Master Bercerita: Dewi Hariti

Noda batin berasal dari kemelekatan. Kita melekat pada apa? Pada keakuan. Benar, "aku". Tanpa keakuan, tidak akan ada kemelekatan. Karena adanya keakuan, maka saat menghadapi segala hal dan materi di dunia ini, kita akan bersikap perhitungan. Jadi, segala sesuatu adalah tentang "aku".  Sejak zaman dahulu, dikatakan bahwa manusia memiliki kerisauan besar karena memiliki keakuan.

Karena keakuan, kita membutuhkan sesuatu, memperjuangkan sesuatu, mengejar rasa puas, mengejar kegembiraan, serta merasa sangat risau dan marah. Karena melekat pada banyak hal, kita menjadi terbelenggu.  Segala noda batin dan penderitaan ditimbulkan oleh keakuan. Keakuan bagaikan seutas tali tambang atau sebuah jarring yang menyelubungi dan mengikat kita bersama noda batin. Jika noda batin terus timbul, maka penderitaan kita akan tidak terbatas.


Hariti adalah yaksa yang memiliki seribu anak. Demi menghidupi seribu anaknya, dia menangkap anak orang lain untuk dijadikan makanan bagi mereka. Mendengar hal ini, Buddha memutuskan untuk membimbingnya. Buddha berkata pada Ananda dan murid-murid lainnya,"Bawalah anak bungsu Hariti ke sini." Mereka lalu mencari anak bungsunya. Mereka membawanya ke sisi Buddha. Buddha lalu menyembunyikannya.

Saat Hariti pulang ke rumah, anak bungsu kesayangannya sudah hilang. Dia terus mencarinya di berbagai tempat. Ada yang berkata padanya, "Para bhiksu telah membawa pergi anakmu. Dia pasti berada di vihara." Sepanjang jalan menuju vihara, Hariti menangis tersedu-sedu. Melihat para bhiksu di depan vihara, Hariti pun bertanya, "Di mana anak saya?" Seorang bhiksu menjawab, "Jika ingin membawa anakmu kembali, memohonlah kepada Buddha."


Hariti segera pergi ke hadapan Buddha. Setelah bertemu dengan Buddha, dia memohon pada Buddha, "Kembalikanlah anak saya." Buddha berkata, "Kamu sudah memiliki banyak anak. Apa bedanya jika berkurang satu?" Dia berkata, "Tidak bisa. Saya tidak bisa kehilangan satu anak pun." Buddha lalu berkata,"Saat kamu menangkap dan memakan anak orang lain, bagaimana perasaan orang tua mereka? Ada yang hanya memiliki satu anak, tetapi kamu tetap memakannya. Berpikirlah di posisi mereka. Bayangkan bagaimana perasaan para orang tua."

Hariti berkata, "Ya, saya mengerti. Selama saya kehilangan anak saya, saya merasa sangat menderita. Saya menangkap begitu banyak anak manusia dan membuat orang tua mereka menderita. Saya sadar bahwa saya salah. Buddha, ampunilah saya. Saya bertobat." Buddha mengizinkannya untuk berguru pada-Nya sehingga dia menjadi pelindung Dharma. Saat ada yang berdoa semoga memiliki anak dan sembuh dari penyakit, dia selalu melindungi mereka dengan cinta kasih seorang ibu.


Awalnya, Hariti sangat jahat dan hanya memedulikan anak-anak sendiri tanpa memedulikan orang lain. Karena itu, dia menangkap anak orang lain untuk dijadikan makanan anak-anaknya. Namun, berkat bimbingan Buddha, dia telah berubah dan memiliki hati penuh cinta kasih. Meski penampilan tidak bisa berubah, tetapi hatinya telah berubah. Dia bisa melindungi semua makhluk dengan cinta kasih seorang ibu. Dia mengabulkan doa orang-orang yang ingin memiliki anak dan melindungi mereka yang jatuh sakit. Penampilannya tidak berubah, tetapi hatinya telah berubah berkat Dharma.

Banyak orang yang mengalami hal yang sama. Jadi, kita harus ingat bahwa segala noda batin berasal dari keakuan. Sesungguhnya, bagaimana kita melatih diri? Dalam melatih diri, kita harus memiliki arah yang benar. Dalam melatih diri, kita tidak boleh menyimpang sedikit pun. Dalam interaksi antarmanusia, kita harus mengecilkan ego demi kepentingan bersama.


Setiap orang harus memikul tanggung jawab atas dunia ini. Jika kita terus membesarkan ego, maka akan timbul pergolakan di dunia ini. Kita harus mengembangkan welas asih dan kebijaksanaan di dunia ini. Kita harus memikirkan matang-matang sesungguhnya apa yang harus kita lakukan agar memiliki hidup yang bermakna, bisa membawa manfaat bagi orang banyak, dan melakukan berbagai kebaikan di dunia ini. Jika kita melekat pada keakuan dan merasa bahwa dunia ini adalah milik kita, maka pikiran yang menyimpang ini akan membawa bencana bagi dunia ini.

Singkat kata, kita harus bersumbangsih dengan cinta kasih tanpa pamrih. Jangan melekat pada keakuan. Jika tidak, konsekuensinya sungguh tak terbayangkan. Jadi, kita harus senantiasa mengingatkan diri sendiri untuk menjaga pikiran dengan baik agar tidak menyimpang. Kita harus bersungguh hati setiap waktu.
Jika selalu mempunyai keinginan untuk belajar, maka setiap waktu dan tempat adalah kesempatan untuk mendapatkan pendidikan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -