Suara Kasih : Perahu Cinta Kasih

 

Judul Asli:
Menyeberangkan Semua Makhluk dengan Air Dharma dan Perahu Cinta Kasih

Mengenang kesedihan akibat gempa di Sichuan dua tahun silam
Keharmonisan antar warga mengubah penderitaan menjadi kebahagiaan
Giat dan bersemangat menyucikan batin dan memancarkan mata air Dharma
Menyeberangkan semua makhluk menuju kebahagiaan dengan perahu cinta kasih
  

Setiap hari merupakan sejarah, penuh kesedihan, kegembiraan,  perpisahan, pertemuan  yang silih berganti. Semua orang tentunya masih ingat pada tanggal 12 Mei 2008 silam Sichuan diguncang gempa berskala 8 SR yang mengakibatkan banyak korban berjatuhan dan semua orang dirundung duka yang tak terlupa. Dua tahun telah berlalu. Kita melihat bahwa meski anak-anak mengalami trauma dalam waktu yang cukup lama, insan Tzu Chi terus mendampingi mereka dan membangun kembali sekolah-sekolah agar anak-anak tidak hanya melupakan rasa takutnya, melainkan juga dapat kembali tersenyum. Para relawan tak hanya mengajak mereka bermain, melainkan juga menyadarkan anak-anak bahwa waktu sangatlah berharga bagai permata. Karenanya, mereka harus giat belajar dan berbakti kepada orang tua.

Selain itu, mereka juga belajar memberikan cinta kasihnya. Jadi, selain belajar dan berbakti, mereka juga dibimbing untuk berbuat kebajikan. Berbuat baik dan berbakti tak dapat ditunda. Dua hal ini kini sangat umum dipraktikkan oleh warga di Luoshui. Yang lebih membuat orang tersentuh adalah warga setempat yang telah mengatasi rasa sedih mereka dan telah terinspirasi untuk menjadi relawan. Kini warga setempat hidup dengan harmonis dan saling membantu.

Bagi para lansia yang hidup sebatang kara, warga setempat di sekitarnya menjaga dan merawatnya. Dapat dikatakan bahwa  setelah melihat penderitaan, mereka mengubahnya menjadi kebahagiaan. Mereka membantu sesama dengan cinta kasih. Bodhisatwa datang karena adanya penderitaan. Lihatlah, cinta kasih Bodhisatwa mereka telah bertumbuh dari hari ke hari. Semua ini merupakan hal yang baik. Dalam peringatan Hari Waisak tahun ini kita juga melihat para relawan di Luoshui mengikuti jalannya upacara dengan khidmat. Mereka juga melakukan pradaksina seperti kita, sungguh penuh kekhusyukan. Yang lebih membuat orang tersentuh adalah beberapa relawan dari Dazhou, Sichuan. Mereka pernah berkunjung ke Hualien April lalu sehingga mengetahui bahwa upacara Waisak akan diadakan di Luoshui. Perjalanan dari Dazhou ke Luoshui harus memakan waktu belasan jam. Mereka melakukan perjalanan ratusan kilometer hanya untuk menghadiri upacara Waisak dan memberi penghormatan kepada Buddha. Dari sini kita dapat melihat ketulusan mereka yang sangat menyentuh.


Jalinan jodoh ini terbentuk karena setelah Sichuan diguncang gempa, insan Tzu Chi datang menyalurkan bantuan bagi para warga di Luoshui dan Hanwang. Kini di Chengdu telah ada sekelompok pengusaha yang menjadi relawan Tzu Chi. Jalinan jodoh ini bagaikan air yang dapat menyeberangkan perahu. Perahu cinta kasih ini harus diseberangkan dengan air Dharma sehingga makhluk yang diliputi penderitaan dapat diseberangkan ke pantai kebahagiaan. Karenanya, kita harus menggunakan air Dharma selain perahu cinta kasih.

Kita harus sungguh-sungguh menggunakannya agar kita dapat memahami segala kebenaran. Dengan begitu, kita akan seperti perahu yang dapat menyeberangkan semua makhluk  ke pantai kebahagiaan. Jalinan jodoh sungguh tak terbayangkan. Dalam rangka Hari Waisak kali ini, upacara pemandian rupang Buddha diadakan di belasan lokasi di Tiongkok dengan khidmat dan teratur. Lihatlah upacara Waisak di RS Fuding. Kepala RS, kepala setiap divisi, para dokter, dan perawat  mengikuti upacara dengan tulus.

Upacara pemandian Rupang Buddha sesungguhnya memiliki makna menyucikan batin sendiri untuk melenyapkan segala noda serta giat melatih diri sesuai ajaran Buddha. Ada suatu kejadian yang luar biasa, yakni sebelum upacara dimulai, hujan turun dengan lebat, namun ketika upacara akan dimulai, hujan pun berhenti dan matahari kembali bersinar. Semua orang sungguh terkesan.

Kini mari kita menengok ke Amerika Serikat. Sulit untuk menyebarkan ajaran Buddha di sana karena warga setempat sebagian besar menganut keyakinan Kristen atau Katolik. Meskipun sulit, insan Tzu Chi tetap teguh dan tetap mengadakan upacara Waisak di sana. Lihatlah di New Jersey. Pada hari itu kebetulan cuaca sangat dingin, hanya sekitar 5 derajat Celsius. Sekarang seharusnya sudah masuk musim panas, namun cuaca di sana masih sangat dingin.


Di tengah cuaca yang dingin orang-orang tetap penuh ketulusan. Di tengah kuatnya terpaan angin, mereka tetap penuh keteguhan hati, dengan tulus mengikuti upacara, dan tetap melangkah sesuai dengan irama. Ketulusan mereka sungguh membuat orang tersentuh. Ada pula beberapa biksu dan biksuni yang datang. Kita dapat melihat mereka begitu tulus. Upacara yang dilangsungkan di AS bagian barat juga membuat orang sangat tersentuh. 

Selain memperingati Hari Waisak, mereka juga memperingati Hari Ibu guna mengingatkan orang banyak tentang pentingnya berbakti. Kita juga melihat interaksi orang tua dan anak sungguh menyentuh. Bahkan orang-orang dari negara lain juga turut menghadiri upacara Waisak di AS. “Master Cheng Yen bagaikan ibu kami. Beliau telah banyak membantu warga Haiti. Beliau telah menggerakkan insan Tzu Chi untuk membantu kami. Kami sangat berterima kasih kepadanya,” kata salah seorang warga.

Sungguh hening dan indah. Setiap orang terlihat penuh kedamaian. Semoga interaksi yang penuh cinta kasih ini dapat bertahan selamanya. Demi kelangsungan ajaran Buddha di dunia, kita harus memanfaatkan waktu yang ada. Meski waktu terus berjalan, namun seiring berjalannya waktu ini, berkat akumulasi kerja keras semua orang kita dapat melihat pencapaian seperti sekarang. Meski waktu terus berjalan, namun sumbangsih kita setiap detiknya juga terus terakumulasi.

Karena itu, kini kita dapat melihat hasil yang berbuah satu per satu. Kita harus memanfaatkan setiap waktu yang ada. Dharma bagaikan air. Kita harus menghimpun air ini agar perahu cinta kasih dapat berlayar di atasnya. Untuk itu, kita harus sungguh-sungguh menjaga mata air Dharma di dalam hati kita agar terus-menerus mengalir dan menjadi air murni yang dapat diarungi perahu cinta kasih guna menyeberangkan semua makhluk menuju kebahagiaan.

Diterjemahkan oleh: Erni & Hendry Chayadi / Foto: Da Ai TV Taiwan
 
 
 
Umur kita akan terus berkurang, sedangkan jiwa kebijaksanaan kita justru akan terus bertambah seiring perjalanan waktu.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -