Ceramah Master Cheng Yen: Menghargai Kehidupan dan Sering Berintrospeksi Diri

“Saya adalah penderita Sindrom Marfan, yang merupakan kelainan genetik dari jaringan ikat. Ia memiliki banyak gejala. Penderita bisa meninggal secara tiba-tiba. Mata saya sudah dioperasi sebanyak 4 kali. Pada tahun 2015, saya didiagnosis menderita diseksi aorta. Beruntung, saya terselamatkan. Saya telah mendapat perawatan mata, jantung, dan pergelangan kaki. Rasanya saya telah mendapat perawatan dari ujung kepala hingga ujung kaki. Setelah pulih dan saat pergi ke rumah sakit, saya memahami bahwa hidup itu seperti ikan yang hidup di kolam yang kekurangan air. Saya harus memanfaatkan tubuh saya dan menggenggam setiap jalinan jodoh untuk bersumbangsih,” cerita Xie Yan-ping, relawan Tzu Chi.

Kehidupan kita terus berlalu detik demi detik. Seiring berjalannya waktu, usia kehidupan kita juga terus berkurang. Namun, kehidupan kita sangatlah bermanfaat. Kita harus menghargai kehidupan dan memanfaatkannya dengan baik. Namun, bagaimana kita harus menghargainya?


Sejujurnya, bagaimanapun kita menghargai jiwa kebijaksanaan, kehidupan kita tak terlepas dari dunia,  waktu, keseharian, berbagai masalah antarmanusia, perasaan sukacita, cinta kasih, kebencian, dan lain sebagainya. Sikap seperti itu tak terelakkan untuk ada dalam kehidupan kita. Inilah makhluk awam. Namun, makhluk awam juga bisa berikrar untuk menjadi Bodhisatwa. Bagaimana kita bisa mencapai ini? Kita harus mengenal Dharma, barulah hati kita dapat tergerak untuk memahami Dharma dan melakukan tindakan nyata.

Setelah mendengar Dharma dan merasa tersentuh, kita harus melakukan tindakan nyata. Seperti itulah kita memahami Dharma, mengenal Dharma, dan melakukan tindakan nyata.


Meski kita sudah mulai berjalan di Jalan Bodhisatwa, tetapi kita masih belum terlepas dari kondisi batin makhluk awam. Jelas-jelas kita sedang melakukan kebajikan dan melakukannya tanpa pamrih. Namun, tabiat buruk yang terakumulasi dalam kehidupan kita membuat kita melekat pada yang kita sukai dan menjauh dari yang kita benci. Ini karena kita masih makhluk awam. Namun, karena kita beruntung dapat berjalan di Jalan Bodhisatwa, kita harus melatih diri dan menggenggam waktu untuk mendedikasikan diri di tengah masyarakat. Ketika kita menggenggam waktu untuk menjadi relawan dan berjalan dengan teguh di Jalan Bodhisatwa, dengan sendirinya tabiat buruk awam kita akan berkurang. Begitulah kita belajar dan menyerap Dharma ke dalam hati.

Kita harus banyak mendengar Dharma dan terjun ke tengah masyarakat. Dengan semakin banyaknya orang yang melakukan kebajikan, kita semakin merasakan sukacita dan rasa haru dalam bersumbangsih. Dengan demikian, jiwa kebijaksanaan kita perlahan-lahan akan tumbuh.


Jiwa kebijaksanaan tidak dibatasi oleh waktu. Saya sering mengatakan bahwa jiwa kebijaksanaan adalah tanpa batas. Ketika kita kembali ke hakikat kebuddhaan, hakikat ini tak lagi memiliki perbedaan usia. Kebijaksanaan ini selalu baru. Segala yang kita hadapi setiap hari selalu baru. Orang dan masalah yang kita temui setiap hari berbeda-beda. Dengan kebijaksanaan, kita dapat melenyapkan noda dan kegelapan batin yang terpupuk dari masa lalu. Setiap noda dan kegelapan batin dari masa lalu kita lenyapkan. Kita memulai kehidupan baru setiap hari dengan batin yang bersih.

Akhir-akhir ini saya sering mengatakan bahwa jangan sampai jalinan jodoh baik ini terputus. Kita harus menjaga kebijaksanaan kita. Saya sering mengatakan bahwa ketika kita meninggal dunia, tak ada yang bisa kita bawa kecuali karma yang telah kita ciptakan. Tak peduli berapa banyak harta dan ketenaran yang kita miliki, pada akhirnya tak ada yang bisa dibawa kecuali jejak ingatan dan tabiat kita.


Di dalam ajaran Buddha itu disebut benih karma. Benih karma akan mengikuti kita dari kehidupan ke kehidupan. Kita membawa karma kehidupan sekarang ke kehidupan berikutnya. Ajaran Buddha meyakini hukum sebab akibat. Contohnya, setiap hari ada banyak hewan yang menjerit dan meratap karena akan dibunuh.

Tahun lalu, demi memenuhi nafsu makan manusia, lebih dari 100 juta ekor hewan ternak dibunuh setiap harinya. Saya merasa bahwa angka ini sekarang juga tidak berkurang karena populasi manusia bertambah dan banyak orang masih tetap makan daging. Saya menonton berita yang melaporkan bahwa wabah demam berdarah dan flu burung sudah sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan. Penyakit ini menyebar di daerah-daerah yang padat penduduk karena kebersihan lingkungan yang kurang terjaga.


Kita sungguh harus berintrospeksi diri. Kita harus tulus dan sungguh-sungguh memikirkan cara untuk membuat bumi kita menjadi lebih bersih. Populasi dunia begitu besar. Dibutuhkan peran manusia untuk mengurangi volume sampah. Untuk mengurangi masalah sampah, orang-orang harus memiliki kesepahaman, kesepakatan, serta tindakan bersama yang nyata untuk menghargai sumber daya alam.

Kita harus menghargai setiap barang seperti menghargai kehidupan kita. Jangan terlalu mudah untuk membuang atau mengganti barang karena sudah lama atau sudah ketinggalan zaman. Dalam menjalankan bisnis, banyak orang zaman sekarang sungguh membahayakan lingkungan. Kita sungguh harus berintrospeksi diri dengan sungguh-sungguh.  


Memanfaatkan waktu untuk menghirup keharuman Dharma

Makhluk awam juga bisa menjadi Bodhisattva

Menjalin jodoh baik dengan kebijaksanaan

Menghargai kehidupan dan sering berintrospeksi diri

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 9 Agustus 2018

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Li Lie, Marlina

Ditayangkan tanggal 11 Agustus 2018

Editor: Metta Wulandari
Tiga faktor utama untuk menyehatkan batin adalah: bersikap optimis, penuh pengertian, dan memiliki cinta kasih.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -