Tak Menyerah dengan Keadaan, Bernadin Raih Impiannya Menjadi Dokter

Jurnalis : Khusnul Khotimah, Fotografer : Khusnul Khotimah

doc tzu chi indonesia

Para penerima beasiswa tzu Chi menutup gathering dengan memilah sampah daur ulang di  Depo Pendidikan Pelestarian Lingkungan Tzu Chi Center,  Minggu, 17 Desember 2017.

Kemarin, Minggu 17 Desember 2017 merupakan gathering pamungkas bagi para penerima beasiswa Tzu Chi pada tahun ini. Setiap bulannya mereka mengikuti gathering yang memberikan mereka bimbingan dalam menjalani perkuliahan. Haryo Suparmun, salah satu relawan pendamping mengaku sangat bersyukur, para penerima beasiswa ini menjalani proses belajar yang lancar dan mencapai IPK yang baik.

“Dan paling bahagia adalah di bulan tujuh dan delapan kemarin sudah banyak juga yang diwisuda. Beberapa juga predikatnya sangat baik. Ini juga mencerminkan tekad belajar mereka yang baik, sehingga mereka dengan berbagai keterbatasan, terutama keterbatasan keuangan bisa mengatasinya dan mendapatkan hasil nilai kuliah yang baik,” kata Haryo.

Tahun ini ada beberapa penerima beasiswa Tzu Chi yang baru bergabung. Tentu ini membuat Haryo dan relawan pendamping lainnya mengeluarkan tenaga lebih ekstra, antara lain dalam hal mengenalkan budaya Tzu Chi. Sementara itu dalam gathering kali ini, ratusan mahasiswa dari berbagai universitas ini mempraktikkan pemilahan sampah daur ulang di Depo Pelestarian Lingkungan yang ada di Tzu Chi Center yang Minggu 10 Desember 2017 lalu baru diresmikan.

Haryo Suparmun (paling kanan) bersyukur dengan prestasi para penerima beasiswa Tzu Chi tahun ini.


Bernadin (memakai sweater hitam) merupakan penerima beasiswa Tzu Chi yang rajin mengikuti gathering.

Salah satu penerima beasiswa Tzu Chi ini ada yang baru saja mengucapkan Sumpah Dokter Indonesia. Namanya Bernadin Wijaya (24). Ia mendapatkan bantuan biaya pendidikan saat semester 3 hingga semester 11 yang berarti selama empat tahun di Universitas Trisakti. Sebelumnya yang membiayai kuliah Bernadin adalah sang ayah yang menjadi satu-satunya tulang punggung keluarga. sementara ibu Bernadin adalah ibu rumah tangga.

Suatu ketika pada Desember 2013, sang ayah masuk rumah sakit. Saat dicek ternyata memiliki HB yang rendah, yakni hanya di angka 4. Disinyalir karena sang ayah sering minum obat seperti obat asam urat, yang kemudian menyebabkan lambungnya luka dan berdarah. Selama seminggu sang ayah dirawat di rumah sakit. Namun karena sudah parah terjadilah infeksi ke seluruh badan. Pada hari kelima sang ayah koma, dan pada hari ketujuh meninggal dunia. Tak hanya sedih ditinggal sang ayah yang sangat disayanginya, kuliah Bernadin pun terancam berhenti di tengah jalan.

“Waktu itu saya panik banget. Papa satu-satunya yang cari nafkah, biaya kedokteran mahal, kira-kira 25 juta per semester. Saya masih ada tabungan, cuma cukup buat satu semester saja, bagaimana nih. Saya sudah cari ke sana, ke sini. Saudara belum ada yang sanggup bantu sebegitu besar. Bahkan ada saudara yang bilang, tidak ada biaya ya sudah, stop saja,” kenangnya.  

Tentu tak semudah itu Bernadin menyerah. Apalagi almarhum ayah sudah membayarkan uang muka sebesar Rp 150 juta juga 25 juta selama dua semester.

“Saya tidak pengen ya, saya pengennya lanjut. Saya cari ke sana, ke mari, cari ke pemerintah. Akhirnya mamanya teman, dia dokter juga, tahu tentang Tzu Chi menyarankan untuk mengajukan bantuan ke Tzu Chi,” katanya.

Bernadin pun diantar temannya ke Tzu Chi Center dan dipertemukan dengan Lulu, relawan Tzu Chi yang menangani beasiswa. Ia pun menceritakan keadaannya. “Ya, baik, kami pertimbangkan dulu,” jawab Lulu, saat itu. Ia pun melihat transkrip nilai Bernadin yang saat itu pada semester 2 mencapai 3,15.

“Mama berdoa terus setiap hari,” kata ibunda Bernadin, Maria Cecilia saat itu yang sangat mendukung keinginan anaknya untuk terus bisa kuliah. 

Sebelum kenal Tzu Chi, Bernadin selalu berpikir bahwa seseorang itu bekerja hanya untuk diri sendiri dan keluarga. Namun setelah mengenal Tzu Chi, ia mengerti bahwa hidup haruslah memberikan manfaat yang banyak bagi orang lain yang membutuhkan.

Pihak Tzu Chi Indonesia juga menghubungi relawan Tzu Chi Lampung agar mengunjungi ibu Bernadin untuk proses wawancara. Tak sampai tiga minggu, Bernadin pun diberi kabar baik.

“Waktu itu saya sedang kuliah, diberi kabar untuk datang ke Tzu Chi Center, saya ke sana dan di-ACC. Waktu itu saya senang sekali. Dibantu Tzu Chi ya itu suatu mukjizat ibaratnya,” ujarnya.

Proses belajar dijalani Bernadin dengan semangat hingga wisuda pada tahun ke-3,5. Setelah itu ia menjalani Co-Ass selama dua tahun. Ia lalu mengikuti ujian negara, dan dinyatakan lulus. Pada 11 November 2017 lalu Bernadin juga telah mengucapkan Sumpah Dokter. Saat ini Bernadin telah bekerja di Klinik Kharisma di bilangan Sunter.

Ada satu hal lain yang sempat membuat Bernadin terkejut. Setelah lulus, pihak kampus tak bisa mengeluarkan ijazah karena ternyata cicilan uang masuk yang keempat belum dibayar.

“Kaget sekali, soalnya sebelum papa meninggal kan saya tanya. Katanya sudah lunas, cicilan kelima pun sudah. Berarti saya tidak usah tanya ke kampus. Pihak kampus pun tidak pernah tanya ke saya. Tahu-tahu saat saya sudah lulus, ijazah tak bisa diberikan. Kaget banget saya. Saya cek buku tabungan papa, saya tanya ke bank, ternyata benar ada yang luput di cicilan ke empat. Saya panik, waktu itu 29 juta cicilannya,” ujarnya.

Pada 11 November 2017, Bernadin mengucapkan Sumpah Dokter Indonesia.

Bernadin pun menceritakan hal ini kepada Doris dan Mela, yang menangani para penerima beasiswa Tzu Chi. Doris menjelaskan padanya bahwa selama ini bantuan pendidikan diberikan untuk tahun ke depannya, tidak berlaku surut ke belakang. Namun pihak yayasan pun mempertimbangkan bahwa dirinya selalu datang pada pertemuan para penerima beasiswa Tzu Chi.

“Akhirnya kemarin disetujui, ya saya bersyukur sekali. Saya sangat bersyukur karena saya bisa kenal sama Tzu Chi. Pokoknya saya berutang budi kepada Tzu Chi karena bisa membantu saya mencapai impian saya menjadi dokter,” pungkasnya.

Editor: Yuliati


Artikel Terkait

Dapat IPK Sempurna, Inilah Motivasi Novrin

Dapat IPK Sempurna, Inilah Motivasi Novrin

25 Oktober 2016
Namanya Novrin Sensela Putri, mahasiswi penerima beasiswa Tzu Chi yang kini menempuh pendidikan keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus, Jakarta. Prestasinya mengagumkan, ia meraih Indeks Prestasi Kumulatif (IPK)4,0. Namun bagi Novrin, IPK yang sempurna bukanlah tujuan utama. Ada hal yang lebih penting dari itu.
Tak Menyerah dengan Keadaan, Bernadin Raih Impiannya Menjadi Dokter

Tak Menyerah dengan Keadaan, Bernadin Raih Impiannya Menjadi Dokter

18 Desember 2017
Kemarin, Minggu 17 Desember 2017 merupakan gathering pamungkas bagi para penerima beasiswa Tzu Chi pada tahun ini. Di tahun ini juga ada salah satu penerima beasiswa Tzu Chi mengucapkan Sumpah Dokter-nya. Namanya Bernadin Wijaya.
Merajut Jodoh Kebaikan

Merajut Jodoh Kebaikan

20 November 2014 He Qi Selatan melakukan tiga kegiatan yaitu, Sosialisasi Sekolah Tzu Chi Indonesia untuk tingkat SMP kelas 1 dan 2 di Pantai Indah Kapuk, pameran produk Jing Si dan sosialisasi untuk relawan baru.
Hakikat terpenting dari pendidikan adalah mewariskan cinta kasih dan hati yang penuh rasa syukur dari satu generasi ke generasi berikutnya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -