Ceramah Master Cheng Yen: Berkah dan Bencana Bergantung pada Pikiran

Ketidakkekalan dapat datang tiba-tiba. Pada tanggal 19 Juli lalu, 26 nyawa manusia yang berharga hilang dalam sekejap akibat sebuah kecelakaan bus. Kita sungguh tidak berdaya. Sehubungan dengan hal ini, beberapa hari ini saya juga terus meminta semua orang untuk mendoakan para korban.

Saya juga harus berterima kasih kepada insan Tzu Chi. Sejak hari kejadian tersebut, tepatnya tanggal 19 Juli, saat menyaksikan siaran berita siang, saya melihat insan Tzu Chi sudah mulai bergerak untuk mendoakan para korban. Kemudian, saya juga melihat mereka membuka posko pelayanan di depan rumah duka untuk menyediakan air serta buah-buahan. Di sana mereka terus melantunkan doa bagi para korban melantunkan doa bagi para korban dengan harapan para korban dapat pergi dengan tenang.

Meski para korban berasal dari Tiongkok, tetapi orang-orang di Taiwan juga tetap begitu peduli dan mendampingi keluarga korban dengan cinta kasih. Lantunan doa pun tidak pernah berhenti.

Para relawan di luar rumah duka terus melantunkan doa secara bergantian dengan harapan para korban dapat pergi dengan tenang. Meski kehidupan mereka kali ini harus berakhir akibat kecelakaan, tetapi kita berharap mereka dapat terlahir di tempat yang penuh kebahagiaan dan jauh dari kerisauan. Agar para korban dapat pergi dengan tenang, hati keluarga korban harus tenang. Jika hati anggota keluarga tenang, barulah para korban bisa pergi dengan tenang. Ini sangatlah penting.

Sesungguhnya, di dunia ini begitu banyak bencana yang terjadi. Kita lihat di Zimbabwe, kurangnya curah hujan menyebabkan kekeringan. Tanaman pangan tidak dapat tumbuh. Akibatnya, warga yang kelaparan semakin banyak.

Program Pangan Dunia juga telah menyatakan bahwa kondisi darurat pangan di sana sudah setara dengan skala IPC fase 3. Jadi, dalam kehidupan sehari-hari, kita harus menghargai makanan kita dan tidak membuang-buang makanan. Sesungguhnya, kita cukup makan 80 persen kenyang dan menyisihkan 20 persennya untuk menolong orang.

Singkat kata, makanan hendaknya dihargai. Banyak orang yang sedang kelaparan. Kita bisa memberi perhatian bagi mereka yang kekurangan makanan. Kita jangan terlalu memilih-milih makanan. Lihatlah, betapa banyak buah-buahan dan sayuran yang terbuang sebelum masuk ke pasar karena konsumen hanya memilih kualitas teratas. Setelah dimasak dan dimakan, banyak juga makanan yang tersisa dan akhirnya dibuang.

Sampah dapur yang dihasilkan manusia amat banyak dan menimbulkan masalah sanitasi dalam proses penguraiannya serta mengundang banyak serangga. Ini menciptakan sebuah siklus yang tidak baik. Kita semua sungguh harus mengendalikan diri dan hemat dalam kehidupan sehari-hari. Jika setiap orang dapat memberikan sedikit cinta kasih, maka tetes-tetes cinta kasih yang terhimpun juga dapat menolong orang lain.

Kita harus menghimpun kekuatan cinta kasih untuk dapat meredam bencana. Dibutuhkan lingkaran cinta kasih dan kebajikan untuk memupuk berkah. Kita harus yakin akan hal ini. Kita juga melihat ada orang yang mengalami kelebihan berat badan sehingga harus dioperasi. Ini bagaikan "penyakit peradaban" di masa kini. Singkat kata, kita harus bersungguh hati dan hidup lebih sederhana.

Selain memastikan kebersihan dan kesehatan makanan, kita juga harus memperhatikan sisi pelestarian lingkungan. Kita hendaknya membeli makanan secukupnya dan tidak membuang makanan yang telah dibeli. Janganlah mengonsumsi banyak makanan yang tidak sehat hanya demi memenuhi nafsu makan sesaat. Jika kita menuruti nafsu keinginan itu, maka kita akan terus makan tanpa pertimbangan sehingga berkemungkinan untuk membuang sisa makanan yang tidak termakan, merugikan kesehatan sendiri, dan membawa dampak negatif bagi lingkungan. Semua ini berkaitan dengan keseharian kita.

Kita juga melihat sebuah video singkat yang menunjukkan berapa banyak sampah yang dihasilkan oleh seseorang dalam seminggu. Orang itu kemudian mulai membawa tempat makan, botol minum, dan alat makan sendiri. Akhirnya, seminggu kemudian, dia dapat mengurangi jumlah sampah yang dihasilkan. Selama membawa tempat dan alat makan sendiri, dia dapat mengendalikan keinginannya untuk membeli yang tidak perlu. Selain itu, saat membeli makanan, dia selalu menggunakan tempat makan sendiri.

Jika setiap orang dapat mengubah pola pikir seperti ini, bukankah sampah yang tercipta dapat berkurang? Kita juga melihat bahwa lautan telah tercemar. Lautan dapat bertahan tanpa manusia, tetapi manusia tak akan bertahan tanpa lautan. Bumi ini tak dapat bertahan tanpa lautan. Namun, kini lautan juga mengalami perusakan akibat sampah yang dihasilkan oleh manusia. Banyak sampah yang dibuang ke lautan. Sampah-sampah telah merusak ekosistem laut dan ekosistem di darat serta telah membuat Bumi bagai terserang demam.

Bodhisatwa sekalian, semua ini bergantung pada pikiran manusia. Kehidupan tidaklah kekal. Berkah dan bencana bergantung pada sebersit niat. Apakah kita memilih menciptakan berkah ataukah menciptakan bencana?

Semua ini bergantung pada sebersit niat. Asalkan kita dapat berpikir jernih, kita akan tahu bagaimana seharusnya kita menjalani hidup untuk menjaga kesehatan diri dan kesehatan Bumi sehingga kehidupan kita senantiasa tenteram. Ini membutuhkan kesungguhan hati kita semua.

Bencana dan ketidakkekalan sulit diprediksi

Mendoakan korban kecelakaan dan mendampingi keluarganya

Kekeringan menyebabkan krisis pangan

Melindungi alam dengan mengubah pola hidup

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 23 Juli 2016

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal 25 Juli 2016

Saat membantu orang lain, yang paling banyak memperoleh keuntungan abadi adalah diri kita sendiri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -