Master Bercerita: Maitreya dan Perajin Manik

Pada masa dilanda kekeringan, dibutuhkan air untuk membasahi tanah. Ketamakan, kebencian, kebodohan, dan noda batin manusia bagaikan tanah yang kering dan panas. Kondisi batin seperti itu sangat perlu dibasahi oleh air Dharma. Setelah menyerap Dharma ke dalam hati, maka kita dapat membuka pikiran, bersikap penuh pengertian dan bersukacita.

Setelah Buddha mencapai pencerahan, bibi-Nya sangat bersukacita dan sangat berharap Beliau dapat kembali ke negeri-Nya. Karena itu, dia merajut sehelai kain agar saat Buddha kembali nanti, dia dapat memberikan kain itu kepada Buddha. Buddha berkata kepada bibi-Nya, "Terima kasih sudah mengasihi-Ku. Namun, jika Anda dapat mengembangkan cinta kasih ini untuk mengasihi semua makhluk, maka pahala ini akan sangat besar.Terlebih lagi, setiap anggota Sangha adalah setara."

Saat itu, Buddha mendorong bibi-Nya untuk melapangkan dada dan menaruh rasa hormat terhadap setiap anggota Sangha." Buddha menyarankannya untuk menawarkan kain itu kepada anggota Sangha lain. Akan tetapi, setiap anggota Sangha segan untuk menerimanya. Bodhisattva Maitreya adalah yang paling muda. Saat itu, dia juga baru tidak lama meninggalkan keduniawian. Melihat setiap orang tidak menerima, dia pun menerimanya. Demikianlah Maitreya menerima kain itu.


Buddha memuji Maitreya,"Ya.Kenakanlah kain itu untuk pergi membabarkan Dharma." Maitreya mengenakan kain itu untuk pergi menerima persembahan. Melihat seorang yang begitu agung, semua orang pun mendekat, tetapi tidak ada orang yang meletakkan makanan di dalam mangkuknya. Kebetulan ada seorang perajin manic yang melintasi tempat itu. Melihat seorang Sangha yang begitu agung memegangi sebuah mangkuk kosong, dia lalu bertanya, "Apakah engkau sudah makan?" Belum."Maukah engkau pulang bersama saya agar saya dapat memberikan persembahan kepada engkau?" Bodhisatwa Maitreya pun pergi bersamanya.

Pria itu memberi persembahan dan mendengar Maitreya berbagi Dharma. Perajin manik itu sangat bersukacita mendengarnya. Saat itu, ada seorang tetua yang mengutus pelayannya untuk datang mengambil pesanan kalungnya. Sebelumnya, tetua itu sudah mengantar sekotak manik-manik dengan harapan dapat dibuat menjadi kalung untuk mas kawin anak perempuannya. Mereka telah sepakat dengan upah 100.000. Sang perajin terus mendengar Dharma dengan sukacita sehingga belum mengerjakannya. Dia lalu berkata kepada pelayan yang datang, "Saya akan memberi tahu Andasetelah selesai mengerjakannya."


Saat pelayannya kembali datang, perajin manik masih terus mendengar Dharma sehingga belum mengerjakannya. Setelah tiga hari berlalu, tetua itu sangat marah. Dia berkata kepada pelayannya, "Hingga kini dia masih belum mengerjakannya.Saya tidak bisa menunggu lagi.Kamu bawa pulang maniknya." Perajin manik kehilangan peluang untuk mendapatkan uang. Istrinya berkata dengan marah, "Keluarga ini mengandalkanmu untuk mencari nafkah.Sekarang kita kehilangan 100.000." Mendengarnya, mulai timbul kerisauan di dalam hati sang perajin.

Maitreya berkata kepada perajin manik, "Apakah engkau merasa sangat risau? Maukah engkau ke vihara bersama saya?" "Baik." Sang perajin manik pun pergi ke vihara bersama Maitreya. Seorang anggota Sangha senior berkata padanya, "Sesungguhnya, dapat memberi persembahan kepada praktisi yang berhati murni dan jernih, pahalanya sungguh besar. Ia tak terbandingkan dengan benda materi dan uang."


Sang perajin manik melihat banyak anggota Sangha di vihara. Setelah mendengar ceramah anggota Sangha, hatinya kembali terbuka. Dia merasa sangat gembira. Setelah membuka hati untuk menyerap Dharma, sang perajin dapat memperoleh kesadaran. Dia merasakan sukacita setelah melenyapkan kerisauan akan memperoleh dan kehilangan. Ajaran Buddha bagaikan air yang telah membersihkan noda batinnya.

Dia berkata bahwa meski dahulu dia merasa gembira setiap kali memperoleh penghasilan dari membuat kalung, tetapi tidak lama setelahnya, dia tetap merasa risau. Kebahagiaan setelah memperoleh materi duniawi hanya bersifat sementara. Kebahagiaan saat mendengar Dharma berasal dari lubuk hatinya yang terdalam. Segala sesuatu di dunia ini tak akan membangkitkan noda batinnya. Demikianlah ajaran Buddha mulai tersebar di tempat itu.


Inilah jalinan jodoh. Buddha memimpin para murid-Nya untuk membabarkan Dharma di berbagai tempat agar lebih banyak orang berkesempatan untuk bertemu dengan Dharma. Buddha membabarkan Dharma sesuai dengan kondisi zaman. Hujan dapat membasahi tanah dan Dharma dapat membasahi pikiran manusia. Kita harus sangat bersungguh hati.
Ada tiga "tiada" di dunia ini, tiada orang yang tidak saya cintai, tiada orang yang tidak saya percayai, tiada orang yang tidak saya maafkan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -