Master Bercerita: Emas dan Ular Berbisa

Di dalam kehidupan ini, sepuluh kebajikan sangatlah penting. Kita harus dapat menghindari empat kejahatan lewat ucapan. Selain jangan berlidah dua, kita harus menasihati orang ke arah yang baik. Selain tidak boleh bertutur kata buruk, kita juga harus bertutur kata lembut dan baik. Selain jangan berkata-kata kosong, kita harus berkata-kata benar. Kita harus dapat mempertahankan semua ini.

Hati kita jangan tamak, jangan dipenuhi kebencian, dan jangan dipenuhi kebodohan. Selain jangan tamak, kita juga harus bersumbangsih. Selain jangan dipenuhi ketamakan, kita juga harus membina temperamen yang baik. Selain itu, kita juga harus berlapang dada dan tahu berpuas diri. Jika kita tahu berpuas diri dan berlapang dada, maka hati kita tidak akan dipenuhi kebodohan. Jadi, selain harus menghindari empat kejahatan lewat ucapan, kita juga harus menghindari tiga jenis kejahatan lewat pikiran.

Kita juga harus menghindari tiga kejahatan lewat tindakan. Selain tidak boleh mencuri, kita juga harus bersumbangsih. Selain tidak boleh membunuh, kita juga harus melindungi kehidupan. Dalam menjalani kehidupan pernikahan, kita harus senantiasa setia dan loyal. Janganlah berselingkuh di luar dan lain-lain. Kita harus menjaga tubuh dan perbuatan kita dengan baik.


Jadi, untuk menjadi orang yang baik, kita harus mempraktikkan sepuluh kebajikan dan menjaga kemurnian pikiran agar tubuh dan pikiran kita dapat dipenuhi Dharma. Dengan demikian, saat melihat segala sesuatu, tidak akan muncul ketamakan di dalam hati kita. Saat mendengar hal-hal yang terjadi di dunia, kita tetap dapat menstabilkan hati.

Di dalam Sutralamkara Sastra ada sebuah kisah seperti ini. Saat Buddha berada di Negeri Sravasti, suatu hari, Beliau dan Ananda melintasi pematang sawah. Buddha menunjuk semak di dekat parit dan berkata, "Ananda, ada ular berbisa di sana." Ananda mendekat untuk melihatnya. Lalu, Ananda kembali dan menjawab Buddha, "Ya, Yang Dijunjung, ada ular berbisa di sana." Setelah itu, mereka meninggalkan tempat itu.

Saat itu, ada seorang pria sedang bekerja di sawah. Melihat Buddha melintas, dia juga membangkitkan rasa hormat. Pria ini mendengar percakapan tadi dan merasa sangat penasaran. Setelah Buddha meninggalkan tempat itu, pria itu berjalan mendekati pematang sawah untuk melihat lebih dekat. "Ini adalah emas murni, mengapa dikatakan ular berbisa?" Dia lalu membawanya pulang dengan gembira.

Mulanya pria ini hidup sangat kekurangan. Dia segera merenovasi rumahnya. Dia menikmati makanan yang mewah dan mengenakan pakaian bagus. Orang-orang pun mulai membicarakannya. Rumor ini terus menyebar hingga terdengar oleh prajurit istana. Prajurit pun datang melihat apa yang terjadi. Setelah itu, rumor menyebar hingga terdengar oleh raja. Raja merasa pasti ada sesuatu yang terjadi. Beliau lalu mengutus orang untuk menangkapnya.


"Mengapa kamu ada begitu banyak emas? Apakah kamu mencurinya? Mengapa ada begitu banyak?" Di atas emas-emas itu juga terdapat logo gudang kerjaan. "Saya tidak mencuri. Saya menemukannya di dalam semak." "Mana mungkin? Kamu harus menerima hukuman."Pria itu diarak sepanjang perjalanan untuk menerima hukuman.

Saat diarak, dia berkata, "Ananda, itu ular berbisa. Yang Dijunjung, itu ular berbisa." Ucapannya itu terdengar oleh prajurit istana. Prajurit itu lalu melaporkannya kepada raja. Raja menjawab,"Ini pasti ada alasannya." Pria itu pun dibawa kembali ke istana. Raja bertanya,"Mengapa kamu mengucapkan kedua kalimat itu?"

Pria itu menjawab, "Karena saat sedang bekerja di ladang, saya melihat Buddha melintasi pematang sawah. Buddha berkata kepada Ananda, ‘Ananda, ada ular berbisa.'Ananda juga menjawab Buddha,‘Yang Dijunjung, ada ular berbisa.’Karena penasaran, saya pergi melihatnya. Lalu, saya menemukan emas yang berkilauan di dalam semak itu. Karena itu, saya memungutnya dan membawa pulang."

Pria itu menceritakan semuanya kepada raja. Raja lalu memohon kesaksian dari Buddha. Buddha berkata, "Memang saat melintasi tempat itu, Aku melihat emas yang bagaikan ular berbisa.Saat timbul ketamakan di dalam diri seseorang, maka akan sangat berbahaya. Contohnya pria itu. Dia tergigit oleh ular berbisa hingga hampir kehilangan nyawanya.”


Setelah kasus ini diselidiki, ternyata emas itu dicuri oleh orang lain. Saat prajurit melakukan penangkapan, si pencuri membuangnya ke dalam semak. Buddha melihatnya pada saat melintasi tempat itu. Namun, saat pria ini melihatnya, dia langsung membawanya pulang. Inilah hukum sebab akibat. Namun, saat Buddha melintasi tempat itu, pria yang melihat dari kejauhan ini tetap membangkitkan hati penuh rasa hormat. Pada akhirnya, dia menyadari kebenaran yang diajarkan Buddha bahwa emas bagaikan ular berbisa dan dia telah tergigit ular berbisa.

Jadi, emas bagaikan ular berbisa yang sangat menakutkan. Akhirnya, orang ini terselamatkan. Jadi, saat membangkitkan hati penuh rasa hormat dan kesadaran, maka kita akan memperoleh manfaat. Emas bagaikan ular berbisa. Ketamakan terhadap benda materi dapat mendorong manusia melakukan kekeliruan. Emas, perak, dan semua benda berharga adalah bagaikan racun. Terlebih lagi, kini hati manusia sangat mudah bergejolak. Karena itu, Buddha memberi tahu dan membimbing kita dengan menggunakan berbagai perumpamaan agar kita dapat mengetahui dengan jelas.

Jadi, janganlah lupa bahwa kita harus mempraktikkan sepuluh kebajikan. Untuk sungguh-sungguh menyerap Dharma ke dalam hati, kita harus senantiasa berhati tulus dan mengingatkan diri sendiri. Kita harus menghadapi semua orang dengan hati yang tulus. Untuk itu, kita harus lebih bersungguh hati.

 

Hakikat terpenting dari pendidikan adalah mewariskan cinta kasih dan hati yang penuh rasa syukur dari satu generasi ke generasi berikutnya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -