Telemedicine, Layanan Konsultasi Kesehatan Bagi Pasien Covid dari TIMA Indonesia

Jurnalis : Metta Wulandari, Khusnul Khotimah, Fotografer : Metta Wulandari, Yekti Utami (TIMA Indonesia), Dok. Pribadi

Weni Yunita membantu Dokter Andreas, seorang dokter anggota TIMA Indonesia dalam mengoperasikan Zoom untuk mempersiapkan diri melayani konsultasi dalam telemedicine.

Tzu Chi International Medical Association (TIMA) Indonesia membuka layanan telemedicine sejak pekan lalu. Layanan ini adalah alat komunikasi yang memberikan informasi kesehatan atau bisa juga disebut sebagai layanan konsultasi secara virtual yang diperuntukkan bagi pasien Covid-19.

Baru sepekan berjalan, setiap harinya TIMA melakukan paling banyak 3 sesi konsultasi. Mereka mengajak dokter-dokter anggota TIMA yang mumpuni untuk melayani berbagai keluhan pasien. Dimulai pukul 4 sore hingga 9 malam, konsultasi tersebut dibuka setiap hari, Senin – Minggu.

“Para pengurus TIMA membentuk telemedicine untuk memfasilitasi. Nah karena baru satu minggu jalan, maka kami baru buka untuk anggota TIMA, relawan Tzu Chi, dan keluarga inti mereka yang tidak bergejala dan bergejala ringan. Kami juga melihat ke depannya apa yang bisa kami kembangkan. Kalau bisa tambah dokternya, tambah juga yang mau berkonsultasi, kami akan buka untuk masyarakat luas,” jelas Weni Yunita, anggota TIMA Indonesia.

Dalam sepekan ini, TIMA tengah melayani 10 pasien. Dalam prosesnya, pasien melakukan pendaftaran dari link terkait dan mencantumkan berbagai persyaratan untuk bisa diterima dan menjalani konsultasi. Konsultasinya dilakukan via aplikasi Zoom yang sangat pribadi – hanya ada dokter dan pasien dalam satu ruangan Zoom. Kondisi tersebut membuat privasi pasien tetap aman dan pasien bisa terbuka menjelaskan apa yang tengah mereka alami. Dokter kemudian memberikan berbagai pemahanan tentang cara-cara isoman yang aman, hingga meresepkan vitamin maupun obat apabila diperlukan.

TIMA Indonesia mengemas obat dan vitamin bagi para pasien Covid-19 dengan gejala ringan atau tidak bergejala. Obat-obatan ini nantinya mereka kirimkan kepada penanggungjawab di setiap He Qi sebelum dikirimkan kepada para pasien untuk menghemat biaya kirim.

Kabar baiknya lagi, TIMA menyediakan seluruh vitamin dan obat yang diperlukan – sesuai dengan hasil dari konsultasi dokter. Setelah itu pasien hanya perlu menunggu di rumah dan obat bisa sampai tanpa menunggu lama. Dalam hal ini mereka sama sekali tidak dipungut biaya, hanya satu: mereka perlu menanggung ongkos kirim obatnya saja. Sementara itu obat dikirim langsung dari penanggung jawab He Qi per wilayah di Jabodetabek (yang profesinya dokter), sehingga menambah penghematan ongkos kirim.

Kebijakan menggratiskan obat membuat para pasien semakin lega. Pasalnya di masyarakat tak jarang pasien saat ini sangat susah menemukan obat terkait Covid-19. Apabila ada pun, harganya bisa melambung tinggi. “Sedangkan orang yang sudah kena itu tanggungannya sudah besar. Tes PCR saja 800 ribu rata-rata, bisa diulang berkali-kali. Kalau satu keluarga terpapar beberapa orang, dikalikan saja harganya. Lalu kalau ada yang penghasilannya berkurang karena pandemi, bagaimana bisa mendapatkan obat?” ungkap Weni yang menjeaskan bahwa Tzu Chi dan TIMA sama sekali tidak ingin menambah beban dari para pasien Covid-19.

Setelah menjalani konsultasi telemedicine, relawan pemerhati atau dokter di setiap komunitas kemudian masih membangun komunikasi dengan pasien, tujuannya untuk memantau dan evaluasi kondisi kesehatan mereka. “Jadi menyeluruh. Medis jalan bersama dengan relawan. Inilah yang namanya satu keluarga, kami sedang mempraktikkannya,” kata Weni.

Yekti Utami menitipkan obat kepada salah satu staf Tzu Chi Hospital. Obat tersebut nantinya akan dikirimkan kepada pasien yang bersangkutan.

Dari pelayanan yang tulus itu, berbagai feedback positif bermunculan. Salah satu pasien membagikan ungkapan bahagianya bisa berkesempatan ikut dalam telemedicine. Dia mengirimkan ungkapan syukur dan terima kasih itu kepada Yekti Utami yang juga merupakan anggota TIMA Indonesia.

“Gan en Shijie Tami buat bantuannya. Obat sudah kami terima pagi tadi. Dokter Linda juga sedang menelepon untuk menjelaskan cara minum obatnya. Saya sungguh terharu sekali. Pagi ini air mata saya sudah mengalir banyak kali, perhatian dan respon cepat dari TIMA, tim relawan pemerhati, relawan komunitas dan dokter-dokter, tim sekretariat baik TIMA maupun He Qi semua sungguh bikin saya terharu dan saya sekeluarga sangan gan en (bersyukur) sekali.”

Respon tersebut membuat TIMA yakin bahwa apa yang dilakukan tidak pernah sia-sia selama tujuannya untuk kebaikan masyarakat.

Selain di Jabodetabek, layanan ini bisa juga dinikmati oleh relawan lain yang berada di berbagai wilayah Indonesia. Seperti Kantor Tzu Chi Surabaya yang juga telah ambil andil dan sudah ada dua relawan yang ikut telemedicine ini. Tentu untuk obat, Weni berharap masing-masing kantor penghubung nantinya bisa membantu proses pengirimannya.

“Harapannya ya Indonesia sekarang sedang tidak baik-baik saja. Tenaga medis sudah banyak yang tumbang juga. Kita tahu semua capek, lelah, tapi kita menjalaninya itu tidak sendiri,” tutur Weni. “Saat ini kepedulian kita harus lebih lagi. Semua sekarang dituntut lebih dengan kondisi kita yang sedang terpuruk. Jadi kita harus sama-sama. Nggak bisa sendirian bekerja. Maka yuk jalin kekuatan, dengan begitu Insyaallah bisa membantu dan bermanfaat,” tutupnya.

Dukungan Moril untuk Warga yang Menjalani Isolasi Mandiri

Puspawati saat mengirimkan makanan ke rumah salah seorang yang menjalani isolasi mandiri pada akhir Juli 2021 lalu.

Selain telemedicine dari TIMA Indonesia, dukungan moril juga sangat dibutuhkan oleh seseorang yang menjalani isolasi mandiri. Di tiap komunitas, relawan Tzu Chi mengirimkan makanan kepada sesama relawan dan warga umum yang terkena Covid-19 telah berlangsung hingga hari ini.

Di Komunitas He Qi Utara 1 misalnya, mereka membuat grup pendamping warga atau relawan yang menjalani isolasi mandiri. Relawan yang sehat atau yang tidak sedang merawat keluarga yang sakit diusahakan bisa memasak makanan untuk mereka yang sakit.

“Jadi berusaha membuat yang isoman bisa benar-benar istirahat yang cukup dan tidak khawatir akan pesan sayur atau makanan. Karena di awal mereka merasakan demam, tenggorokan tidak enak, penciuman hilang, jadi lemas, makan pun tidak bisa banyak. Jadi supaya cepat sehat kembali,” kata Puspawati, relawan Tzu Chi.

Biasanya makanan matang yang dimasak oleh relawan di He Qi Utara 1 ini diantar melalui ojek daring. Tapi untuk yang rumahnya tidak terlalu jauh, Puspawati kerap mengantar sendiri dan ia letakkan di keranjang yang telah terpasang di pagar rumah yang sedang menjalani isolasi.

Membantu orang lain memenuhi kebutuhan makanan selama isolasi mandiri memunculkan sukacita di hati Puspawati. Dengan makanan yang dibagikannya, kiranya bisa menambah semangat yang menjalani isolasi dan lekas sehat kembali.

Makan siang yang dimasak Puspawati untuk salah satu warga yang menjalani isolasi mandiri.

Hal yang sama dilakukan para relawan di Komunitas He Qi Timur. Wie Sioeng menjumpai banyak keluarga yang begitu terpengaruh jika yang terpapar Covid-19 adalah tulang punggung keluarga.

“Ada satu yang terpapar Covid-19, ia usahanya jual makanan di counter dan karena Covid-19 jadi enggak bisa dagang dan mempengaruhi ekonomi dia dan keluarganya,” tutur Wie Sioeng.

Karena itu, sudah selayaknya bagi yang memiliki keleluasaan, menunjukkan empati kepada yang kesusahan di masa pendemi ini. Wie Sioeng telah memberikan perhatian kepada beberapa keluarga secara intens dari awal hingga sembuh.

“Ada yang satu keluarga, kami kirim makanan matang setiap hari selama isoman kurang lebih 2 minggu. Ada juga satu keluarga yang di awal-awal isoman kami kirim makanan matang siap makan dilanjutkan sembako dan makanan kering yang mereka bisa masak. Ada juga satu keluarga yang hanya kami kirim sembako yang bisa mereka masak nantinya,” tambahnya.

Sarapan yang Wie Sioeng bagikan dikemas rapi dan higienis sebagai wujud rasa Gan En, Zhun Zhong, Ai (foto kiri). Di mobilnya, Wie Sioeng sudah menyiapkan beberapa paket sembako serta masker (foto kanan).

Empati tak hanya ditujukan bagi warga yang menjalani isolasi mandiri, tapi juga orang-orang yang membutuhkan yang ia jumpai di jalan. Sarapan ataupun paket sembako yang ia bagikan dikemas sangat rapi dan higienis sebagai bentuk rasa Gan En, Zhun Zhong, Ai (bersyukur, menghormati, mengasihi).

“Saya bungkus yang rapi belajar dari ajaran Master Cheng Yen berikan yang layak dan baik seperti yang kita pakai atau makan,” kata Wie Sioeng.
Empati yang ditunjukkan Wie Sioeng ini juga ia lakukan untuk memberi contoh kepada anak-anaknya agar ke depan bisa meneruskan estafet cinta kasih kepada siapapun yang membutuhkan.

“Bahagia bisa berbagi dan memberikan bantuan yang kami bisa untuk mereka melewati masa-masa sulit dan kita ada di sisi mereka saat itu. Seperti Kata Perenungan Master Cheng Yen, ‘Kehidupan kita bermakna apabila kita bermanfaat bagi orang lain,’" pungkasnya.

Editor: Erli Tan

Artikel Terkait

Telemedicine TIMA Indonesia, Bentuk Lain dari Bakti Sosial Kesehatan di Masa Pandemi

Telemedicine TIMA Indonesia, Bentuk Lain dari Bakti Sosial Kesehatan di Masa Pandemi

08 Maret 2022

Layanan Telemedicine TIMA Indonesia telah banyak membantu masyarakat yang terpapar Covid-19. Lebih dari 218 pasien berkonsultasi dengan para dokter TIMA, serta menerima paket obat dan vitamin.

Telemedicine, Layanan Konsultasi Kesehatan Bagi Pasien Covid dari TIMA Indonesia

Telemedicine, Layanan Konsultasi Kesehatan Bagi Pasien Covid dari TIMA Indonesia

05 Agustus 2021
TIMA Indonesia membuka layanan telemedicine. Layanan ini adalah alat komunikasi yang memberikan informasi kesehatan atau layanan konsultasi secara virtual yang diperuntukkan bagi anggota TIMA, relawan Tzu Chi, dan keluarga inti mereka yang terpapar Covid-19. 
Orang yang berjiwa besar akan merasakan luasnya dunia dan ia dapat diterima oleh siapa saja!
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -