Master Bercerita: Pembalasan Setan Air

Kita hendaknya tahu bahwa perbuatan baik akan mendatangkan berkah; perbuatan jahat akan mendatangkan bencana. Kita bukan hanya harus berbuat baik setiap hari, tetapi juga harus menghindari pikiran buruk agar tidak menciptakan karma buruk. Selain harus senantiasa mawas diri, saat melihat orang lain berbuat baik, kita juga hendaknya memuji mereka dan turut bersukacita.

Saat melihat orang lain berbuat jahat, kita juga hendaknya bersungguh hati menasihati mereka agar mereka beralih dari perbuatan jahat ke perbuatan baik. Jika kita tahu bahwa itu perbuatan jahat, tetapi tetap melakukannya atau tahu bahwa orang lain berbuat jahat, tetapi tidak menasihatinya, maka ini tidaklah benar.

Dalam Sutra, terdapat sebuah kisah yang mengingatkan kita akan hal ini. Di luar kota, ada seorang bhiksu yang mengumpulkan makanan setiap hari. Di dalam kota, ada seorang pedagang. Dia menjagal babi dan menjual daging. Pedagang ini sangat suka berdana. Setiap kali bhiksu ini masuk ke kota, pedagang ini selalu memberi persembahan dengan tulus. Jadi, bhiksu ini selalu pulang dengan membawa banyak persembahan.

 

Seiring berlalunya waktu, pedagang ini pun menua dan akhirnya meninggal dunia. Dia terlahir menjadi setan di Sungai Gangga. Di sana, rantai pisau besi seakan-akan terjatuh dari langit dan terus menusuk tubuhnya sehingga dia sangat menderita. Dengan penuh kebencian, dia berpikir, "Saya sudah berdana, mengapa saya menjadi seperti ini? Bhiksu itu tahu bahwa saya menjagal babi dan menjual daging, tetapi tidak memberi tahu saya sehingga saya tidak menyadari bahwa saya berbuat salah." Jadi, dia sangat membenci bhiksu itu.

Suatu hari, bhiksu itu menyeberangi Sungai Gangga dengan sebuah perahu. Di atas perahu ada banyak orang. Saat perahu berada di tengah sungai, setan air ini muncul di permukaan air dan berusaha untuk membalikkan perahu tersebut. Satu orang bijak di atas perahu itu melihat setan air yang ganas ini dan bertanya padanya, "Mengapa kamu muncul di permukaan air dan berusaha membalikkan perahu ini?"

Dengan ekspresi penuh kebencian, setan air ini menunjuk bhiksu itu dan berkata, "Karena bhiksu ini. Di kehidupan sebelumnya, saya sering memberi persembahan padanya. Dia tahu bahwa saya berbuat salah, tetapi tidak membimbing saya. Dia tidak berbagi Dharma dengan saya sehingga saya terlahir menjadi setan dan mengalami penderitaan sebesar ini.Saya sangat membencinya. Saya harus menarik bhiksu ini ke dalam sungai. Jika tidak, saya akan membalikkan perahu."

 

Orang bijak ini berkata, "Di kehidupan sebelumnya, kamu telah menciptakan karma buruk yang begitu besar sehingga terlahir menjadi setan dan mengalami banyak penderitaan. Sekarang kamu masih dipenuhi rasa benci dan ingin mencelakakan bhiksu ini. Bayangkanlah berapa banyak karma buruk yang akan kamu ciptakan dan berapa lama lagi kamu harus mengalami penderitaan? Kamu tahu bahwa perbuatan jahat akan mendatangkan bencana. Mengapa kamu tidak segera mengubah pikiran buruk dan rasa bencimu agar kamu terbebas dari penderitaan?"

Mendengar perkataannya, setan air berpikir, "Benar, saya tidak seharusnya membalas dendam. Dia hanya tidak memberi tahu saya tentang kesalahan saya. Mengapa saya harus membencinya? Ini adalah buah karma saya. Saya seharusnya menerima kesalahan saya dan jangan mencelakakan orang lain." Setelah itu, dia pun beranjali dan bertobat. Dalam sekejap, rasa benci dan dendam di dalam hatinya pun lenyap. Pada saat itu pula, tubuh setan air perlahan-lahan terangkat dari Sungai Gangga dan terbebaskan.

 

Pesan dari kisah singkat ini adalah kita harus memahami perbuatan baik dan segera melakukannya serta memahami perbuatan jahat dan menghindarinya dengan hati-hati. Selain melakukan kebaikan sendiri, kita juga harus turut bersukacita saat melihat orang lain berbuat baik dan bersungguh hati memberikan nasihat saat melihat orang lain berbuat jahat.

Selain itu, jika telah melakukan kesalahan, janganlah mengulanginya. Setelah melakukan kesalahan, jangan terus memikirkannya dan membenci orang lain. Dengan menghapus rasa benci dan pikiran buruk, akan lebih mudah bagi kita untuk mengikis karma buruk kita. Jadi, dalam kehidupan sehari-hari, jangan meremehkan kebaikan kecil, lalu enggan melakukannya. Butiran pasir bisa membentuk stupa.

Kita juga jangan meremehkan kejahatan kecil, lalu melakukannya. Tetesan air dapat membentuk sungai yang dapat membalikkan perahu. Janganlah kita meremehkan kebaikan kecil dan merasa bahwa kita tidak perlu melakukannya. Perlu kita ketahui bahwa akumulasi kebaikan kecil dapat membawa pengaruh besar. Jika bisa mengucapkan satu ucapan baik pada setiap orang, berarti kita bisa mengucapkan banyak ucapan baik. Ini bagaikan air hujan yang bisa membawa manfaat bagi pohon besar ataupun rumput kecil.


Dalam berbuat baik, kita cukup melakukan hal yang benar. Kita tidak perlu membedakan bahwa air ini berasal dari hujan deras, hujan rintik-rintik, ataupun tetesan embun. Yang penting, ia adalah air. Meski tidak turun hujan, embun saja bisa membasahi bumi. Jadi, jangan meremehkan kebaikan kecil, lalu enggan melakukannya; jangan meremehkan kejahatan kecil, lalu melakukannya.

Jangan merasa bahwa tidak masalah jika kita hanya melakukannya sekali. Setelah melakukannya sekali, kita akan mengulanginya sehingga menjadi kebiasaan buruk dan terus mengakumulasi karma buruk. Tetesan air dapat membentuk sungai. Himpunan tetes demi tetes air hujan juga dapat menimbulkan banjir besar. Janganlah kita meremehkan kejahatan kecil, lalu melakukannya. Jadi, dalam kehidupan sehari-hari, kita harus waspada.

 

Hanya orang yang menghargai dirinya sendiri, yang mempunyai keberanian untuk bersikap rendah hati.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -