Ceramah Master Cheng Yen: Mendengar Dharma untuk Mengembangkan Empat Kebijaksanaan

Setelah mendengar Dharma dan memperoleh manfaat darinya, kita juga harus menyebarkannya saat berinteraksi dengan orang lain. Contohnya retret 7 hari di Griya Jing Si yang diikuti oleh para relawan. Saya sangat tersentuh mendengarnya karena itu berkaitan dengan pewarisan ajaran Jing Si.

Misi Tzu Chi harus dijalankan dengan baik karena itu merupakan bagian dari mazhab Tzu Chi. Misi kesehatan kita juga termasuk bagian dari mazhab Tzu Chi. Kita harus menyebarluaskan mazhab Tzu Chi. Meski hanya bersumbangsih sebagai relawan sehari,  orang-orang juga bisa dipenuhi sukacita dalam Dharma. Sungguh, Dharma yang merupakan santapan spiritual kita harus dipraktikkan setelah didengar.

Tadi, kita mendengar kisah seorang pemilik perusahaan yang mengasihi karyawannya dengan cinta kasih yang tulus dan memedulikan kesehatan mereka. Daripada mengajak mereka berwisata, dia lebih memilih untuk melindungi kesehatan mereka. Inilah kebijaksanaan. Dia mengubah kesadaran menjadi kebijaksanaan.


Salah satu perumpamaan yang sederhana adalah, jika dia mengajak karyawannya berwisata, apakah setiap orang bisa pulang dalam keadaan selamat? Tidak ada yang tahu. Pergi berwisata juga hanya melihat-lihat, lalu pulang. Pemandangan yang terlihat hanya tertinggal di dalam ingatan kita. Namun, beberapa waktu kemudian, semua itu akan sirna. Namun, dia bisa mengubah kesadaran menjadi kebijaksanaan.

Dia sangat memedulikan kesehatan para karyawannya. Jika ada karyawan yang kesehatannya bermasalah, mereka bisa ditangani lebih awal. Kesehatan seseorang memengaruhi kebahagiaan satu keluarga. Inilah yang disebut mengubah kesadaran menjadi kebijaksanaan. Inilah kebijaksanaan, bukan sekadar pengetahuan. Saya memberikan sebuah contoh yang sederhana dan bisa dipahami oleh setiap orang.

Setelah membuka pintu Dharma dan memasukinya, kita harus memahami silsilah Dharma. Selain mendengar Dharma, kita juga harus mengetahui perkembangan dan silsilahnya. Intinya, kita harus mempraktikkan Dharma yang kita dengar. Saat mengikuti retret tujuh hari, para relawan mengikuti pola hidup kita di Griya Jing Si.


Dharma terdapat di setiap tempat, setiap gerakan mereka, dan setiap kondisi yang mereka alami. Apakah cukup jika hanya memahami Dharma? Tidak. Kita juga harus menyebarkannya. Karena itu, saya berkata bahwa para umat perumah tangga hendaknya berbagi pengalaman mereka saat menjalani hidup seperti para bhiksuni di Griya Jing Si agar orang-orang dapat memahami pola hidup kita di Griya Jing Si dan bagaimana ajaran Jing Si berkembang hingga sekarang.

Mendengar Dharma bisa menghapus kesulitan dan keraguan kita. Namun, apakah kita sungguh-sungguh menghapus kesulitan dan keraguan kita secara tuntas? Tidak tahu. Kita bisa menjelaskan Dharma, tetapi saat menghadapi kesulitan, bisakah kita menghapus noda batin? Bisakah kita mengubah enam kesadaran pertama menjadi kebijaksanaan yang mendukung segala pencapaian atau kebijaksanaan dalam mengamati? Bisakah kita kembali pada kebijaksanaan yang tidak membeda-bedakan? Setelah itu, bisakah kita kembali pada kebijaksanaan yang jernih dan bulat bagaikan cermin? Demikianlah kita mengembangkan Empat Kebijaksanaan.

Jadi, baik Tiga Prinsip, Empat Latihan, Empat Praktik, maupun yang lainnya, semuanya bisa dihafal dengan mudah, juga tidak sulit untuk disebarkan. Namun, saat menghadapi masalah, bisakah kita mempraktikkannya? Tiga Prinsip terdiri atas apa? (Istana welas asih), (Jubah kelembutan dan kesabaran), (Singgasana kekosongan). Sudahkah kalian memahami bahwa segala sesuatu adalah kosong? (Belum) Belum. Demikianlah kita membabarkan Dharma. Jika belum memahami bahwa segala sesuatu adalah kosong, bagaimana kita bisa menduduki singgasana kekosongan? Dharma yang harus kita kejar sangat mendalam dan halus. Di kehidupan yang mana kita baru bisa menduduki singgasana kekosongan?

Mulai sekarang, kita harus membina hati penuh welas asih serta bersikap lembut dan sabar. Sudahkah kita memasuki pintu welas asih? Membina cinta kasih dan welas asih agung berarti mengasihi tanpa memandang jalinan jodoh dan memiliki perasaan senasib dan sepenanggungan. Sudahkah kita melakukannya?


Kita mendengar tentang seorang murid penerima bantuan. Kita sangat mengasihinya. Kita sungguh telah mempraktikkan cinta kasih tanpa memandang jalinan jodoh. Kita menjaga keluarganya dengan baik. Lalu, bagaimana dengan perasaan senasib dan sepenanggungan? Sang ibu bersusah payah membesarkan kedua anaknya. Untuk memperhatikan keluarga ini, kita menggerakkan beberapa relawan. Sudahkah kita mencurahkan perhatian kepada setiap keluarga yang membutuhkan?

Kita menggunakan cinta kasih universal atau individual? Terhadap orang yang memiliki jalinan jodoh baik dengan kita, kita mengasihi dan melindungi mereka. Kita mengasihi dan melindungi orang yang memiliki jalinan jodoh baik dengan kita. Namun, apakah kita memperluas jalinan jodoh kita? Jika bisa memperluas jalinan jodoh baik hingga ke setiap keluarga, berarti kita memiliki cinta kasih dan welas asih agung.

Melihat kasus-kasus kita, kita hendaknya bersyukur. Tanpa mereka yang menunjukkan penderitaan pada kita, kita tidak akan menyadari betapa beruntungnya kita. Saya sering mengingatkan kalian bahwa ini disebut dengan kekosongan tiga aspek dana. Kita bersumbangsih bukan demi pahala, juga bukan demi keuntungan. Setelah bersumbangsih dan melihat orang lain tertolong, kita bersyukur. Membina hati penuh welas asih berarti melapangkan hati dan mempraktikkan Dharma di dunia.


Sungguh, di dunia ini ada banyak orang menderita yang sedang menanti kita. Kita juga harus tahu bahwa dengan menangani kasus, kita baru bisa melihat kondisi sesungguhnya dari dunia ini. Di Jalan Bodhisatwa, Bodhisatwa menjangkau semua makhluk yang menderita. Berkat makhluk yang menderita, kita bisa menapaki Jalan Bodhisatwa. Tanpa menerima kasus, bagaimana kita menapaki Jalan Bodhisatwa?

Saya sangat bersyukur kepada para relawan ladang berkah kita. Kantor lama kita di Jalan Minquan beroperasi selama 20 tahun lebih. Mengapa ada istilah “relawan ladang berkah”? Karena jendela kantor lama kita dilengkapi dengan kisi-kisi berbentuk persegi. Saya berkata, “Mengapa membuat rancangan seperti ini? Debu-debu di kisi-kisi akan sulit dibersihkan.”

Relawan kita berkata bahwa mereka mengelapnya perlahan-lahan. Mengelap kisi-kisi itu bagai menggarap ladang berkah. Sejak saat itu, relawan yang melakukan pembersihan disebut “relawan ladang berkah”. Sekarang, relawan ladang berkah kita masih menggarap ladang berkah seperti ini. Namun, mereka bukan hanya bisa menggarap ladang berkah, tetapi juga bisa menabur benih kebajikan. Jadi, mari kita lebih bersungguh hati menabur benih kebajikan. Apakah kalian paham? (Paham)


Baiklah. Waktu terus berlalu. Singkat kata, Semoga kalian bukan hanya menapaki Jalan Bodhisatwa di kehidupan sekarang, apalagi hanya sesaat. Jadi, ini bukan hanya sesaat, juga bukan hanya satu kehidupan, melainkan hingga kehidupan mendatang. Jangan melupakannya dan jangan menyerah.

Mendengar Dharma untuk mengembangkan Empat Kebijaksanaan

Menolong orang yang membutuhkan dengan cinta kasih tanpa memandang jalinan jodoh

Menabur benih kebajikan dan menggarap ladang berkah

Menapaki Jalan Bodhisatwa dengan kekosongan tiga aspek dana

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 10 Agustus 2018

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,

Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, Li Lie

Ditayangkan tanggal 12 Agustus 2018
Jangan menganggap remeh diri sendiri, karena setiap orang memiliki potensi yang tidak terhingga.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -