Sanubari Teduh: Empat Landasan Perenungan

Saudara se-Dharma sekalian, saat melakukan meditasi setiap hari, adakah kita mengamati batin kita sendiri dan mengingatkan diri untuk bersemangat, tekun, tidak malas, selalu mengingat Dharma, dan melepaskan ketamakan duniawi? Saudara sekalian, tiada yang patut dilekati di dunia ini. Saat kita duduk menenangkan diri, apakah kita ingat Dharma yang kemaren baru kita bahas?

Di dalam kehidupan sehari-hari, dalam hubungan antarmanusia, juga ada kata-kata yang kerap dapat mengingatkan kita meski sederhana. Kata-kata itu dapat mengingatkan kita akan jalan yang benar dalam hidup. Ini ada dalam kehidupan sehari-hari. Kita dapat merasakannya setiap saat dan menyadarinya. Setelah menyadarinya, kita hendaknya menyimpannya di dalam hati dan menerapkannya dalam kehidupan.

Di dalam kehidupan sehari-hari, kita terlihat sangat tekun dan bersemangat, tetapi adakah kita mengamati batin sendiri? Adakah kita mengamati tubuh dan batin kita?  Bayangkan, apakah pikiran kita menyatu dengan tubuh kita? Apakah pikiran kita sudah mengembara di luar dan terjebak dalam kekeliruhan serta berbagai pikiran penganggu?

Jadi kita harus penuh perhatian. Kita tidak boleh melupakan Dharma yang kita terima dan latih. Dengan demikian, barulah kita dapat melepaskan ketamakan duniawi. Di dunia ini banyak hal yang mengganggu batin. Kita juga harus mengamati kondisi dunia, tekun dan tidak malas, mengingat Dharma, serta melepas ketamakan. Demikian pula, di dalam kehidupan sehari-hari, kita mengamati kondisi dunia luar.

Setiap hari, dalam hubungan antarmanusia dan dalam menghadapi kondisi luar, adakah kita mengingatkan diri sendiri? Ke dalam, mengamati tubuh dan batin dengan tekun dan tidak malas, mendengar, menerima, dan mempraktikkan Dharma; ke luar, mengamati kondisi dengan tekun dan tidak malas, mengingat Dharma dan melepas ketamakan duniawi. Jika ketamakan dan kegelapan batin lenyap, masyarakat akan harmonis dan dunia akan terbebas dari bencana.

doc tzu chi

Sebelumnya kita juga sudah membahas Jalan Mulia Beruas Delapan. Namun itu saja belum cukup. Masih  ada faktor pendukung lainnya, yaitu 37 Faktor Pencerahan juga disebut sebagai 37 Faktor Pendukung Pencapaian Pencerahan. Semua ini adalah pendukung kita agar lebih mudah memahami dan membantu kita untuk mengamati dunia serta mengamati tubuh dan batin. Ini membuat kita melihat lebih jelas. Sebutan lain untuk faktor-faktor ini adalah 37 Faktor Bodhi. Bodhi berarti kesadaran.  Faktor-faktor ini adalah 37 Faktor yang membantu kita di jalan menuju kesadaran.

37 Faktor Pencerahan: Empat Landasan Perenungan, Empat Usaha Benar, Empat Landasan Kekuatan Batin, Lima Akar, Lima Kekuatan, Tujuh Faktor Pencerahan,Delapan Ruas Jalan Mulia.

Yang Pertama dari empat landasan perenungan adalah perenungan terhadap tubuh, yaitu mengamati bahwa tubuh ini tidak bersih.  Tubuh kita sungguh tidak bersih. Saat cuaca panas kita mudah berkeringat. Saat tidak mandi seharian, kita akan merasa tidak nyaman. Jika kita tidak mandi selama berhari-hari, maka saat kita ada bersama orang lain, orang lain pun merasa tidak nyaman. Tubuh kita mungkin mengeluarkan aroma yang tidak biasa. Dengan mengamati bahwa tubuh tidak bersih, barulah kita dapat mengingatkan diri sendiri untuk selalu menjaga diri dan memanfaatkan tubuh ini untuk berlatih dan mempraktikkan jalan Bodhisatwa.

Yang Kedua dari empat landasan perenungan adalah perenungan terhadap perasaan, yaitu mengamati bahwa berbagai perasaan baik ataupun buruk merupakan penderitaan. Sepanjang hari kita pasti memiliki perasaan. Baik perasaan pada masa lalu, masa depan, maupun masa kini; baik yang baik, maupun yang buruk, semuanya mengandung penderitaan.

Saat memikirkan hal yang sudah berlalu, adakalanya kita juga risau dan menderita. Saat terus memikirkan hal yang belum terjadi, kita juga akan risau dan menderita. Jadi, perasaan ini, entah itu baik atau buruk, semuanya berkaitan dengan batin kita dan bisa membawa penderitaan. Karena itu, kita harus mengamati perasaan ini dan menjaga pikiran untuk berada di saat ini.

Kita harus memperhatikan saat sekarang. Jika dapat melakukan dengan sukarela  dan menerima dengan sukacita, maka penderitaan dapat diubah menjadi kebahagiaan. Jadi, kita harus mengembangkan kerelaan.

Berikutnya adalah perenungan terhadap pikiran. Pikiran tidaklah kekal. Kita juga harus mengamati bahwa pikiran tidaklah kekal. Pikiran dan kesadaran kita sering kali tidaklah teguh.  Pikiran kita sulit tenang dan teguh.  Mengapa pikiran bisa sulit teguh? karena pikiran memiliki fase timbul, berlangsung, berubah dan lenyap. Saat Kondisi berubah, pikiran kita juga ikut berubah.

Jadi, mulanya kita merasa gembira dan bahagia, tetapi setelah beberapa waktu, saat kondisi luar berubah,  pikiran kita juga berubah. Rasa gembira tadi pun  lenyap. Pikiran sangat tidak kekal. Jadi, amatilah bahwa pikiran tidak kekal. Ini karena pikiran memiliki empa fase. Jadi kita harus menjaga pikiran dengan baik.

Keempat adalah pengamatan terhadap fenomena. Segala sesuatu bersifat tanpa inti. Di dunia ini, benda apakah yang memiliki inti dan berdiri sendiri?  Segalanya adalah perpaduan dari berbagai unsur. Ambil contoh diri kita saja. Mengapa kita bisa terlahir di sini? Bagaimana bisa kita bertemu dengan orang tua kita? Mengapa kita bertemu lingkungan seperti ini?  Apakah yang menyebabkan semua itu? 

Jadi, kehidupan manusia penuh penderitaan dan tidak kekal. Sesungguhnya, segala sesuatu merupakan perpaduan dari banyak hal, dari bersatunya berbagai sebab dan kondisi. Jadi, di manakah inti atau “Aku”? Singkat kata, amatilah bahwa segala sesuatu adalah tanpa inti.

Saudara sekalian, semua ajaran ini sering kita bahas. Harap semua selalu menghafal empat landasan perenungan ini dan menerapkannya dalam keseharian. Banyak-banyaklah memikirkan, merenungkan, merasakan, dan memahaminya. Jadi, harap semua selalu bersungguh hari.

Demikianlah diintisarikan dari Sanubari Teduh: Empat Landasan Perenungan

GATHA PELIMPAHAN JASA
Semoga mengikis habis Tiga Rintangan
Semoga memperoleh kebijaksanaan dan memahami kebenaran
Semoga seluruh rintangan lenyap adanya

Keteguhan hati dan keuletan bagaikan tetesan air yang menembus batu karang. Kesulitan dan rintangan sebesar apapun bisa ditembus.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -