Terus Berkembang dengan Budaya Humanis yang Mengakar Kuat

Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Andi O (He Qi Barat 1), Dok. DAAI TV


Elisa Tsai, Deputy CEO DAAI TV Indonesia memberikan sharing kepada 220 karyawan DAAI yang ikut dalam Training Karyawan DAAI TV.

DAAI TV Indonesia telah mengudara sejak 12 tahun silam. Sepanjang perjalanannya, televisi cinta kasih ini konsisten memberikan berbagai tayangan yang menginspirasi, sarat akan pesan moral, dan juga bersifat kreatif edukatif. Kunci sukses DAAI TV dalam memberikan konten-konten kebajikan hingga kini juga bukan lagi menjadi rahasia, pasalnya DAAI dibangun bukan sekadar dengan fondasi berupa teknologi namun disertai cinta kasih.

“Master Cheng Yen, ketika akan mendirikan Da Ai TV (Taiwan), walaupun membutuhkan sumber daya yang besar, beliau tetap yakin bahwa melalui teknologi dan TV, kebajikan bisa disebarkan lebih luas sampai ke rumah-rumah kita semua,” cerita Elisa Tsai, Deputy CEO DAAI TV Indonesia dalam kegiatan Training karyawan DAAI TV, Jumat pekan lalu (27/9/19).


Sebanyak 220 karyawan DAAI mengikuti training yang diadakan di Fu Hui Ting, lantai 2 Aula Jing Si Jakarta dengan seksama.

Hal ini pula yang terus menjadi semangat DAAI TV Indonesia untuk terus menyiarkan kebajikan lebih luas. Lalu bagaimana caranya? Salah satunya dengan terus mengasah diri dan menyamakan persepsi antar karyawan secara berkala. Baik reporter, kameramen, dan seluruh karyawan lainnya harus sepaham tentang visi, misi, moto, serta semangat dari DAAI TV. Itulah mengapa karyawan DAAI Indonesia tetap menyempatkan waktu untuk mengikuti training di sela-sela kesibukan kerja.

“Di training ini ada yang sudah bersama DAAI selama 12 tahun, ada juga yang baru satu bulan. Maka bagi yang sudah senior, bisa mengasah kembali jiwa cinta kasihnya. Sedangkan bagi yang baru, bisa belajar mendalami esensi DAAI TV. Sehingga yang kami harapkan adalah kesamaan frekuensi yang menuju pada sepaham, sepakat, dan sejalan,” jelas Elisa.

Menantang Diri untuk Berubah
Bukan hanya Elisa yang memberikan pemahaman tentang DAAI TV hari itu. Ada pula Chia Wen Yu, relawan Tzu Chi senior yang dulu pernah menjadi pembawa acara dalam salah satu program DAAI TV Indonesia. Juga ada Like Hermansyah, Ketua Komunitas Relawan He Qi Pusat. Keduanya berbagi tentang kegiatan-kegiatan Tzu Chi serta berbagai perubahan diri yang telah mereka rasakan setelah mengenal Tzu Chi.


Chia Wen Yu membagikan berbagai kisah menarik tentang dirinya pribadi maupun tentang Tzu Chi. Pada sharing itu ia membawakan tema Satu menjadi tak terhingga, tak terhingga berawal dari satu.

“Di Tzu Chi saya merasa menjadi orang yang lebih bersyukur,” begitu kata Wen Yu. “Mengenal Tzu Chi dan Master Cheng Yen membuat hidup saya lebih bahagia, membuat hidup saya menjadi lebih berguna,” imbuhnya. Selain berbagi tentang perubahan, Wen Yu juga memberikan pesan bahwa setiap orang bisa mengubah keluarga, masyarakat, negara, dan bahkan dunia. Tapi haruslah mengubah diri sendiri dulu menjadi manusia yang baik dan berguna. Pesan Chia Wen Yu itu diiringi riuh tepuk tangan dari 220 karyawan DAAI Indonesia yang memenuhi ruang Fu Hui Ting, lantai 2, Aula Jing Si, Pantai Indah Kapuk (PIK), Jakarta Utara.

Tak hanya Wen Yu, pembicara lainnya, Like Hermansyah juga tak henti menerima tepuk tangan dari para karyawan. Ia yang bercerita tentang masa lalunya membuat para karyawan ikut larut dalam tawa. Tutur kata Like memang lucu, apalagi ketika ia bercerita tentang seberapa temperamen dirinya dulu. “Saya dulu itu sudah seperti preman,” katanya. Mungkin apabila melihat Like saat ini, tidak ada yang menyangka. Tapi sepengakuan relawan senior itu, ia dulu sangat kasar, rambut selalu potong pendek, dan berani dengan siapa saja. “Berani karena merasa saya bisa semuanya,” ucapnya lantang disambut tawa.


Like Hermansyah memberikan sharing tentang berkah yang ia peroleh dalam sharing-nya yang berjudul Menyadari Berkah, Menghargai Berkah, dan Menciptakan Berkah Kembali.

Perubahan drastis itu tidak langsung begitu saja Like lakukan, tapi perlahan-lahan. Kini, keluarga, teman dekat, bahkan karyawan pun mengakui bahwa ia bukan lagi pribadi temperamen seperti yang dulu.

“Saya sangat terinspirasi dengan Like Shigu karena mungkin mayoritas dari kita tuh punya sisi emosi yang tinggi. Apalagi tinggal di Jakarta yang contoh kecilnya, setiap hari macet,” ungkap Raden Madlias, pembawa acara salah satu program DAAI TV. “Kalau sering kena macet dan ada orang nyerobot, kita pasti tersulut,” lanjutnya. Tapi berkaca dari kisah Like juga pesan Wen Yu, Madlias percaya bahwa setiap orang pasti bisa menjadi lebih baik. “Kalau dulu mungkin kan nggak ada yang nyangka kalau Like Shigu bisa menjadi orang yang soft, halus, dan anggun. Sekarang sudah kita lihat bersama. Kita tentu harus bisa mencontoh para relawan ini,” kata Madlias.

Menjembatani Kebaikan-kebaikan
Empat tahun menjadi bagian dari DAAI TV, Madlias merasa bangga. Terlebih ketika setengah tahun ini ia memegang program Mimpi Jadi Nyata - Sebuah program yang akan mewujudkan mimpi para pejuang mimpi yang terus berjuang demi orang-orang tercinta. Program ini juga tidak hanya mengumbar permasalahan namun juga memberikan solusi.


Raden Madlias (kiri), merasa bangga bisa menjadi bagian dari DAAI TV dan terjun dalam program Mimpi Jadi Nyata.

Satu contohnya yang dirasakan oleh salah satu pasangan narasumber: Pak Budi dan Bu Nina. Keduanya merupakan difabel, cacat di bagian kaki. Madlias bercerita bahwa pasangan ini aktif membantu yang warga prasejahtera. Mereka tidak punya uang, tidak punya akses yang mudah untuk ke rumah sakit, berobat ke dokter, membeli obat, dan sebagainya. Mereka dengan donasi lingkungan sekitar akhirnya membantu orang yang lebih membutuhkan. Satu kendala mereka adalah mereka tidak mempunyai mobil ambulans.

“Pak Budi dan Bu Nina ini tinggal di Klaten, Jawa Tengah. Mereka pernah coba antar pasien ke Jakarta. Karena nggak punya (mobil) ambulan jadi akhirnya carter mobil. Tapi kita tahu kalau bawa mobil biasa kan nggak bisa diprioritaskan seperti ambulans, sehingga pasien yang mereka bawa meninggal dunia. Itu adalah momen yang paling menyesakkan untuk mereka,” kisah Madlias.

Melalui program Mimpi Jadi Nyata, Pak Budi dan Bu Nina bisa merealisasikan mimpi mereka. Para sponsor terinspirasi dari keadaan mereka yang walaupun dalam keterbatasan tapi tetap membantu sesama. Maka sejak bulan Juli lalu, mobil ambulans tersebut sudah menjadi operasional untuk membantu orang-orang yang membutuhkan.


Bersama para narasumber Mimpi Jadi Nyata, salah satunya pasangan Pak Budi dan Bu Nina yang keduanya merupakan difabel, cacat di bagian kaki. Raden Madlias menyadari bahwa inspirasi bisa datang dari mana saja asalkan tiap pribadi bisa membuka diri.

Madlias mengaku sangat bahagia bisa menjadi bagian dari orang-orang yang menjembatani terwujudnya mimpi orang-orang baik tersebut. “Walaupun rasanya kita sendiri juga kekurangan, tapi dengan melihat kehidupan orang lain dan kita bisa membantu mereka, itu rasanya sangat bahagia,” akunya.

Madlias pun meyakini bahwa budaya humanis dalam DAAI TV: Gan En (bersyukur), Zhun Zong (menghormati), dan Ai (cinta kasih) serta moto benar, bajik, dan indah bukan hanya sebatas pemanis dinding saja. “Harus dipraktikkan, karena kita belajar dari mana saja, tidak mengenal usia, pokoknya bisa dari siapa pun. Hidup itu juga pelajaran yang tidak pernah berhenti dan jangan pernah malu untuk bertanya pada orang lain, meminta ilmu dari orang lain. Intinya kita saling menghormati,” tuntasnya.

Editor: Hadi Pranoto


Artikel Terkait

Terus Berkembang dengan Budaya Humanis yang Mengakar Kuat

Terus Berkembang dengan Budaya Humanis yang Mengakar Kuat

03 Oktober 2019

“Master Cheng Yen, ketika akan mendirikan Da Ai TV (Taiwan), walaupun membutuhkan sumber daya yang besar, beliau tetap yakin bahwa melalui teknologi dan TV, kebajikan bisa disebarkan lebih luas sampai ke rumah-rumah kita semua,” cerita Elisa Tsai, Deputy CEO DAAI TV Indonesia dalam kegiatan Training karyawan DAAI TV.


Dengan kasih sayang kita menghibur batin manusia yang terluka, dengan kasih sayang pula kita memulihkan luka yang dialami bumi.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -