Kehidupan Seperti Berlian


Di dunia ini, ada orang yang memandang hidup sebagai berkah yang sangat berharga. Mereka menganggapnya sama seperti berlian yang berharga karena dengan hidupnya mereka dapat berbuat sesuatu yang berarti bagi dunia dan membuat kehidupan orang lain menjadi lebih baik. Dalam pemikiran mereka, hidup harus dimanfaatkan dengan baik. Mereka sangat berhati-hati dalam menjalani kehidupan mereka, bijaksana, dan penuh cinta kasih kepada orang lain.

Di Tzu Chi, ada banyak orang yang menjalani hidup mereka dengan pandangan seperti itu. Mereka memanfaatkan hidup mereka untuk bersumbangsih dan membantu sesama. Mereka bersedia menjadi pembimbing bagi anak-anak muda, menjadi relawan pemerhati di rumah sakit, atau mengunjungi dan merawat orang-orang sakit yang membutuhkan bantuan di sekitar mereka. Setelah memupuk pola pikir untuk memanfaatkan kehidupan sebaik mungkin untuk menciptakan kebaikan, mereka pun berpikir dengan cara yang sama ketika menghadapi kematian. Oleh karena itu, mereka dengan sukarela menyumbangkan tubuh mereka untuk digunakan dalam pendidikan (praktik) kedokteran. Mereka tahu dengan melakukan ini maka tubuh mereka akan dibedah oleh mahasiswa kedokteran untuk mempelajari struktur internal tubuh manusia. Mereka tahu bahwa dalam prosesnya, banyak sayatan akan dilakukan ke tubuh mereka. Tapi, mereka berkata, "Para mahasiswa boleh membuat sayatan yang salah pada tubuh saya, tetapi ketika mereka menjadi dokter, mereka tidak boleh membuat satu kesalahan pun pada pasiennya."

Karena semangat ini, para donor tubuh ini dikenal oleh mahasiswa kedokteran Universitas Tzu Chi sebagai Silent Mentor (Guru Tanpa Suara). Guru yang tidak hanya mengajarkan para calon dokter ini  tentang anatomi tubuh manusia, tetapi mereka mengajarkan tentang menghargai kehidupan, masalah hati.

Mahasiswa kedokteran Universitas Tzu Chi yang mulai belajar anatomi tubuh manusia, mereka akan diperkenalkan kepada Silent Mentor mereka. Ada nama dan kisah perjalanan hidup yang terhubung dengan setiap orang yang mendonorkan tubuhnya. Hal ini membuat para mahasiswa mengetahui tentang kehidupan donor dan terutama keinginan terakhir mereka dalam menyumbangkan tubuh mereka. Dengan begitu para mahasiswa ini menjadi mengerti bahwa para Silent Mentor ini bersumbangsih dengan tulus dan ikhlas karena ingin menyelamatkan penderitaan manusia (pasien) di masa depan. Dengan pemahaman ini, para mahasiswa mulai berpikir lebih banyak tentang cara mengurangi penderitaan, dan upaya mereka untuk menguasai keterampilan medis untuk menyembuhkan pasien. Julukan sebagai dokter berhati mulia pelan-pelan mulai merasuki hati mereka, sampai kemudian menjadi aspirasi yang tumbuh dari dalam diri mereka. Kemudian, meskipun pelatihan panjang dan sulit untuk menjadi seorang dokter, mereka menjalaninya dengan penuh semangat dan dedikasi, karena semua itu memiliki makna. Mereka dimotivasi oleh semangat cinta kasih tanpa pamrih untuk kemanusiaan.

Semangat tersebut diperdalam melalui kesempatan para mahasiswa untuk mengunjungi anggota keluarga Silent Mentor mereka. Dari sini mereka memperoleh gambaran tentang seperti apa dulunya  Silent Mentor ini semasa masih hidup. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kekuatan dari tindakan memberi, belas kasih, dan kebijaksanaan. Bagi banyak orang di masyarakat, cukup sulit untuk menyumbangkan uang hasil jerih payah mereka untuk amal, apalagi untuk menyumbangkan tubuh mereka. Dan, kebanyakan orang tidak mau membiarkan tubuh mereka atau tubuh orang yang mereka cintai diserahkan kepada orang lain, apalagi digunakan untuk praktik bedah mahasiswa kedokteran. Diperlukan pemahaman tertentu untuk mengatasi semua keterikatan ini dan memahami nilai dari sumbangsih seperti ini. Hal ini membutuhkan kebijaksanaan dan belas kasih yang mendalam untuk dapat benar-benar melepaskan dan memberi, baik untuk Silent Mentor  maupun keluarganya.

Pengalaman seperti ini memberikan pembelajaran yang sangat berharga bagi para mahasiswa. Para Silent Mentor ini membuka wawasan mahasiswa untuk lebih menghargai kehidupan, dan bersumbangsih untuk sesama manusia. Dengan cara itu maka rasa syukur, rasa hormat, dan cinta terhadap kemanusiaan mulai tumbuh di dalam hati mereka. Mereka menemukan nilai dan makna kehidupan. Kemudian, setelah menyelesaikan pendidikannya, mereka dapat memanfaatkan pelatihan dan keterampilan mereka untuk melayani umat manusia, dengan menjadi dokter yang terampil dan humanis.

Ketika seseorang memahami nilai dan makna kehidupan, mereka akan memanfaatkan hidup mereka dengan bijaksana, untuk membawa manfaat bagi orang lain. Seperti para Silent Mentor yang mendonorkan tubuhnya, mereka hanyalah manusia biasa. Tetapi, meskipun mereka hanya manusia biasa, mereka memiliki kekuatan untuk menyadarkan orang lain tentang kehidupan dan cinta kasih tanpa pamrih terhadap kemanusiaan. Pemahaman tentang nilai dan makna kehidupan akan membuat hidup mereka menjadi lebih bermanfaat dan bermakna.

Bukankah hidup seperti berlian?

 

Diterjemahkan dari Ceramah Master Cheng Yen tanggal 9 April 2010

Penerjemah: Michael Tjoe

Penyelaras: Hadi Pranoto

Tanamkan rasa syukur pada anak-anak sejak kecil, setelah dewasa ia akan tahu bersumbangsih bagi masyarakat.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -