Ceramah Master Cheng Yen: Menanamkan Keyakinan yang Dalam untuk Membantu Semua Makhluk

Saya dipenuhi rasa syukur karena Tzu Chi telah berdiri 50 tahun. Berkat perpaduan berbagai sebab dan kondisi selama 50 tahun ini, Tzu Chi dapat berdiri seperti hari ini.

Tzu Chi berdiri di Hualien dan dimulai dari nol. Saat itu, ada 30 ibu rumah tangga menyisihkan uang 50 sen setiap harinya. Sesungguhnya, bukan hanya 50 sen. Jika melihat kembali Buletin Tzu Chi saat itu, ada orang yang mendonasikan 5 dolar NT setiap bulan. Jika satu bulan 5 dolar NT, maka berapa besar donasi mereka setiap hari? 10 sen saja. Demikianlah awal mula Tzu Chi berdiri.

Tzu Chi bermula dari tetes demi tetes sumbangsih. Ini membuktikan sebuah ungkapan yang berbunyi, “Butiran pasir dapat membangun pagoda.” Butiran pasir yang terhimpun dapat membangun pagoda. Butiran beras dapat memenuhi lumbung dan tetesan air dapat membentuk sungai. Tetes demi tetes air juga dapat membentuk sebuah sungai. Jadi, kita tidak boleh meremehkan apa pun meskipun hal itu sangat kecil.

Pasien penerima bantuan pertama kita adalah seorang lansia yang hidup sebatang kara. Hingga kini Tzu Chi telah tersebar ke lebih dari 50 negara dan wilayah dan telah menyalurkan bantuan ke 92 negara dan wilayah.

Tzu Chi selalu berupaya menyalurkan bantuan darurat, bantuan bencana, bantuan untuk orang kurang mampu, dan lain-lain. Semua penyaluran bantuan itu dapat terlaksana berkat tetes demi tetes donasi dan tekad luhur setiap orang.

Kita jangan pernah melupakan tekad awal. Dengan senantiasa mengingat tekad awal, maka kita akan memiliki keyakinan yang teguh dan dalam. Belakangan ini, kita melihat banyak relawan senior Tzu Chi yang kembali ke Griya Jing Si. Setiap relawan Tzu Chi sangat memandang penting peringatan ultah Tzu Chi yang ke-50.

Sejak awal bulan April, setiap hari saya dapat mendengar sekelompok relawan melakukan ritual namaskara. Ini membuat saya teringat pada saat kita ingin membangun rumah sakit di Hualien, orang-orang juga melakukan ritual namaskara dengan hati yang tulus. Rute mereka dimulai dari rel kereta api, lalu melewati jalan besar untuk menuju Griya Jing Si. Tak peduli cuaca hujan maupun panas, setiap orang berdoa dengan tulus semoga pembangunan rumah sakit dapat berjalan dengan lancar.

Tiga puluh tahun sudah rumah sakit kita dibangun. Selama masa pembangunan rumah sakit, saya dapat melihat kesungguhan hati para relawan Tzu Chi. Mulanya proyek pembangunan itu diprediksi membutuhkan waktu 3 tahun, tetapi dalam waktu 2 tahun 3 bulan, proyek pembangunan itu sudah rampung. Jadi, rumah sakit itu beroperasi lebih awal 9 bulan dari yang dijadwalkan.

Relawan Tzu Chi sangat bersungguh hati. Demi membantu saya membangun rumah sakit, mereka sangat bekerja keras. Saya sangat tersentuh. Dengan keyakinan tekad yang dalam dan teguh, mereka terus menapaki jalan ini hingga sekarang.

Kisah tentang relawan Tzu Chi senior sangatlah banyak. Jalinan jodoh mereka dengan Tzu Chi sungguh menakjubkan. Bagi relawan yang pulang untuk mengikuti ritual namaskara, saya juga memberi mereka sebuah suvenir berupa ukiran kayu yang berlogo 50 tahun Tzu Chi. Ukiran kayu itu didonasikan oleh  dua relawan di Amerika Serikat. Dokter Liao dan Bapak Song yang mendonasikannya sehingga para relawan Tzu Chi dapat menerima suvenir tersebut.

Selain itu, selama puluhan tahun ini, saya terus membabarkan Sutra. Karena itu, staf kita berusaha untuk mengompilasi ceramah saya ke dalam buku. Selama 2 hingga 3 tahun ini, mereka sangat bekerja keras.

Kini kita telah menerbitkan buku penjelasan Sutra Bhaisajyaguru. Saya menjelaskan Sutra ini sebanyak 3 kali. Yang pertama kali pada tahun 1973, yakni saat pascabencana topan. Yang kedua kali pada tahun 1984, yakni saat kita ingin membangun rumah sakit. Lalu yang ketiga kali pada tahun 2001, yakni saat saya menyadari nilai moralitas semakin merosot. Pada tanggal 24 Imlek setiap bulannya, saya juga membabarkan Sutra Bhaisajyaguru.

Singkat kata, tiga buku penjelasan Sutra Bhaisajyaguru telah dipublikasikan. Sesuai dengan perubahan zaman dan latar belakang kondisi pada saat yang bersangkutan, saya menjelaskan Sutra tersebut. Melihat para staf kita mengompilasikannya hingga menjadi buku, saya sangat tersentuh. Kini buku-buku itu sudah dipublikasikan.

Singkat kata, ini semua berkat tekad luhur setiap orang. Para relawan Tzu Chi di luar negeri juga sangat tulus dan sepenuh hati mencurahkan cinta kasih mereka. Mereka rela menyumbangkan uang dan tenaga mereka. Saya tidak menerima donasi uang untuk Griya Jing Si. Yang saya inginkan adalah tenaga setiap orang.

Kita dapat melihat di Indonesia. Kini Empat Misi Tzu Chi telah tertanam kuat di Indonesia. Indonesia memiliki banyak pulau. Mereka pergi ke berbagai tempat untuk menyebarkan benih cinta kasih. Mereka semua bersikap penuh hormat. Meski beberapa di antara mereka adalah pengusaha sukses, tetapi mereka sangat rendah hati. Apa pun yang saya katakan, mereka pasti melakukannya. Saat saya meminta mereka mengoreksi sesuatu, mereka pasti segera mengoreksinya. Karena itulah, Empat Misi Tzu Chi dapat berhasil diemban di seluruh Indonesia.

Kita dapat melihat di dalam Kompleks Tzu Chi Center terdapat Aula Jing Si, kantor DAAI TV, sekolah dasar, sekolah menengah, dan TK Tzu Chi. Kini mereka juga tengah membangun rumah sakit. Selain itu, dalam waktu belasan tahun saja, mereka sudah membangun dua Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi di Jakarta.

Para pengusaha setempat saling bekerja sama dengan harmonis. Selain itu, ada beberapa pengusaha besar di sana yang turut menyosialisasikan semangat celengan bambu. Contohnya Grup Sinar Mas dan Summarecon.

Para pengusaha besar itu melepaskan status diri dan berusaha untuk menyosialisasikannya di perusahaan sendiri. Selain itu, mereka juga menginspirasi dan menyemangat pengusaha lain. Mereka membimbing orang berada untuk membantu orang kurang mampu dan menginspirasi orang kurang mampu untuk memperkaya batin. Mereka mengembangkan welas asih dan kebijaksanaan, serta senantiasa tekun dan bersemangat.

Selama lebih dari 20 tahun ini, mereka memegang teguh teka dan memiliki keyakinan yang dalam. Mereka bukan sekadar berbicara saja. Mereka tidak beralasan, “Negara Indonesia terlalu besar sehingga sulit untuk menginspirasi orang.” Di negara dengan ribuan pulau itu, relawan kita bertekad untuk memekarkan “bunga teratai” di setiap pulau. Inilah harapan mereka.

Menanamkan keyakinan yang dalam untuk membantu semua makhluk

Melakukan ritual namaskara dengan hati yang tulus untuk mendoakan kelancaran pembangunan RS

Menyebarkan buku penjelasan Sutra Bhaisajyaguru ke seluruh dunia

Melihat mekarnya “bunga teratai” di Indonesia

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 29 April 2016

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal 1 Mei 2016
Orang yang mau mengaku salah dan memperbaikinya dengan rendah hati, akan mampu meningkatkan kebijaksanaannya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -