Tangan - Tangan Mujarab

Jurnalis : Veronika Usha, Fotografer : Veronika Usha
 
foto

* Tanpa ragu dan canggung Vivian menyuapi Semi yang sedang menanti giliran operasi. Kasih sayang para relawan dirasakan Semi sangat dekat seperti cucu sendiri.

Bukan sulap, bukan sihir,
Cinta kasih membuat penyakit terusir.

Sejak tiba di Klinik Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, 26 Oktober 2008, Nenek Odah memang sudah terlihat pucat. Baju kebaya merah yang melekat di tubuhnya, mulai kusut di beberapa bagian. Mungkin karena beberapa kali nenek berumur 91 tahun ini merebahkan tubuhnya ke segala arah, sehingga kain kebaya itu tertarik kesana kemari. Matanya pun terlihat sangat lelah, seperti tidak tidur semalaman, berusaha keras berkompromi dengan tubuh rentanya, yang tengah tidak enak badan.

Kurang lebih setengah jam, Nenek Odah terdiam lesu di bangku tunggu pasien. Seperti beberapa pasien lainnya, Odah memang sedang menunggu giliran untuk menjalani baksos operasi katarak, yang diadakan oleh Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia yang bekerja sama dengan Korps Brigade Mobil (Brimob), 24-26 Oktober 2008. Kerja sama ini juga dalam rangka ulang tahun Brimob yang ke-63.

Berada di antara alam sadar dan tidak, tiba-tiba Nenek Odah merasakan sepasang tangan hangat mulai menyentuh kulit keriputnya. Tangan itu menekan-nekan pergelangan tangan, telapak tangan, hingga jari-jari tangannya pun tidak luput dari pijitan tangan itu.

“Lagi sakit ya, Nek?” ucap sang empunya tangan. Odah hanya mengangguk pelan mengiyakan, sambil terus menikmati pijitan. Tidak banyak bicara namun tetap bekerja, itulah yang dilakukan Linda, sang empunya tangan yang ternyata seorang relawan biru putih Tzu Chi.

“Bahasa Indonesia saya tidak lancar, jadi susah ajak orang untuk bicara banyak,” tutur Linda, yang merasa bahwa, dengan pijitan ia juga bisa memberikan kehangatan dan rasa nyaman.

Penuh semangat Linda memijit Odah. Tidak hanya daerah tangan, Linda juga memijit punggung serta kaki sang nenek. “Saya memang senang memijit. Tadi saya lihat nenek ini, seperti sedang sakit, makanya saya pijit. Eh ternyata benar dia bilang dia memang lagi kurang enak badan,” jelas Linda. Ia mengaku jadi teringat ibunya, yang saat ini tengah terbaring di rumah sakit karena penyakit kanker.

foto   foto

Ket : - Pijatan yang penuh cinta kasih dari Linda di punggung Odah, dapat mengusir ketegangan yang
            dirasakannya praoperasi. (kiri)
         - Setelah selesai menjalani operasi, beberapa pasien juga mendapatkan pengarahan dari relawan tentang
            tata cara penggunaan obat pasca operasi. (kanan)

Linda tak kuasa menahan haru yang tiba-tiba menyergap hatinya, ketika membicarakan Sang Bunda. Mata wanita asal Kuala Lumpur, Malaysia, yang sudah hampir dua setengah tahun bergabung dengan Tzu Chi tersebut, perlahan mulai berkaca-kaca. “Saya ambil waktu untuk bekerja di Tzu Chi dulu, setelah itu baru jaga mama. Kemarin-kemarin saya tidak sempat bantu Tzu Chi, tapi karena hari ini suami saya bisa jaga mama, jadi saya bisa bantu Tzu Chi,” jelasnya.

Di tengah kegelisahan Linda menjaga ibunya yang sakit, ternyata dia juga masih berjiwa besar untuk membantu orang lain bersama Tzu Chi. Kasih sayang yang tulus dari tangan Linda, secara langsung atau tidak telah memulihkan kondisi tubuh Nenek Odah. Setelah dipijit, dia bahkan tertidur lelap di bangku tunggu pasien.

Melayani Dengan Tulus
Tidak hanya Odah yang merasakan kasih sayang para relawan Tzu Chi. Semi (72), salah satu pasien yang harus kehilangan kedua penglihatannya karena katarak juga merasakan hal yang serupa.

“Awalnya takut sekali mau di operasi. Tadi pas sampai di sini saya mah masih tegang, tapi habis diajak ngobrol sama ibu-ibu dari yayasan Tzu Chi, jadi lebih tenang,” ucap ibu dari tujuh orang anak ini.

Cerita demi cerita mengalir dengan santainya. Seperti sahabat jauh yang sudah lama tidak bertemu, Semi dan relawan Tzu Chi langsung terlibat akrab dalam beberapa perbincangan.

Bahkan ketika jam menunjukkan waktu untuk makan siang, tanpa ragu-ragu, Vivian, salah satu relawan Tzu Chi, bersedia menyuapi Semi. Seperti menyuapi ibunya sendiri, dengan sabar dan lembut, sesendok demi sesendok makanan masuk ke mulut Semi. “Perhatian mereka mah rasanya lebih-lebih dari cucu sendiri,” ungkap Semi jujur.

foto   foto

Ket : - Beberapa relawan baru pun terlihat turut serta dalam baksos kesehatan ini. Tidak hanya melayani para
            pasien, relawan yang mayoritas masih berusia muda ini juga belajar untuk menebarkan cinta kasih. (kiri)
         - Selain tenaga medis, dokter dan perawat, para relawan juga berperan mendampingi pasien dari luar kamar
            operasi hingga ruang pemulihan. Kehadiran mereka memberikan kehangatan bagi pasien dan
            meringankan tugas dokter. (kanan)

Melayani dengan tulus adalah salah satu ciri pelayanan yang diberikan oleh Tzu Chi. Kegiatan Bakti Sosial Kesehatan Tzu Chi ke-52, yang diikuti oleh 22 dokter, 12 perawat, dan 6 apoteker ini, berhasil melayani 242 pasien katarak dan 27 pasien pterygium.

Melissa Wijaya, salah satu relawan yang baru pertama kali bergabung dengan Tzu Chi, mengaku kagum melihat pelayanan yang diberikan oleh para relawan. “Rasanya luar biasa bangga dan seru banget, bisa bergabung menjadi relawan Tzu Chi. Semua pelayanan yang diberikan oleh para relawan kepada pasien tidak pandang bulu dan begitu tulus, seperti keluar dari lubuk hati,” ucap wanita ini. Melissa turut membawa adiknya menjadi relawan.

Melihat secara langsung bagaimana tangan-tangan mujarab para relawan Tzu Chi menumbuhkan ketenangan di hati para pasien, membuat Melissa tergugah untuk melakukan hal yang sama. Naluri cinta kasih yang perlahan tumbuh, mulai menyadarkannya bahwa, tidak hanya pengobatan medis, cinta kasih adalah obat yang paling mujarab untuk menyembuhkan penyakit.

 

Artikel Terkait

Indahnya Berbagi di Bulan Suci Ramadan

Indahnya Berbagi di Bulan Suci Ramadan

06 Juni 2018
Relawan Tzu Chi membagikan paket lebaran kepada 449 warga Sinar Budi. Paket yang dibagikan di halaman Sekolah Tridharma Budhidaya, Sinar Budi Jakarta Utara ini berupa beras 5 kg, minyak goreng 2 liter, dan mi instan DAAI 1 dus. 
Internasional : Menemukan Rumah Spritual

Internasional : Menemukan Rumah Spritual

31 Maret 2010
“Dulu saya membuat film yang bisa menimbulkan sensasi. Air mata penonton sama dengan uang yang bernilai. Tetapi kini, dari lubuk hati terdalam saya sungguh tersentuh. Kemurnian air mata di wajah saya adalah sesuatu yang tidak dapat dibeli oleh uang,“ ujar Lung Gang, direktur film.
Kembali Berjodoh Dengan Oma dan Opa

Kembali Berjodoh Dengan Oma dan Opa

24 Juni 2014 Melihat oma dan opa yang telah duduk rapi menuggu kami dan dengan hangat menyapa kami.
Benih yang kita tebar sendiri, hasilnya pasti akan kita tuai sendiri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -