Sentuhan Hangat Pembawa Damai

Jurnalis : Veronika Usha, Fotografer : Himawan Susanto
 
foto

Meski tak lagi bisa melihat dengan normal, Lasini tetap dapat merasakan suapan kebahagiaan yang diberikan oleh relawan Tzu Chi Jakarta yang datang mengunjungi anaknya yang selama ini mendapat bantuan pengobatan dari Tzu Chi.

Hari ini tidak ada firasat apapun yang kurasakan, semuanya sama seperti hari-hari sebelumnya. Namun siang itu, ketika aku tengah sibuk dengan urusan dapur, sayup-sayup aku mendengar keramaian di terasku. Awalnya suara itu terdengar hanya berasal dari satu atau dua orang, namun tidak lama kemudian aku mendengar suara itu semakin ramai.

“Halo, selamat siang Ibu Lasini.” Sapaan hangat itu tiba-tiba saja membuyarkan lamunanku. Dengan lembut, sebuah tangan menuntunku perlahan menuju ruang tamu. Ternyata di ruang tamu, Sulyadi (70), suamiku sudah asyik bercengkrama dengan para tamu yang ternyata adalah relawan Tzu Chi dari Jakarta.

Mereka adalah penolong anak kami Jarwi (25) yang sempat terpuruk tidak berdaya karena penyakit lambung dan usus buntu yang dideritanya. Hari ini bukanlah kunjungan mereka yang pertama, sebelumnya lebih kurang empat bulan lalu mereka juga pernah mengunjungi kami sambil memberikan beberapa barang-barang kebutuhan rumah tangga.

Aku tidak tahu berapa jumlah mereka saat itu. Maklum, sejak tiga lalu penglihatanku sudah tidak dapat berfungsi lagi. Namun aura kehangatan mereka dapat kurasakan. Dengan penuh perhatian mereka menanyakan kondisi kesehatan kami. Tidak hanya itu, salah satu dokter yang bernama Kurniawan pun sempat memeriksa kedua mataku ini.

“Ibu pernah sakit mata yah?” tanya dokter itu, dan tentu saja aku langsung mengiyakan. Dulu aku memang sempat menderita sakit mata namun karena masalah biaya, aku terpaksa tidak memeriksakan penyakit itu ke dokter. Dan ternyata menurut dr. Kurniawan, penyakit mata yang aku alami dulu adalah salah satu pemicu kebutaanku sekarang. “Sakit mata yang ibu alami mengalami infeksi dan pembengkakan, sehingga akhirnya merusak urat syaraf mata ibu, sehingga mengakibatkan kebutaan.”

Tidak hanya memeriksa diriku dan seluruh keluargaku, para relawan Tzu Chi juga menyuapiku dengan penuh kasih sayang. Mereka juga menceritakan banyolan-banyolan ringan yang mengendurkan urat syaraf, meskipun komunikasi kami masih harus diterjemahkan karena keterbatasan bahasa Indonesia yang aku kuasai, tetapi hal itu tidak menjadi halangan bagi kami untuk berbagi kebahagiaan.

foto  foto

Ket : - Kehangatan yang terpancar dari insan Tzu Chi memberikan rasa nyaman kepada anak-anak. Pelukan serta
           perhatian yang tulus membuat mereka merasa seperti berada bersama keluarganya sendiri. (kiri)
         - Setelah sembuh dari penyakitnya, Suwanto atau yang akrab disapa Wanto kini aktif sebagai salah satu
           relawan Tzu Chi di Pati. (kanan)

Kami Datang Dengan Cinta
Sentuhan lembut relawan Tzu Chi tidak hanya tercipta untuk keluarga Lasini, namun dirasakan juga oleh lebih kurang 12 keluarga pasien di Pati dan sekitarnya. Kunjungan kasih yang dimulai tanggal 25 April 2008 hingga 27 April 2008 ini, ditujukan kepada para pasien Tzu Chi yang sudah sembuh maupun yang masih dalam tahap pengobatan.

Meskipun harus menempuh perjalanan yang cukup jauh untuk bisa sampai ke rumah para pasien yang mayoritas berada di atas pegunungan, para relawan tetap menempuh medan tersebut dengan sukacita.

“Saya salut dengan masyarakat di sini. Meskipun mereka berada dalam kondisi yang memprihatinkan, tapi wajah mereka tetap terlihat tulus dan tanpa beban. Mereka mencoba menerima semuanya dengan lapang dada,” tutur Like, salah satu relawan yang mengaku baru pertama kali melakukan kunjungan ke Pati.

Tidak hanya Like, Po San yang juga aktif dalam setiap kunjungan menuturkan hal yang serupa. “Saya sering sekali melakukan kunjungan ke Pati. Seperti Sugito, dulu ketika pertama kali saya melihatnya kondisinya sangat memprihatinkan, tapi sekarang dia sudah seperti orang yang tidak sakit. Melihat kesembuhan dan semangat mereka untuk berjuang merupakan satu kebahagiaan yang luar biasa bagi saya.”

foto  foto

Ket : - Dalam kunjungan kasih, para insan Tzu Chi juga mengajarkan isyarat tangan "Kita Satu Keluarga", kepada
           para pasien. Isyarat ini otomatis semakin mengakrabkan para insan Tzu Chi dengan pasien. (kiri)
         - Para Shi-jie (Panggilan insan Tzu Chi yang wanita) juga tidak ragu untuk bersama bergotong-royong
           mengangkat kardus-kardus bantuan untuk para pasien. (kanan)

Kunjungan kasih ini memang bukanlah yang pertama. Tzu Chi sudah cukup lama concern terhadap program anak asuh di Pati. Namun karena kondisi kesehatan masyarakat Pati juga cukup memprihatinkan, maka akhirnya Tzu Chi pun memberikan bantuan kesehatan untuk masyarakat di sana.

“Sebenarnya dengan kunjungan kasih, kami ingin menyebarkan lebih banyak benih cinta kasih kepada para pasien. Sehingga nantinya ketika para pasien ini sembuh, mereka juga tergerak untuk membantu orang lain yang membutuhkan uluran tangan mereka,” tegas Ratna Kumala, salah satu relawan yang sering turut serta dalam setiap kunjungan.

Dalam setiap kunjungan, para relawan mengajak para pasien untuk sharing, menghibur mereka, ataupun memotivasi mereka untuk berbuat kebajikan.

“Kami berharap nantinya akan ada Wanto-Wanto lain (Salah satu pasien radang usus yang setelah sembuh membaktikan diri menjadi relawan Tzu Chi, agar bisa membantu masyarakat lain yang membutuhkan uluran tangannya -red), sehingga akan lebih mudah bagi kita untuk meringankan beban mereka yang membutuhkan,” tambah Ratna dengan penuh harap.

 

Artikel Terkait

Memulai Jodoh Menjadi Satu Keluarga

Memulai Jodoh Menjadi Satu Keluarga

13 Agustus 2015 Pada Minggu, 26 Juli 2015, insan Tzu Chi Batam melakukan sosialisasi relawan baru di Kantor Tzu Chi Batam kepada 48 calon relawan baru.
Bulir-bulir Beras Cinta Kasih

Bulir-bulir Beras Cinta Kasih

16 Februari 2012 Pembagian kupon beras berlangsung pada tanggal 24 – 27 Januari 2012, para relawan terbagi menjadi 20 tim di mana masing-masing tim terdiri dari 2 hingga 3 orang serta didampingi oleh pengurus RT setempat.
Membuang Mitos Bulan Hantu

Membuang Mitos Bulan Hantu

22 September 2014 Mitos bahwa bulan tujuh penanggalan Imlek adalah bulan hantu sudah lama dipercayai oleh masyarakat etnis Tionghoa. Hal ini yang mendasari Kantor Penghubung Tzu Chi di Kota Tebing Tinggi untuk menggelar acara doa bersama pada tanggal 7 September 2014 di Sekolah Djuanda.
Hanya orang yang menghargai dirinya sendiri, yang mempunyai keberanian untuk bersikap rendah hati.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -