Ceramah Master Cheng Yen: Menyadari Kebenaran dan Membalas Budi Luhur Buddha

Kita telah mengadakan upacara pemandian rupang Buddha selama lebih dari 20 tahun sejak Tzu Chi berusia 30 tahun. Dimulai dari upacara di Akademi Keperawatan Tzu Chi hingga kini, barisan partisipan menjadi sangat panjang. Setelah memasuki bulan Mei, upacara pemandian rupang Buddha diadakan di berbagai wilayah.

Tubuh Buddha pada hakikatnya tidak berwujud dan murni. Bagaimana mungkin tubuh Buddha yang tidak berwujud bisa ternoda? Namun, jika tubuh Buddha tidak berwujud, mengapa kita sebagai makhluk awam mengikuti pemandian rupang Buddha? Sesungguhnya, jika Buddha bermanifestasi dalam wujud rupang, maka rupang tersebut pasti bagaikan kristal yang sangat murni dan jernih. Tubuh Buddha merupakan cahaya yang murni tanpa noda yang membimbing orang-orang menuju pencerahan sempurna.


Lebih dari 2.500 tahun yang lalu, sebelum Buddha datang ke dunia ini, kebenaran sudah terkandung di seluruh alam semesta ini, tetapi manusia awam tidak menyadarinya. Orang-orang hidup di tengah ketidaktahuan dan delusi, tidak bisa membebaskan diri dari kekeruhan. Hingga lebih dari 2.500 tahun lalu, Buddha Sakyamuni datang ke dunia ini dan menyelami kebenaran tentang kehidupan.

Setelah terlahir di dunia ini, mengapa orang-orang menua dan jatuh sakit? Buddha merasa sangat heran. Mengapa tubuh manusia perlahan-lahan mengalami perubahan tanpa disadari? Kapan seseorang lahir? Kapan seseorang menua? Mengapa perubahan fisik manusia tidak terlihat? Perubahan fisik terjadi seiring berlalunya waktu. Masa lalu tak bisa digenggam dan masa sekarang tak bisa disentuh. Bagaimana dengan masa depan? Kita tidak bisa memprediksi masa depan.

Detik demi detik terus berlalu. Lima Agregat pada hakikatnya kosong, terlebih dorongan pikiran. Lima Agregat meliputi rupa, perasaan, persepsi, dan dorongan pikiran. Kita bisa melihat bahwa semua materi yang memiliki rupa di dunia ini tidak bisa bertahan hingga selamanya. Setelah menyadari kebenaran di alam semesta, Buddha berbagi dengan kita tentang Empat Kebenaran Mulia. Segala sesuatu di dunia ini mengalami pembentukan, keberlangsungan, kerusakan, dan kehancuran. Setiap orang mengalami fase lahir, tua, sakit, dan mati.

Buddha menggunakan berbagai perumpamaan agar kita dapat memahami prinsip kebenaran yang dalam. Kita tahu bahwa kita harus menggenggam waktu untuk mengembangkan nilai hidup dan menuju arah yang benar. Setelah terlahir di dunia ini, banyak orang yang hidup di tengah ketidaktahuan serta terus mengakumulasi noda dan kegelapan batin. Noda dan kegelapan batin terus terakumulasi dari kehidupan ke kehidupan.

Buddha membimbing kita untuk sedikit demi sedikit menghapus noda dan kegelapan batin serta memahami kebenaran dari kehidupan ke kehidupan. Karena itulah, Buddha berulang kali datang ke dunia ini. Jadi, kita harus bersyukur kepada Buddha. Dengan penuh rasa hormat dan syukur, kita mengadakan pemandian rupang Buddha. Selama bulan Mei atau bulan empat Imlek ini, saya berharap kita dapat mengungkapkan rasa hormat terhadap Buddha yang datang ke dunia ini untuk membimbing orang-orang.

“Ada partisipan pemandian rupang Buddha yang duduk di atas kursi roda, memegang tongkat, atau dipapah. Kita bisa melihat orang-orang yang dilanda penderitaan akibat usia tua dan penyakit. Saya merasa sangat tergugah. Kita seharusnya mengubah perasaan ini menjadi kekuatan untuk membimbing anak-anak kita agar tahu bersyukur dan menghargai berkah,” kata Xu Yun-lin, Kepala SD Taiping.

“Orang tua saya membesarkan saya dan menyekolahkan saya hingga perguruan tinggi, tetapi saya tidak pernah mengucap syukur kepada mereka ataupun membalas budi mereka dengan hati penuh rasa syukur. Hingga hari ini, saya baru sadar. Saya sangat berterima kasih kepada insan Tzu Chi yang mengadakan kegiatan ini sehingga saya bisa mengucap syukur kepada ibu saya,” tutur Tin Zar Chit Latt, seorang warga.

Semua orang hendaknya bersyukur kepada orang tua. Pada zaman Buddha, Beliau mengungkapkan rasa bakti-Nya dengan membabarkan Dharma bagi ibu-Nya di surga Tavatimsa. Setelah datang ke dunia ini dan mencapai pencerahan, Buddha menjadikan diri-Nya sebagai teladan. Setelah mencapai pencerahan, Buddha bersyukur kepada ibu yang melahirkan-Nya dengan membabarkan Dharma baginya. Demikianlah Buddha membalas budi ibu-Nya.

Jadi, untuk membalas budi orang tua, kita harus bertindak secara nyata. Tubuh kita diberikan oleh orang tua. Berkat mereka, kita bisa terlahir di dunia ini. Barang yang mereka berikan pada kita mungkin telah rusak atau hancur seiring berlalunya waktu. Namun, kita masih bisa memanfaatkan tubuh ini untuk melakukan banyak hal.

Dengan tubuh ini, kita bisa bersumbangsih bagi dunia, juga bisa mendatangkan bencana bagi dunia. Jadi, demi membalas budi orang tua, kita harus memanfaatkan tubuh pemberian orang tua ini. Kita harus mengerahkan segenap hati dan tenaga, bekerja sama, dan menggenggam waktu untuk bersumbangsih bagi dunia. Demikianlah hendaknya kita membalas budi orang tua. Jadi, selain bersyukur kepada Buddha, kita juga bersyukur kepada orang tua.

 

Yang Mahasadar Di Alam Semesta bagaikan kristal yang murni dan jernih

Menyadari kebenaran dan membimbing ke arah yang benar

Mengingat dan membalas budi orang tua

Bersumbangsih secara nyata untuk membalas budi luhur Buddha

 

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 16 Mei 2019

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,

Penerjemah: Hendry, Karlena, Li Lie, Marlina

Ditayangkan tanggal 18 Mei 2019

Jika menjalani kehidupan dengan penuh welas asih, maka hasil pelatihan diri akan segera berbuah dengan sendirinya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -