Ceramah Master Cheng Yen: Berlomba dan Saling Mendukung dalam Kebajikan

Tzu Chi telah berada di Gansu selama 20 tahun lebih dan telah melakukan banyak hal bagi warga kurang mampu di Gansu. Meski bantuan materi tentu ada batasnya, tetapi semua itu adalah wujud nyata cinta kasih insan Tzu Chi. “Setibanya di sini kemarin, kami langsung membersihkan tumpukan salju,” kata Qi Haiping, relawan Tzu Chi Qinghai.

Berhubung tumpukan salju itu agak keras dan tidak kunjung mencair, maka sejak kemarin sore hingga pagi ini, sebelum pembagian bantuan, relawan masih terus membersihkannya. Salju di Gansu sangat tebal. Para relawan pergi bukan untuk bermain salju, melainkan untuk mengantarkan kehangatan. Ini sungguh tidak mudah.


Tzu Chi telah membuat sumur dan penampungan air di sana. Selama belasan tahun ini, kita telah membuat sekitar dua puluh ribu penampungan air. Penampungan air itu mengandalkan salju yang mencair atau hujan yang turun. Namun, lambat laun hujan semakin jarang turun, salju pun semakin sedikit. Selama beberapa tahun, sumber air tak ada lagi. Warga yang tinggal di pegunungan amat menderita. Mereka tak dapat bercocok tanam dan sulit bertahan hidup. Karena itu, kita menjalankan bedol desa. Kini kita dapat melihat hamparan rumput hijau dan pepohonan rindang. Semua ini pernah kita lakukan. Semua ini tercapai seiring waktu. Sejarah bisa berubah, alam juga bisa berubah.

Kita juga melihat anak-anak di Guizhou yang telah kita dampingi selama hampir 20 tahun. Kita menyediakan pendidikan bagi mereka. Setelah lulus perguruan tinggi, banyak dari mereka yang kembali ke kampung. Tzu Chi telah mengubah kehidupan mereka. Ini juga merupakan sejarah.

Pemindahan desa paling awal  kita jalankan di Guizhou. Kita membangun sembilan perumahan bagi warga. Inilah yang dilakukan di Guizhou. Kita juga membangun dua perumahan di Gansu. Inilah yang telah kita jalankan selama ini. Namun, yang terpenting adalah kita harus paham bahwa Tzu Chi bisa ada di Tiongkok Daratan selama lebih dari dua puluh tahun ini juga dimulai oleh insan Tzu Chi dari Taiwan yang menjalankan misi dengan penuh semangat di beberapa provinsi. Ini sudah kita jalankan.

Saat itu, di Tiongkok belum banyak bangunan besar dan jalannya sulit dilalui. Dari segi tempat tinggal ataupun transportasi, saat itu semuanya sangat tidak memadai. Relawan harus melewati medan yang sulit. Saat itu, para relawan yang kembali dari sana akan banyak berbagi tentang kondisi setempat. Saat itu kita merasa cinta kasih Taiwan sangat cukup. Warga Taiwan sungguh penuh kehangatan dan memiliki watak yang baik. Namun, lebih dari dua puluh tahun berlalu, kini pembangunan di Tiongkok sudah berbeda. Kondisi jalur transportasi juga tidak sama lagi. Kondisi ekonomi Tiongkok juga berbeda. Kualitas hidup di sana juga tidak sama lagi. Banyak hal yang kini sudah berbeda. Yang paling jelas terlihat adalah dari sisi amal. Saya merasa semua ini sangat bermakna.


“Saya senang sekali dan merasa sangat beruntung. Meski harus berdiri, saya tidak merasa lelah. Meski turun salju, saya juga tidak merasa dingin. Hati saya penuh kehangatan dan kebahagiaan,” ucap Ren Qing Zhuo Ma, penerima beasiswa Tzu Chi. “Kek, saya mendoakanmu. Semoga Kakek sehat selalu dan panjang umur. Hati-hati saat pulang nanti,” kata Ren Qing Zhuo Ma. “Terima kasih, saya mendoakanmu,” jawab Tian Guizhen, warga setempat. “Dengan begini, bisa merayakan Tahun Baru Imlek?” tanya relawan “Bisa. Bagus sekali,” jawabnya lagi. “Apakah barang-barang ini cukup?” tanya relawan. “Cukup. Ada sedikit saja sudah sangat bagus. Jika tidak ada mi, tiga karung beras ini bisa cukup 4 sampai 5 bulan untuk bertiga,” jawab Yan Guiying, warga setempat.

Kini, insan Tzu Chi di Tiongkok juga penuh budaya humanis dalam misi amal. Mereka sudah mengejar ketinggalan. Jadi, kini relawan Tzu chi di Tiongkok bersama pemerintah berusaha untuk memperbaiki hubungan antarmanusia dan mendekatkan hubungan antarwarga dengan cinta kasih. Pemerintah juga sangat serius dalam hal ini. Di sana juga tidak sedikit orang yang terinspirasi. Mereka sangat tulus dalam menyelami Dharma yang dipraktikkan oleh insan Tzu Chi. Mereka sangat tulus dalam hal ini. Karena itu, kini insan Tzu Chi dari Tiongkok  yang dilantik di Taiwan selama beberapa tahun ini jumlahnya mencapai ratusan orang per tahun. Mereka semua sangat tekun dan bersemangat.

Dalam pembagian bantuan musim dingin tahun ini, di beberapa tempat, relawan dari Taiwan tidak mendampingi karena relawan setempat sudah cukup banyak. Mereka juga penuh semangat budaya humanis dan penuh cinta kasih, baik sekali. Untuk pembagian bantuan ke tempat yang jauh, relawan setempat bisa menjalankan dan memikul tanggung jawab sendiri. Laporan yang mereka kirimkan, baik foto, video, maupun tulisan, semuanya dapat memperlihatkan kehangatan cinta kasih dan interaksi yang tulus. Mereka sungguh luar biasa.

Saya sangat gembira melihat para murid saya di Taiwan dan Tiongkok sepenuh hati mewariskan Dharma dan tekun melatih diri. Dalam mewariskan ajaran Jing Si dan mengembangkan mazhab Tzu Chi, mereka sangat besungguh hati. Semoga para relawan di Taiwan lebih giat lagi dalam kebajikan.


Melihat ketekunan para relawan di Tiongkok, kita harus memuji mereka karena dahulu kalianlah yang membimbing mereka. Melihat hasil bimbingan kalian yang begitu baik, kita harus merasa gembira dan memuji. Selain itu, kita juga harus mendorong para relawan di Taiwan untuk lebih giat karena Taiwan adalah tempat asal mula Tzu Chi. Tempat asal mula Tzu Chi adalah Taiwan. Jadi, kita harus bertekad dan berikrar untuk terus menjadi teladan bagi insan Tzu Chi di seluruh dunia. Ini karena Taiwan adalah tempat asal mula Tzu Chi.

Saat ini saya masih ada, maka untuk dilantik, para relawan akan kembali ke Taiwan. Saya berharap kelak tetap akan seperti ini karena Taiwan adalah tempat asal mula Tzu Chi. Namun, saat para relawan dari luar negeri kembali, mungkinkah kita tidak memberi Dharma? Kita harus tetap memiliki sesuatu yang layak untuk dipelajari agar mereka dapat belajar di sini. Ini bergantung pada para murid saya di Taiwan serta ajaran Jing Si dan mazhab Tzu Chi.

Di tahun ke-50 Tzu Chi,  untuk terus mewariskan ajaran, kita secara resmi mengumumkan berdirinya mazhab Tzu Chi. Misi saya adalah demi ajaran Buddha, demi semua makhluk. Kepada murid-murid saya, saya meminta untuk menjadikan hati Buddha sebagai hati sendiri dan tekad Guru sebagai tekad sendiri. Semangat ini harus terus diwariskan. Semangat welas asih agung Buddha mengandung cinta kasih, welas asih, sukacita, dan keseimbangan batin.

Saya berharap batin para murid saya memiliki ketulusan, kebenaran, keyakinan, kesungguhan. Dalam hidup ini, manusia sulit untuk memahami mana yang benar. Jadi, bagaimana cara memahami mana yang benar? Kita harus membangkitkan ketulusan di dalam hati. Hati kita harus memiliki kemurnian, ketulusan, keyakinan, dan arah yang benar.


Misi kemanusiaan di Gansu membuahkan hasil yang baik

Anak-anak penerima beasiswa menjadi pilar masa depan

Berlomba dan saling mendukung dalam kebajikan

Menjalani hidup dengan tulus di arah yang benar

 

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 11 Februari 2018

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal 13 Februari 2018

Editor: Metta Wulandari

Orang yang memahami cinta kasih dan rasa syukur akan memiliki hubungan terbaik dengan sesamanya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -