Master Bercerita: Warisan Keluarga

Hari demi hari berlalu tanpa kita sadari. Entah kapan matahari terbit dan kapan matahari terbenam. Tanpa disadari, waktu terus berlalu. Seiring berlalunya waktu, manusia juga menua. Karena itu, kita harus senantiasa mengingatkan diri sendiri untuk menghargai waktu. Jangan biarkan waktu berlalu dengan sia-sia.

Kita hendaknya sering mengenang apa saja pencapaian kita, apa sumbangsih kita bagi masyarakat, dan sudahkah kita melakukan hal yang bermakna. Ini sangatlah penting.
 

Kita telah terlahir sebagai manusia. Jika tidak melakukan apa-apa, berarti kita menyia-nyiakan kehidupan ini.

Di dunia ini, terjadi banyak bencana yang membuat orang merasa tidak tenang. Kita hendaknya mengembangkan semangat tim untuk bersumbangsih, merawat, dan mengasihi para korban bencana.

Semua orang hendaknya bersatu hati dan menghimpun kekuatan untuk menenteramkan kehidupan mereka dan membantu mereka melewati masa-masa sulit. Cinta kasih seperti ini sungguh tidak ternilai. Asalkan hati kita penuh dengan cinta kasih, tidak peduli di mana kita berada, kita bisa bersumbangsih bagi yang membutuhkan. Orang yang dipenuhi cinta kasih ialah orang yang dipenuhi berkah. Kita harus mementingkan hukum sebab akibat. Tentu saja, apa yang kita tabur, itulah yang kita tuai.
 

Ada satu orang terpelajar yang sangat miskin hingga kelangsungan hidup keluarganya terganggu. Karena itu, dia meninggalkan kampung halamannya dan pergi ke perkotaan yang jauh untuk mengajar.

Setelah 20 tahun berlalu, dia akhirnya memiliki sedikit tabungan. Dia dan seorang teman sekampungnya akan pulang ke kampung halaman.


Dalam perjalanan, saat berada di pinggiran kota, dia merasa sangat haus. Melihat sebuah gubuk di kejauhan, dia berkata pada temannya, "Mari kita minta sedikit air minum."

Saat tiba di depan gubuk itu, mereka mendengar tangisan orang. Mereka sangat heran dan melihat ke dalam gubuk. Ternyata, ada seorang wanita yang menangis.

Mereka lalu bertanya padanya, "Mengapa kamu menangis pilu?"

Wanita itu berkata pada mereka, "Suami saya sakit parah, tetapi saya tidak punya uang untuk mengobatinya. Kini saya hanya bisa menjual diri sendiri untuk mengobati suami saya dan membesarkan anak kami."

Mendengar ucapannya, orang terpelajar itu berkata pada temannya, "Bagaimana jika kita masing-masing mengeluarkan sedikit uang untuk membantunya?"

Temannya berkata, "Kita meninggalkan kampung halaman 20 tahun dan hidup hemat, baru memiliki sedikit tabungan. Jika memberikan uang pada mereka, kita tidak memiliki apa-apa lagi. Saya tidak bisa melakukannya."

Orang terpelajar itu merasa bahwa ucapan temannya masuk akal. Namun, dia belum bisa mengambil keputusan.

Mendengar wanita itu terus menangis, dia sungguh merasa tidak tega. Akhirnya, dia mengeluarkan semua uangnya dan berkata, "Hanya ini yang saya miliki."

Wanita itu sangat berterima kasih kepada penyelamatnya ini.
 

Kemudian, orang terpelajar dan temannya itu melanjutkan perjalanan. Berhubung dia pulang ke kampung halamannya menjelang tahun baru, di mana-mana penuh dengan suasana tahun baru.

Istrinya sangat gembira melihatnya pulang. Istrinya berharap anak-anaknya bisa mendapatkan pakaian baru dan mereka dapat menyantap makanan malam tahun baru yang lezat.

Dia berkata pada istrinya, "Saya lapar sekali."

Istrinya berkata, "Tidak ada apa pun di rumah sekarang."

Dia berkata, "Asalkan bisa dimakan, apa saja boleh."

Melihatnya seperti ini, istrinya segera pergi ke kebun dan memetik sedikit sayuran. Lalu, istrinya memasak sayuran itu dengan air dan menyajikannya untuknya.

Melihat dia memakannya dengan gembira, istrinya bertanya padanya, "Apakah terjadi sesuatu dalam perjalanan?"

Dia lalu menceritakan segalanya pada istrinya.

Mendengar ceritanya, istrinya berkata, "Saya sangat beruntung bisa menikah dengan pria sebaik dirimu yang bersedia menggunakan tabunganmu selama 20 tahun untuk menolong keluarga lain. Meski harus hidup susah bersamamu, saya tetap bersedia."

Dia sangat tersentuh mendengar ucapan istrinya.

Melihat cinta kasih orang tua, ketiga anak mereka berkata, "Kami akan tekun belajar dan tidak akan mengecewakan kalian." Ketiga anak itu belajar dengan tekun.
 

Beberapa waktu kemudian, mereka bukan hanya sukses dalam berdagang, menghasilkan banyak uang, serta menjadi umat Buddha yang taat dan sering berdana, tetapi juga menjadi orang yang bermanfaat bagi masyarakat.

Dalam hidup ini, dengan menabur benih karma baik, baru bisa menjalin jodoh baik dan memperoleh buah karma baik. Orang yang bisa berbuat baik dengan cinta kasih ialah orang yang dipenuhi berkah. Sumbangsih pria itu telah menjadi teladan bagi istri dan anak-anaknya sehingga mereka tahu mengasihi diri sendiri dan bekerja keras. Inilah kekayaan keluarga yang sesungguhnya. Ini warisan untuk anak-anaknya. Inilah tanggung jawab kita sebagai manusia. Jadi, dengan memikul tanggung jawab, kita bisa mengembangkan kemampuan kita.
 

Kondisi masyarakat zaman sekarang sangat mengkhawatirkan. Tanpa menabur benih yang baik, bagaimana kita menuai buah yang baik?

Kita harus bekerja keras dahulu, baru bisa menikmati hasilnya. Jadi, kita harus belajar bersumbangsih. Asalkan bersumbangsih, kita pasti bisa meraih kebahagiaan dan kedamaian batin.

Kita harus bersungguh hati untuk memahami hal ini. Tujuan kita semua ialah mencurahkan cinta kasih dan perhatian kepada semua makhluk yang menderita dan kekurangan. Kita terus mengimbau orang-orang untuk mengembangkan cinta kasih.

Hari demi hari dan tahun demi tahun terus berlalu. Seiring berlalunya tahun demi tahun, anak-anak terus bertumbuh dewasa dan orang dewasa terus menua. Karena itu, kita harus menggenggam waktu.
 

Berbuat baik tidak bisa ditunda. Berbakti kepada orang tua juga tidak bisa ditunda. Kita harus memanfaatkan kehidupan dan menggenggam waktu. Janganlah kita menyia-nyiakan waktu. Jika tidak, berarti kita menyia-nyiakan kehidupan.

Saya yakin setiap orang bisa memanfaatkan waktu dengan baik. Dengan memanfaatkan kehidupan semaksimal mungkin, kita bisa membina berkah sekaligus kebijaksanaan.

Sumber: Program Master Cheng Yen Bercerita (DAAI TV)
Penerjemah : Hendry, Karlena, Marlina, (DAAI TV Indonesia)
Penyelaras : Khusnul Khotimah
Bila sewaktu menyumbangkan tenaga kita memperoleh kegembiraan, inilah yang disebut "rela memberi dengan sukacita".
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -