Mengedepankan Cinta Kasih dalam Pendidikan

Jurnalis : Chrestella Budyanto, Fotografer : Dok. Sekolah Tzu Chi Indonesia


Pertunjukan drama oleh guru-guru TK Tzu Chi mengenai empat misi Tzu Chi: misi amal, misi kesehatan, misi pendidikan, dan misi budaya humanis.

Master Cheng Yen percaya, setiap orang memiliki cinta kasih di dalam hati. Kesibukan sehari-hari dapat menjadi penghalang untuk berbuat kebajikan, sedianya, berbuat akan membawa berkah bagi setiap manusia.

Dalam menyambut tahun dan semester yang baru, 6 Januari 2020 lalu, 320 guru dan staf Sekolah Tzu Chi Indonesia berkumpul bersama dalam pelatihan budaya humanis yang mengusung tema Compassion in Action di Auditorium Internasional Hall, Aula Jing Si. Sesi satu hari ini membagikan kembali pendekatan humanis yang dapat diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar.

Relawan Tzu Chi, Agus Hartono dan Christine Tjen turut meluangkan waktunya untuk memberikan paparan akan pentingnya memiliki rasa cinta kasih, baik lewat kegiatan amal maupun melalui pemahaman kelas saji teh yang dapat diterapkan dalam keseharian mengajar.

Tugas guru bukan sekadar mengajar di dalam kelas tetapi juga mendukung pertumbuhan karakter dan emosi anak sehingga kelak tumbuh menjadi pribadi dengan hati yang humanis.


Rollies Niasi Simamora (tengah), guru TK Tzu Chi mengecat rumah warga di Kamal Muara, Penjaringan. 

Agus yang sehari-harinya juga mengajar kelas budaya humanis di Sekolah Tzu Chi berharap, pada tahun yang baru ini Sekolah Tzu Chi akan selalu mampu menjaga sikap humanis, dan melanjutkan apa yang diajarkan oleh Master Cheng Yen dalam visi misinya.

“Banyak sekali prinsip yang baik seperti bersyukur dan cinta kasih. Namun, bagaimana kita bisa mengimplementasikan ini, mudah-mudahan dengan menjalankan prinsip yang baik ini, kita bisa menggarap ladang berkah bagi guru dan murid-murid,” katanya.

Empat Misi Tzu Chi

Selain penyampaian materi dari kedua relawan, ada pula pertunjukan drama untuk menekankan kembali empat misi Tzu Chi yakni misi amal, misi kesehatan, misi pendidikan, dan misi budaya humanis. Empat misi ini ditampilkan lewat pertunjukan drama mengenai keadaan perang di Suriah, yang tentunya mempengaruhi kehidupan penduduk Suriah, terutama ibu dan anak-anak.

Rollies Niasi, Guru TK Tzu Chi yang berperan sebagai salah satu anak yang terkena dampak perang menjelaskan melalui drama ini, kita berusaha menunjukan kalau perang itu sangat merugikan orang banyak, terutama anak-anak, “Tapi satu hal yang saya tangkap, betapa besarnya kontribusi Tzu Chi. Mereka menolong tanpa memikirkan kondisi di lapangan seperti apa. Suasana perang itu pasti sangat mencekam, jadi bantuan sekecil atau sebesar apapun pasti sangat berharga.”


Para guru, staff, dan board sekolah Tzu Chi Indonesia berfoto bersama di depan Aula Jing Si, PIK.

Rollies juga melanjutkan, membantu orang lain bukan hanya hal yang baik dilakukan untuk penerima bantuan, tetapi juga untuk diri sendiri, “Kita sebagai manusia juga ketika membantu mereka, kita bisa merasakan apa yang mereka rasakan sehingga kita bisa menjadi manusia yang lebih baik.”

Bagi Rollies, empat tahun di Sekolah Tzu Chi tidak hanya memberikan kesempatan bagi dia untuk mendidik anak-anak, tetapi juga untuk mengembangkan diri. “Setiap ada kesempatan untuk terjun ke lapangan dalam misi amal, saya usahakan ikut. Awalnya dulu ada rasa sungkan untuk pergi membantu orang, tapi setelah empat tahun, ternyata sekarang malah jadi nempel di hati.”

Hal ini senada dengan apa yang disampaikan relawan Tzu Chi, Agus Hartono, “Membantu orang lain itu memupuk ladang berkah bagi kita.” Bagi seorang guru, mengajar berarti mengemban misi pendidikan Tzu Chi seraya membagikan semangat cinta kasih.

Pentingnya Mengajar dengan Cinta Kasih

Direktur Sekolah Tzu Chi, Sudino Lim, dalam sesinya menekankan pentingnya memiliki hati yang penuh kasih ketika mengajar. “Di era teknologi yang kian berkembang, hampir semua pekerjaan bisa tergantikan oleh mesin, tapi hati yang penuh dengan cinta kasih tidak akan tergantikan oleh apapun,” tuturnya.


Acara Humanistic Camp ini ditutup dengan menyanyikan lagu Satu Keluarga bersama-sama. 

Rollies, sebagai seorang guru TK dengan keseharian bersama siswa-siswi batita, mengaku memang tidak ada yang lebih penting dalam mendidik selain cinta kasih. “Saya kan ngajar anak-anak dengan berbagai karakter, dan usia anak-anak lebih perlu banyak perhatian dibandingkan anak-anak di jenjang pendidikan lebih tinggi. Tanpa cinta kasih dan kesabaran, kita sebagai guru tidak akan bisa memahami mereka.”

Rollies melanjutkan, “Dengan cinta kasih yang kita pancarkan akan membuat anak-anak lebih mudah berinteraksi dengan guru dan teman sehingga lebih mudah menerima materi dalam kelas.” Menurut Rollies, hal ini tidak lepas dari cinta kasih dan penerimaan yang baik dari pendidik.

Editor: Metta Wulandari


Artikel Terkait

Mengedepankan Cinta Kasih dalam Pendidikan

Mengedepankan Cinta Kasih dalam Pendidikan

10 Januari 2020 Dalam menyambut tahun baru, 320 guru dan staf Sekolah Tzu Chi Indonesia ikut serta dalam pelatihan budaya humanis pada 6 Januari 2020 di Aula Jing Si, Pantai Indah Kapuk.
Kehidupan masa lampau seseorang tidak perlu dipermasalahkan, yang terpenting adalah bagaimana ia menjalankan kehidupannya saat ini.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -