Urashima Taro ke Istana Laut

Waktu sungguh berlalu dengan cepat. Setiap jam, setiap menit, setiap detik, terus berlalu tanpa henti. Waktu sungguh cepat berlalu. Berhubung waktu berlalu dengan cepat, kita harus lebih memanfaatkan waktu. Saya masih ingat saat masih kecil, saya membaca sebuah cerita legenda Jepang.

Ada seorang nelayan bernama Urashima Taro. Suatu kali, di tepi pantai, dia melihat sekelompok anak-anak tengah menyiksa seekor penyu. Karena merasa tidak tega, Taro menasihati anak-anak itu agar melepaskan si penyu. Namun, anak-anak itu menolaknya.

Karena memiliki hati penuh welas asih, Taro pun membeli penyu itu dan melepaskannya. Saat berenang menjauh, penyu itu terus menoleh seolah-olah sedang berterima kasih kepada Taro. Dua hingga tiga hari kemudian, saat kembali ke tepi pantai untuk memunguti kayu, Taro kembali melihat penyu itu.

Ternyata setelah kembali ke istana laut, penyu itu bercerita kepada Raja Naga bahwa ia disiksa oleh sekelompok anak-anak dan kemudian ditolong oleh seorang pria. Demi membalas budi, Raja Naga mengutus si penyu untuk mengundang Taro ke istana laut. Begitu tiba di istana laut, Taro sangat terkesima oleh segala yang dilihatnya. Istana laut sangat megah dan penuh dengan permata.

doc tzu chi

Raja Naga berkata padanya, “Kamu boleh mengambil apa pun yang kamu mau.” Taro berkata, “Semua barang di sini sangat bagus dan berharga. Jika saya mengambil salah satu, maka saya akan menginginkan yang lainnya. Jika begitu, maka akan sangat repot. Saya sudah senang hanya dengan melihatnya saja.”

Taro terus berkeliling di istana laut. Dia menikmati makanan yang lezat dan tinggal di tempat yang mewah. Tiga hari kemudian, Taro berkata kepada Raja Naga, “Meski makanan di sini sangat lezat dan tempat tinggal di sini sangat mewah, saya tetap harus kembali ke rumah.” Raja Naga pun tidak berani melarangnya. Dengan menunggang sang penyu, Taro kembali ke daratan.

Sekembalinya ke daratan, Taro melihat pemandangan yang sangat asing. Pegunungan, pantai, dan lingkungan sekitarnya, semuanya terlihat berbeda. Taro merasa sangat bingung. Taro terus berjalan hingga akhirnya bertemu dengan seorang nenek. Nenek itu langsung mengenalinya dan berkata, “Bukankah kamu adalah Taro? Kamu pergi ke mana saja? Mengapa menghilang selama puluhan tahun ini?”

Taro bertanya, “Kamu siapa? Saya tidak mengenalmu.” Nenek itu pun menyebut namanya. Taro berkata, “Tidak mungkin. Mana mungkin istriku setua ini?” Nenek itu berkata, “Namun, kamu sungguh adalah suamiku.”

doc tzu chi

Taro berkata, “Mengapa bisa begini? Saya baru berada di istana laut selama tiga hari. Mengapa bisa begini? Berapa usiamu?” Nenek itu berkata, “Saya sudah berusia hampir 90 tahun.” Taro berkata, “Saya baru berusia 20-an tahun, tetapi usiamu sudah hampir 90-an tahun.”

“Kamu sudah menghilang 60 tahun lebih.” Taro sangat terkejut mendengarnya. Kemudian, Taro kembali melihat seorang pria paruh baya. Nenek itu berkata kepada pria itu, “Di tahun saat kamu lahir, ayahmu menghilang. Ini orangnya.” Saat melihat Taro, pria itu berkata, “Dia begitu muda, mana mungkin dia adalah ayahku?” Taro juga berkata, “Dia begitu tua, mana mungkin dia adalah anakku?” Saat melihat ke kejauhan, terlihat cucu-cucu Taro berdiri di sana.

Meski ini adalah legenda Jepang, tetapi jika diingat sekarang, sungguh, kehidupan di alam manusia sangat singkat. Baik di surga maupun di istana laut, kehidupan di sana penuh kenikmatan dan usia kehidupannya juga lebih panjang dari kita. Karena itu, kita sering berkata bahwa usia penyu sangat panjang. Ini karena mereka tinggal di istana laut.

Jika dibandingkan dengan mereka, kehidupan umat manusia sungguh singkat. Tak hanya kehidupan umat manusia, sesungguhnya kehidupan binatang jauh lebih singkat dari manusia. Meski sama-sama hidup di bumi ini, tetapi kita disebut sebagai manusia, mereka disebut sebagai binatang. Meski sama-sama memiliki kehidupan, tetapi ekosistemnya berbeda-beda. Banyak manusia awam yang tidak menyadari hal ini.

doc tzu chi

Jadi, hanya manusialah yang bisa melatih diri untuk mencapai kebuddhaan. Ini karena dalam kehidupan di dunia ini, hanya manusialah yang bisa mempelajari ajaran Buddha dan memahami sifat hakiki Buddha. Buddha berkata bahwa para makhluk di alam surga tidak bisa mencapai kebuddhaan karena kehidupan di sana terlalu penuh kebahagiaan dan terlalu panjang umur. Karena itu, mereka tak dapat mendengar ajaran Buddha. Meski bisa mendengar ajaran Buddha, tetapi karena terlalu menikmati hidup dan panjang umur, mereka tidak bisa memahami ketidakkekalan hidup. Karena itu, hanya manusialah yang bisa memahami ketidakkekalan yang diajarkan oleh Buddha.

Karena memahami ketidakkekalan, barulah kita bisa menyadari bahwa segala sesuatu di dunia adalah tidak kekal. Sinar matahari yang kita lihat sekarang sesungguhnya adalah pancaran cahaya dari matahari sejak delapan menit yang lalu. Inilah waktu yang dibutuhkan oleh kecepatan cahaya untuk menjangkau bumi.

Kehidupan di bumi membutuhkan cahaya matahari dan bulan sehingga kita bisa membedakan siang dan malam hari. Laju cahaya sangatlah cepat dan halus hingga tak terlihat oleh mata kita. Ini sama seperti setiap detik waktu kita yang sangat singkat. Pada saat kita berbicara, setiap detik terus berlalu tanpa kita sadari. Karena itu, kita sungguh harus memanfaatkan waktu dengan baik.

Meski kehidupan ini tidak kekal, tetapi kita harus memanfaatkan waktu dengan baik. Dengan membangkitkan kesadaran hakiki, barulah kita bisa menyadari segala prinsip kebenaran di alam semesta ini.
Mendedikasikan jiwa, waktu, tenaga, dan kebijaksanaan semuanya disebut berdana.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -