Tzu Ching Camp VII: Sebarkan Semangat

Jurnalis : Juliana Santy, Metta Wulandari, Martha Khosyahri (Tzu Ching Jakarta), Fotografer : Edy Kurniawan (Tzu Ching ) dan Metta Wulandari
 
 

foto
Selama camp, Tzu Ching diajak untuk mengikuti rangkaian kegiatan yang dapat menyatukan hati, pemikiran, dan tekad.

Sejak tanggal 26 Oktober 2012 sampai 28 Oktober 2012, sebanyak 186 tzu ching berkumpul di Tzu Chi Center, Pantai Indah Kapuk untuk “Bergandengan tangan merangkul dunia dengan welas asih”, sebuah  tema Tzu Ching Camp VII. Acara kali ini disusun untuk memperkenalkan semangat Tzu Ching tahun 2012 dan 2013, yaitu Tong Xin (satu hati), Tong Gen (satu akar), Tong Dao (satu jalan), dan Tong yuan (satu ikrar). Belajar untuk menjadi bagian dari sebuah keindahan kelompok, mengenal dan meneladani Shigong Shangren (Master Cheng Yen), menghargai berkah dengan bersumbangsih, dan bersatu dengan kekuatan ikrar.

Kaum Muda Pembawa Harapan
Ketika kaum muda bergerak, dunia penuh harapan. Begitulah harapan Shigong Shangren terhadap kaum muda.  Kekuatan kaum muda ini juga yang bisa kita lihat dari Tzu Ching yang berkumpul ini. Tak hanya Jakarta, acara ini diikuti oleh muda-mudi dari 9 kota lainnya, diantaranya adalah Papua dan Makassar,  di kedua kota tersebut, Tzu Ching belum berkembang, dan mereka hadir di kegiatan ini membangun sebuah tekad untuk membentuk Tzu Ching di kota mereka tersebut.

Sebut saja Deasy Smas, salah satu peserta kelahiran Biak, yang kini sedang menempuh pendidikan Hukum di Sekolah Tinggi Hukum Pasundan Sukabumi, Jawa Barat. Tzu Chi bukanlah hal yang asing lagi baginya karena ayahnya yang tinggal di Biak, kerap kali bercerita kepadanya mengenai Tzu Chi. Ayahnya, Decky Smas yang merupakan salah satu relawan aktif di Biak ini pun mendukung Deasy untuk ikut Tzu Ching Camp. Keikutsertaan Deasy pun karena ia diajak oleh seorang Tzu Ching yang menjadi koordinator Tzu Ching Camp ke-VII ini yaitu, Chandra Ferdinand, yang juga berasal dari Biak, “Saya senang saya dapat pengalaman baru, terus saya bisa belajar banyak. Saya kalau kuliahnya sudah beres, saya akan pulang ke Biak, saya akan kerja dan mengumpulkan relawan yang banyak seperti papa, saya juga pasti bisa mengumpulkan muda-mudi dari papua,” ucapnya dengan penuh keyakinan.

Lain lagi dengan Deasy, namun ia memiliki tekad yang tak kalah kuat, ia adalah Nuraisyah yang kerap di sapa Icha, ia adalah anak asuh Tzu Chi di Makassar. Ia datang bersama dengan 4 orang temannya. Kedatangannya ke Jakarta yaitu untuk memenuhi satu harapan, yakni membentuk Tzu Ching yang belum berkembang di Makassar. “Karena Shigu-Shibo mengatakan di daerah lain sudah ada Tzu Ching, tapi cuman Makassar yang belum, jadi saya merasa ingin sekali mewujudkan mimpi dari Shigu-Shibo,” ucapnya.

foto  foto

Keterangan :

  • Deasy Smas bertekad usai menyelesaikan kuliahnya ia akan kembali ke kampung halamannya dan membentuk Tzu Ching di Biak (kiri).
  • Hadir di Tzu Ching Camp membuat Icha tak dapat merayakan Idul Adha dengan keluarganya di Makassar, namun sebuah keluarga baru yaitu Tzu Ching membangkitkan semangatnya yang besar (kanan).

Bagi gadis kelahiran tahun 1992 yang kini menempuh pendidikan di Universitas Negeri Makassar ini, untuk mengikuti Tzu Ching Camp ia harus membuat sebuah pilihan yang membuatnya untuk pertama kalinya tak dapat merayakan lebaran bersama keluarga. Karena tekadnya untuk membentuk Tzu Ching Makassar ia pun rela dan ikhlas tak merayakan bersama keluarga. Semangat yang tinggi ia rasakan, namun begitu sampai di Jakarta dimana panitia tengah melakukan berbagai persiapan, mereka pun diajak untuk ikut membantu menyiapkan ruangan kamar untuk tidur peserta. Hal tesebut sempat membuatnya merasa kesal diawal, “Sebenarnya ada perasaan kesal awalnya dan kami berpikir, kami kan peserta, kok malah disuruh-suruh? Tapi kami kemudian menyadari bahwa inilah Tzu Ching, kita kesini untuk belajar, untuk pelatihan, bukan untuk tidur saja, jadi benar-benar merasa menikmati,” jelasnya.

Selama 3 hari 2 malam di kegiatan Tzu Ching Camp, Icha dan kawan-kawannya tak merasa risih dengan perbedaan yang ada. Sebelum mengikuti Camp di hari pertama, ia pun bersama teman-temannya pergi ke sebuah Mesjid untuk menjalankan sholat Idul Adha. Saat kebaktian pagi dan Chao Shan di camp, mereka pun mengikuti dari belakang, ia merasa tak ada masalah dengan perbedaan tersebut karena ia yakin Tzu Chi tak mengenal perbedaan, Tzu Chi adalah Cinta kasih universal, dan ia yakin walaupun saat kebaktian, apapun kepercayaan yang dianut, setiap orang dapat merepresentasikannya dengan kepercayaannya masing-masing.

Sosok Master Cheng Yen pun menginspirasinya, “Master aja hidup kekurangan, tapi beliau masih mau dan bisa berbagi dengan yang lainnya, jadi Master itu sosok yang sangat menginspirasi karena mana mungkin orang miskin bisa bantu orang lain? Padahal sebenarnya juga bisa bantu bukan hanya materi, tapi melalui tenaga, dan hal lainnya.” Dari sana ia pun bertekad, di tahun depan ia dapat kembali lagi dalam camp dan berbagi kisah mengenai apa yang sudah Tzu Ching Makassar lakukan, “Walaupun Cuma berempat, mudah-mudahan bisa terlaksana,” ucapnya yakin.

foto  foto

Keterangan :

  • Su Mei Shigu berharap Tzu Ching dapat membawa semangat yang mereka dapat ke berbagai daerahnya, sehingga Tzu Ching dapat menjadi barisan yang semakin besar dan mantap (kiri).
  • Camp ini menjadi awal bagi setiap orang untuk bertekad dan menjalankan tekadnya untuk diri sendiri, sesama dan bumi (kanan).

Satu Barisan yang Semakin Mantap dan Besar
Di hari ketiga, Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, Liu Su Mei memberikan pesan cinta kasih kepada seluruh Tzu Ching yang telah mengikuti serangkaian kegiatan camp. Melalu tayangan kilas balik yang ditampilkan, ia melihat semua sangat bergembira dan sepertinya tidak ada waktu yang terlewat dengan sia-sia. Ia pun mengucapkan Gan En kepada senior Tzu Ching dan panitia yang walaupun menemukan banyak kesulitan namun mereka bisa menemukan berkah di dalam kesulitan tersebut, sehingga camp ini bisa berlangsung dengan baik.

“Kali ini, di camp ini Tzu Ching berasal dari beberapa kota, jadi Shigu berharap semoga apa yang kalian pelajari di sini, semangat apa yang kalian dapatkan di sini, bisa kalian bawa pulang ke tempat masing-masing, kemudian kembangkanlah Tzu Ching di sana, ajaklah teman-teman baru bergabung dengan Tzu Ching. Tahun depan Tzu Ching pasti akan menjadi satu barisan yang semakin mantap, semakin besar, dan tentu saja, itu tidak terlepas dari bimbingan Shigu-Shibo,” tutur Su Mei Shigu dengan penuh senyum di wajahnya. Ia pun kembali menambahkan, “Shigu berharap cinta kasih ini bisa kalian bawa pulang, bisa kalian kembangkan, karena Tzu Ching adalah generasi penerus di Tzu Chi, jadi kelak kalianlah yang akan melanjutkan semua misi-misi Tzu Chi ini. Shigu-Shibo di sini juga selalu berharap Tzu Ching cepat-cepat dewasa, jadi setelah kalian dewasa, kalian bisa melanjutkan kerja dari Shigu-Shibo dan berharap kalian bisa meneruskan pekerjaan itu dengan penuh cinta kasih dan semangat.”

Setiap orang menaruh harapan, setiap orang membangun tekad di dalam dirinya. Seperti pesan yang disampaikan oleh Su Mei Shigu, semoga semangat ini dapat terus berlanjut di setiap daerah dan Tzu Ching pun dapat berkembang hingga seluruh wilayah di Indonesia. Jia You Tzu Ching! You Ni Men Zhen Hao.
  
 

Artikel Terkait

PAT 2019: Mempraktikkan Ikrar Setengah Abad dalam Memutar Roda Dharma

PAT 2019: Mempraktikkan Ikrar Setengah Abad dalam Memutar Roda Dharma

22 Januari 2020

Pemberkahan Akhir Tahun Tzu Chi Batam Sesi 3 berhasil menghimpun sebanyak 405 orang peserta untuk hadir. Peserta tersebut terdiri dari para Sangha, donatur, tamu undangan, dan relawan Tzu Chi.

Kini Aku Bisa Kembali Melihat Dunia yang Terang

Kini Aku Bisa Kembali Melihat Dunia yang Terang

04 Maret 2016

Aidil Anwar (61) bertekad untuk bekerja lebih giat setelah matanya menjalani operasi katarak dalam Bakti Sosial Kesehatan Mata yang diadakan oleh Yayasan Buddha Tzu Chi Sinar Mas bekerja sama dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada 25-27 Februari 2016 di Lapangan Kodim 1015/Sampit, Kalimantan Tengah.

Sosialisasi tentang Ekoenzim, Pembersih Ramah Lingkungan

Sosialisasi tentang Ekoenzim, Pembersih Ramah Lingkungan

24 Maret 2017

Selalu ada aktivitas yang berlangsung di komunitas Relawan Tzu Chi Batam tiap hari Sabtu. Kali ini para relawan mempraktikkan bagaimana membuat ekoenzim yang merupakan hasil fermentasi sampah dapur berupa sisa-sisa sayuran dan kulit buah. Ekoenzim ini memiliki berbagai manfaat, salah satunya menjadi cairan pembersih lantai dan piring.

Bertuturlah dengan kata yang baik, berpikirlah dengan niat yang baik, lakukanlah perbuatan yang baik.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -