Ceramah Master Cheng Yen: Menghimpun Cinta Kasih Universal demi Semua Makhluk

Murid-murid saya kembali ke Taiwan dan berkumpul bersama. Para relawan dari 26 negara dan wilayah kembali ke kampung halaman batin. Apakah kalian merasakan kehangatan saudara se-Dharma di kampung halaman batin ini? (Ya)

Sungguh, saat akan masuk tadi, saya melihat barisan relawan yang panjang. Saya mengucap syukur pada mereka. Demi mendukung pelatihan dan menyambut para relawan luar negeri, mereka menghabiskan waktu berhari-hari untuk melakukan pembersihan dan bersungguh hati melakukan persiapan. Demi menyambut para saudara se-Dharma, mereka bersukacita melakukan persiapan. Jadi, saat para relawan luar negeri kembali, setiap tempat terlihat bersih.

Mereka juga bersungguh hati menyediakan makanan. Dengan penuh perhatian, mereka mencari tahu menu yang sesuai untuk para relawan dari berbagai negara.

Para insan Tzu Chi menganut agama yang berbeda-beda, tetapi tidak membeda-bedakan. Meski Tzu Chi adalah organisasi Buddhis, tetapi cinta kasih tidak memandang perbedaan kewarganegaraan ataupun agama. Semua insan Tzu Chi bekerja sama dengan rasa hormat, cinta kasih, dan rasa syukur. Cinta kasih yang murni tanpa noda ini tidak memandang perbedaan dan bisa menyatukan semua orang.

“Seperti yang kalian ketahui, saya meninggalkan Suriah, negara tercinta saya. Selama tujuh tahun ini, saya selalu ingin pulang ke sana. Namun, saya tidak tahu kapan saya bisa pulang. Master Cheng Yen pernah berkata bahwa meski menjadikan kulit sebagai kertas, menjadikan tulang sebagai pulpen, dan menjadikan sumsum sebagai tinta, penderitaan warga Suriah juga tidak habis untuk dicatat,” kata Profesor Cuma, Kepala Sekolah Menahel.

 

“Berkat bantuan kalian semua dan Master Cheng Yen, kami dapat mengantarkan cinta kasih kalian ke Turki sehingga anak-anak pengungsi dari Suriah dapat kembali menerima bantuan. Sebanyak 60.000 orang yang menerima bantuan kita setiap bulan dapat menjalani hidup yang berbeda berkat cinta kasih kalian,” lanjut Profesor Cuma.

“Saya berharap kita dapat terus memberikan bantuan di sana dan jejak langkah kalian yang terukir di dalam sejarah tidak pernah berhenti. Mari kita meneruskan langkah kita agar kelangsungan hidup anak-anak ini terjaga dan mereka bisa kaya akan pengetahuan. Terima kasih,” pungkasnya.

“Master dan para saudara se-Dharma yang terhormat dan terkasih, suatu kehormatan bagi saya bisa kembali berdiri di hadapan kalian. Tzu Chi dan Master telah mengubah kehidupan saya dan keluarga saya. Kini saya berusaha untuk menolong sesama setiap hari,” kata  relawan Tzu Chi.

“Master Cheng Yen yang terhormat dan terkasih, (kami) bekerja sama dengan harmonis untuk menjalankan misi Master di Ekuador. Terima kasih,” kata Jenyffer Ruiz, relawan Tzu Chi.

Kita bisa melihat seorang pastor dan biarawati yang kembali ke Taiwan. Saya sangat kagum dan bersyukur pada mereka. Dengan semangat nonduniawi, mereka mengesampingkan kepentingan pribadi demi bersumbangsih bagi orang banyak. Contohnya Pastor Zucchi.  Beliau berkesempatan untuk pergi ke Vatikan. Namun, berhubung tidak tega melihat penderitaan warga Haiti, beliau membangun tekad agung untuk menjangkau orang-orang yang menderita. Inilah cinta kasih tanpa pamrih.

 

Tzu Chi juga memiliki jalinan jodoh untuk menolong orang-orang di Haiti. Relawan kita dari AS, Si Cheng, juga sangat bersungguh hati. Dia telah puluhan kali pergi ke Haiti. Kepada para relawan dari AS yang berulang kali pergi ke Haiti, saya juga sangat bersyukur. Meski kehidupan di AS bagai di surga, para relawan tetap bersedia memberikan bantuan di Haiti.

Sanitasi di Haiti tidak baik. Pola hidup, lingkungan, dan kebiasaan di Haiti juga jauh berbeda dengan kehidupan para relawan di AS. Namun, mereka tetap berulang kali menyalurkan bantuan ke Haiti. Saya sangat bersyukur.

Saya juga mendengar relawan dari Mozambik yang berbagi pengalamannya naik pesawat terbang. Saat duduk di pesawat terbang, melihat penumpang lain berjalan membuatnya sangat khawatir bahwa pesawat akan jatuh. Berhubung berasal dari negara yang jauh, mereka tidak bisa menjangkau Taiwan hanya dalam satu penerbangan, melainkan harus transit di beberapa negara. Meski harus bersusah payah, mereka tetap kembali ke Taiwan.

Di Tzu Chi tidak ada perbedaan suku ataupun agama. Hari ini, di sini ada relawan dari berbagai negara dan memiliki pola hidup yang berbeda-beda. Kita bisa melihat relawan Tan dari Malaysia yang didampingi oleh seorang relawan lain, yaitu relawan Lim. Mereka selalu melakukan perjalanan dengan pesawat pribadi. Berhubung relawan Tan datang, relawan Lim pun mendampinginya.

“Master yang terhormat dan terkasih, saya sangat bersyukur memiliki kesempatan untuk menjadi murid Master. Saya berikrar untuk senantiasa menjadi murid yang baik. Saya berharap Master dapat terus membimbing dan mendoakan kami. Master, saya berjalan pelan-pelan. Saya akan mengikuti Master selangkah demi selangkah. Saya akan terus berjalan bersama Master hingga mencapai tujuan,” kata Vincent Tan, relawan Tzu Chi Malaysia.

 

Mereka merupakan relawan yang berada. Mereka membangun tekad untuk mengikuti saya selangkah demi selangkah. Mereka satu per satu datang ke hadapan saya dan bertekad untuk mengikuti langkah saya. Saya yakin, asalkan mereka membangun tekad dan ikrar, orang-orang yang menderita akan tertolong. Asalkan setiap orang dapat membangun tekad dan ikrar, dunia ini akan terbebas dari bencana dan orang-orang akan hidup tenteram.

Kekuatan cinta kasih tidak bergantung pada status sosial, kondisi ekonomi, dan agama. Di Tzu Chi, semua orang memiliki tekad dan ikrar yang sama, yakni bersumbangsih bagi semua makhluk di seluruh dunia. Dengan tekad dan ikrar yang sama, kita menuju arah yang sama, yaitu cinta kasih tanpa pamrih.

Ketulusan, kebenaran, keyakinan, dan kesungguhan sebagai tanah yang subur; cinta kasih, welas asih, sukacita, dan keseimbangan batin sebagai angin semilir. Inilah arah tujuan kita.

Setelah menyatakan berlindung kepada Tiga Permata, inilah arah tujuan kita. Kita sepenuh hati menghimpun cinta kasih universal untuk bersumbangsih bagi orang-orang yang menderita di seluruh dunia. Kita harus yakin bahwa di dalam hati kita ada Tiga Permata atau hakikat Kebuddhaan dan kebijaksanaan hakiki. Kita juga harus membina kedisiplinan. Inilah makna dari Tiga Perlindungan.

Tzu Chi memiliki aturan dan sila. Semoga setiap orang dapat menaati aturan dan Sila Tzu Chi, yakni mengasihi keluarga besar Tzu Chi, mengasihi dunia ini, dan mengasihi semua makhluk.

Bersukacita melakukan persiapan untuk menyambut saudara se-Dharma
Para relawan luar negeri berkumpul bersama di Taiwan
Bersumbangsih dengan kesatuan hati dan cinta kasih tanpa membeda-bedakan
Berikrar bersumbangsih bagi semua makhluk dengan welas asih dan kebijaksanaan 

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 10 November 2019
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 12 November 2019

Kita sendiri harus bersumbangsih terlebih dahulu, baru dapat menggerakkan orang lain untuk berperan serta.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -