Ceramah Master Cheng Yen: Mengembangkan Cinta Kasih untuk Berbuat Baik

Kehidupan itu tidak kekal. Ketika berbicara tentang pandemi COVID-19, kita semua merasa sangat khawatir dan cemas. Tenaga medis berjuang keras menangani pasien. Anak-anak ini begitu perhatian.
“Ibu bekerja keras di rumah sakit. Jadi, kita harus mengenakan masker dan tidak bermain di luar.  Semoga pandemi COVID-19 cepat berakhir,” kata Sarah, Siswi TK Tzu Chi.
 
“Kakak-kakak perawat, semangat!  Paman, bibi, dan kakak-kakak tenaga medis masih berjuang melawan virus, Mari kita berjuang Bersama,” tutur Yu Hao-cheng, Siswa SD Jiangcui.
 
Cinta kasih yang penuh dengan kepedulian ini benar-benar menyentuh hati. Anak-anak dapat melakukannya, bagaimana dengan kita? Apakah kita orang dewasa mengerti akan hal ini? Anak-anak ini sungguh membuat saya merasa kagum dan hormat dari lubuk hati terdalam.
 
Dalam masa-masa krisis seperti ini, para tenaga medis menghadapi risiko infeksi tanpa gentar. Di rumah sakit, mereka berisiko tinggi untuk terinfeksi, terutama ketika dekat dengan pasien. Meski begitu, mereka tetap berpegang teguh pada profesi mereka untuk melindungi dan menyelamatkan pasien. Mereka telah bertekad bagi dunia dan terus memegang teguh tekad itu.
 
Mereka tidak takut karena mereka tahu cara melindungi diri. Mereka juga merawat pasien dengan cermat dan berani. Perbuatan mereka sangat mulia dan luar biasa. Saya ingat pada awal Mei saya mendapat kabar tentang sekelompok pastor di India yang membantu merawat pasien COVID-19. Mereka terjun ke rumah sakit dengan pikiran bahwa mereka mungkin tidak akan dapat keluar lagi.
 
Ketika mendengar hal itu, saya berkata, "Ini tidak boleh terjadi. Mereka datang ke rumah sakit dalam keadaan sehat, juga harus keluar dengan selamat dan sukacita." Beberapa hari lalu, mereka mengabarkan bahwa mereka semua aman dan baik-baik saja. Mereka adalah rohaniwan yang mulia. Berpegang teguh pada semangat religius, mereka membawa kedamaian batin bagi pasien agar para pasien memiliki arah dan sandaran batin.
 
Mereka memimpin para pasien untuk berdoa bersama. Jadi, saya sangat menghormati mereka. Yang bisa kita sediakan ialah alat pelindung diri untuk menjaga keselamatan mereka. Kita berharap mereka dapat terlindungi dengan baik dengan mengenakan APD itu. Apa pun yang kami butuhkan, kalian selalu siap sedia untuk membantu di sisi kami. Terima kasih banyak.


Kita menyediakan kebutuhan materi, sedangkan mereka bersumbangsih dengan tenaga.  Semuanya bersatu dan mengerahkan kekuatan masing-masing. Saya terus mengatakan bahwa saat ini kita hendaknya mengerahkan apa yang kita bisa untuk membantu mereka. Saat ini, kita tidak bisa mempertimbangkan anggaran. Jika mereka butuh, kita berusaha untuk menyediakannya. Inilah yang biasanya kita lakukan dalam beberapa dekade terakhir, tepatnya selama lebih dari setengah abad.
 
Setiap kali bencana terjadi, kita berusaha untuk memberikan bantuan. Insan Tzu Chi di seluruh dunia selalu menjalankan semangat celengan bambu. Mereka mengajari anak-anak untuk menyisihkan uang logam dan berpesan, "Kita harus hemat agar bisa menolong orang lain. Hematlah uang jajan dengan tidak membeli permen. Jangan beli permen, jangan boros. Sisihkan uang dan masukkan ke dalam celengan bambu untuk menolong orang lain." Inilah pendidikan.
 
Lewat celengan bambu, selain mendidik anak-anak, kita juga berbuat baik dan menolong orang lain. Kita telah menjalankan semangat ini selama lebih dari setengah abad. Semangat ini tetap sama sejak dahulu, sekarang, hingga masa yang akan datang. Dengan semangat ini, kita menghimpun cinta kasih orang-orang untuk membantu sesama yang kesulitan atau menderita. Dengan demikian, semua orang memupuk pahala.
 
Inilah yang selalu kita lakukan. Jika tidak menghimpun kekuatan seperti ini, bagaimana kita bisa menolong orang? Menyelamatkan orang adalah perkara besar, juga merupakan tujuan Buddha datang ke dunia. Tujuan Buddha ialah mengajarkan praktik Bodhisatwa. Dalam praktik Bodhisatwa, kita harus terus bersumbangsih tanpa pamrih. Kita harus memahami kekosongan tiga aspek dana, sehingga batin kita bebas dari kemelekatan berapa pun sumbangsih yang kita berikan.
 

Jadi, semua orang dapat bersumbangsih sesuai kemampuan. Inilah keindahan di dunia. Keindahan ini terletak pada kepedulian terhadap orang-orang yang menderita. Keindahan ini terletak pada kesediaan mereka yang mampu untuk membantu yang kekurangan. Inilah sifat hakiki manusia yang pada dasarnya bajik.
 
Penderitaan di dunia tidak pernah berakhir. Manusia selalu diliputi penderitaan. Yang bisa membawa kebahagiaan ialah bersumbangsih. Membantu orang lain adalah kebahagiaan terbesar. Ketika melihat orang lain tertolong berkat bantuan kita, kita akan sangat bersukacita. Jika telah bertindak secara nyata meringankan penderitaan orang lain, bagaimana kita tidak bersukacita? Bukankah ini yang disebut sukacita dalam Dharma?
 
Jadi, saya bersukacita setiap hari karena sifat hakiki manusia pada dasarnya bajik dan insan Tzu Chi telah mendekat pada sifat hakiki yang murni ini. Inilah yang membuat saya bersukacita. Namun, saya masih khawatir dan bertanya-tanya kapan penderitaan di dunia akan berakhir. Pandemi ini membuat orang-orang merasa cemas. Kapankah masyarakat dapat tenang kembali? Kapankah kita semua dapat kembali tenteram, bebas dari masalah, dan lega? Untuk itu, kita harus memperkuat sikap mawas diri dan tulus.
Tenaga medis tidak gentar menghadapi bahaya
Menjaga tekad untuk memberi ketenteraman bagi orang lain
Manusia memiliki cinta kasih untuk bersumbangsih
Berbuat baik dengan semangat celengan bambu
 
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 16 Juni 2021
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 18 Juni 2021         
 
 
Luangkan sedikit ruang bagi diri sendiri dan orang lain, jangan selalu bersikukuh pada pendapat diri sendiri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -