Master Bercerita: Makna Tiga Senyuman

Kita harus senantiasa berhati-hati karena di dunia ini terdapat banyak hal yang menggoda hati kita. Di dalam kehidupan sehari-hari, pikiran yang bergejolak sering kali mendorong kita melakukan tindakan dan berucap. Saat pikiran yang timbul berjalan menyimpang sedikit saja, maka kita akan melakukan kejahatan. Karena itu, kita harus senantiasa meningkatkan kewaspadaan dan mengingatkan diri bahwa sangat sulit untuk terlahir sebagai manusia.

Jika kehilangan kesempatan untuk terlahir sebagai manusia, maka setelah meninggal dunia, kita akan terlahir di alam neraka, alam binatang, atau alam setan kelaparan. Ini adalah alam-alam yang sangat menakutkan.

Suatu hari, Ananda dan Buddha Sakyamuni berjalan melewati sebuah pasar. Mereka melihat ada seorang bapak tua sedang menjual ikan. Di sana ada beberapa ekor ikan yang masih hidup, ada pula ikan yang sudah mati. Sambil menjual ikan, bapak tua itu sambil menangis dan berkeluh kesah. "Mengapa putra saya tiba-tiba meninggal? Saya sudah berusia lanjut, tetapi masih harus menangkap dan menjual ikan. Saya sungguh menderita."

Melihat itu, Buddha tersenyum kecut. Melihat ikan-ikan itu, Buddha menggelengkan kepala dan kembali tersenyum. Saat berjalan keluar pasar, mereka melihat seekor babi yang tubuhnya penuh kotoran. Babi itu terus berjalan mendekati mereka. Melihat babi itu, Buddha merasa tak berdaya dan kembali tersenyum.

Melihat semua itu, Ananda bertanya, "Yang Dijunjung, saat bapak tua tadi sedang menangis dan berkeluh kesah, aku melihat ekspresi-Mu sangat tak berdaya. tetapi menampakkan senyuman kecut. Saat melihat ikan-ikan itu, Yang Dijunjung juga terlihat tak berdaya dan tersenyum kecut. Begitu pula dengan saat melihat babi ini. Melihat tiga hal tersebut, Yang Dijunjung terlihat tak berdaya dan tersenyum kecut. Mengapa demikian?"

Buddha menjawab, "Ya. Bapak tua itu merasa sedih atas kepergian anaknya. Akan tetapi, bapak tua itu seumur hidup menangkap ikan. Banyak anak ikan yang terpisah dengan orang tua mereka dan begitu pula sebaliknya. Dia tidak menyadari betapa banyak karma buruk yang diciptakannya. Aku merasa dia sangat kasihan. Dahulu, ikan-ikan itu pernah menciptakan banyak karma baik sehingga terlahir di alam surga. Mereka menikmati hidup bagaikan kaisar. Setelah buah karma baik habis dinikmati, mereka tetap harus menuai buah karma buruk yang pernah ditanam. Kelak mereka masih harus mengalami banyak penderitaan."

"Mengenai babi itu, panjang ceritanya. Dahulu, di sebuah desa, ada dua anak muda yang berteman baik. Salah satunya meyakini ajaran sesat sehingga merugikan banyak orang, sedangkan satu orang yang lainnya sangat tekun mendalami ajaran Buddha dan gemar berbuat baik. Dia sering berkata kepada temannya, Kita harus memiliki keyakinan benar; mari saya ajak Anda untuk mendengar Dharma.' Namun, temannya malah berkata, Saya tidak punya waktu.' Demikianlah satunya meyakini ajaran kebenaran, satunya meyakini ajaran kebenaran, sedangkan yang lainnya meyakini ajaran menyimpang."

"Tahukah engkau, Ananda? Pria yang menapaki jalan kebenaran dan berhati-hati menjalani sila adalah Aku yang sekarang, Buddha Sakyamuni. Pria yang berjalan menyimpang dan melakukan banyak perbuatan buruk itu terus mengalami kelahiran kembali di tiga alam rendah. Kini dia terlahir di alam binatang. Meski tadi kami bertemu dan dia berjalan mengikuti Aku, tetapi kami terlahir di alam yang berbeda. Semua itu bergantung pada pikiran apakah benar atau menyimpang. Karena itulah, Aku tak berdaya. Aku tersenyum kecut melihat kebodohan makhluk hidup."

Mendengar penjelasan Buddha kepada Ananda tentang segala yang mereka lihat di sepanjang jalan melewati pasar, semua itu mengingatkan kita untuk meningkatkan kewaspadaan. Kita juga harus berterima kasih kepada Ananda. Selain berterima kasih kepada Buddha, kita juga harus berterima kasih kepada Ananda yang telah mengamati dengan cermat.

Melihat gerakan Buddha, Ananda sudah memahami bahwa di dalam segala sesuatu pasti terkandung prinsip kebenaran yang sangat dalam. Setelah melihat ekspresi wajah Buddha, Ananda mengajukan pertanyaan sehingga Buddha dapat menceritakan makna di balik tiga senyuman-Nya.

Setelah mendengar kisah ini, kita hendaknya meningkatkan kewaspadaan.  Ikan-ikan itu pernah terlahir di alam surga. Itu pasti karena dia pernah melakukan banyak kebaikan. Akan tetapi, setelah berkah habis dinikmati, mereka tetap harus menuai buah karma buruk akibat perbuatannya sendiri.

Dua pemuda dalam cerita tadi berteman baik. Pria yang menganut keyakinan benar juga datang membimbing temannya untuk lebih banyak mendengar ajaran baik dan melakukan lebih banyak kebaikan. Akan tetapi, temannya menolaknya. Kita dapat melihat orang masa kini. Meski antarsesama memiliki hubungan yang baik, tetapi setiap orang memiliki pola pikir, sikap, dan jalan yang berbeda-beda. Inilah yang dapat kita lihat di zaman sekarang ini.

Meski sama-sama melatih diri, ada orang yang sangat tekun dan bersemangat sehingga memahami banyak kebenaran, tetapi ada pula orang yang tidak sungguh-sungguh menyerap Dharma ke dalam hati dan selalu bertindak sesuka hati. Meski orang seperti ini juga berlatih diri, tetapi pikiran mereka sudah berjalan menyimpang. Karena tidak memiliki pikiran dan pandangan benar, maka mereka tidak dapat berucap benar dan melakukan hal yang benar.

Semua itu terjadi akibat sebersit pikiran yang menyimpang. Karena itu, kita harus sangat berhati-hati dalam berucap. Setiap ucapan dan tindakan yang keliru dapat menciptakan karma buruk. Manusia awam selalu hanya memikirkan diri sendiri. Akibat pikiran yang egois, manusia lebih banyak melakukan kejahatan daripada kebaikan. Karena itu, kita harus senantiasa meningkatkan kewaspadaan.

Jika kehilangan kesempatan untuk terlahir sebagai manusia, maka kita akan terlahir di tiga alam rendah yang sangat memprihatinkan dan menakutkan. Karena itu, saya berharap semua orang dapat senantiasa bersungguh hati.

Gambar: Program Master Cheng Yen Bercerita (DAAI TV Indonesia).

Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina.

Hanya orang yang menghargai dirinya sendiri, yang mempunyai keberanian untuk bersikap rendah hati.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -