangan yang diberikan kepada Tzu Chi untuk memberikan pendampingan pada prosesi basuh kaki – yang sebenarnya diselenggarakan dalam rangka menyambut Tri Hari Suci umat Katolik (Kamis Putih, Jumat Agung, Sabtu Suci) tersebut. Vivi menilai bahwa, cinta kasih universal yang disebarkan dengan ketulusan mampu meluruhkan sekat-sekat pembeda. “Dengan adanya sekolah (berbasis agama) Katolik bisa mengundang dan mengajak Tzu Chi bekerja sama, ini suatu poin yang besar. Bahwa cinta kasih itu tidak ada batasannya,” ungkap Vivi.


Vivi Tan, relawan Tzu Chi komunitas He Qi Timur berbagi kisah kepada para siswa sebelum prosesi basuh kaki dilakukan.

Vivi pun menegaskan bahwa penerapan basuh kaki bukanlah semata budaya Tzu Chi, melainkan ungkapan kasih sayang yang bisa dilakukan siapapun. Anak kepada orang tuanya masing-masing. “Karena dari apa yang mungkin sederhana, basuh kaki orang tua, efeknya sangat besar – bisa menimbulkan perasaan yang sangat dalam antara anak dan orang tua,” katanya.

Teladan Dalam Kehidupan

Itulah mengapa Lusia Sri Rejeki, Kepala Sekolah SMP Marie Joseph sudah dua kali meminta para pengajar di sekolah untuk menyelenggarakan kegiatan prosesi basuh kaki ini. Ia mengundang relawan Tzu Chi untuk mendampingi prosesi. Tahun lalu kegiatan ini juga sudah pernah diadakan di sekolah ini. Dan tahun ini, peminatnya semakin meningkat. Jenjang pendidikan lain di Sekolah Marie Joseph pun ikut mengadakan kegiatan serupa. “Tahun ini selain siswa SMP lebih banyak yang ikut, siswa SD dan SMA juga pertama kali mengadakan basuh kaki,” jelas Lusi.


Lusia Sri Rejeki, Kepala Sekolah SMP Marie Joseph berterima kasih kepada seluruh relawan dan tim, serta para siswa juga orang tuanya yang berkenan hadir untuk mengikuti prosesi basuh kaki.

Selain bakti pada orang tua, dimomen ini Lusi juga ingin mengingatkan siswanya tentang kisah Yesus yang membasuh kaki 12 muridnya. “Yesus dengan tulus merendahkan diri di depan para muridNya untuk memberikan pelayanan,” ungkap Lusi. Dari kisah tersebut, Lusi berharap para siswanya bisa meneladani Sang Juru Selamat agar bisa memberikan pelayanan kepada siapa saja dan menjadikan diri mereka bermanfaat bagi orang lain.


Editor: Yuliati


Artikel Terkait

Mencintai Orang Tua dan Melayani Sesama

Mencintai Orang Tua dan Melayani Sesama

25 April 2019
Vivi Tan menegaskan bahwa penerapan basuh kaki bukanlah semata budaya Tzu Chi, melainkan ungkapan kasih sayang yang bisa dilakukan siapapun. Anak kepada orang tuanya masing-masing. “Karena dari apa yang mungkin sederhana, basuh kaki orang tua, efeknya sangat besar – bisa menimbulkan perasaan yang sangat dalam antara anak dan orang tua,” katanya.
Berlombalah demi kebaikan di dalam kehidupan, manfaatkanlah setiap detik dengan sebaik-baiknya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -