Sanubari Teduh: Empat Pikiran Setara

Saudara se-Dharma sekalian, keseharian kita tak lepas dari lima agregat, yaitu rupa, perasaan persepsi, dorongan karma, dan kesadaran. Berhubung tak lepas dari lima agregat, maka kita hendaknya mampu mengendalikan bagaimana kesadaran pikiran kita menganalisis objek rupa dari luar. Mengenai objek rupa di dunia ini  terdapat wujud kebahagiaan dan penderitaan. Selama suatu hal itu berwujud, ia akan dapat bersentuhan dengan kesadaran pikiran kita.

Saat melihat sesuatu yang kita sukai, yang mana sesuatu itu berwujud, pikiran kita langsung bergejolak. Ini pun karena adanya kontak antara kesadaran pikiran dan objek rupa. Terjadinya kontak menimbulkan perasaan, entah itu perasaan suka ataupun perasaan tidak suka. Setelah perasaan, muncul persepsi dan pemikiran. Kita mulai berpikir bagaimana mendapatkan atau menghilangkan sesuatu tersebut. Ini melewati proses berpikir dan pencerapan.

Berikutnya kita mulai berniat atau terdorong untuk bertindak. Demikianlah, rupa, perasaan, persepsi dan dorongan karma tidak terlepas dari kesadaran. Empat hal ini ditambah kesadaran, seluruhnya disebut lima agregat. Lima agregat ini memungkinkan adanya kebocoran.

doc tzu chi

Kebocoran ini terus terjadi pada kita lewat empat agregat tadi yang kita bahas ditambah fungsi agregat kesadaran. Diri kita tersusun oleh empat agregat atau unsur. Kita dapat melihat bahwa diri kita juga memiliki rupa. Kondisi luar juga memiliki rupa. Perasaan juga dirasakan dalam diri kita. Saat tubuh kita bersentuhan dengan kondisi luar, barulah muncul perasaan.

Setelah munculnya perasaan, kita mulai membentuk persepsi dan membedakan, lalu membangkitkan dorongan untuk bertindak. Inilah empat agregat yang dimaksud. Namun empat agregat ini, termasuk segala diri yang kita rasakan, pasti harus tergantung pada satu faktor. Apakah itu? Kesadaran.

Kesadaran menjadi sandaran bagi rupa, perasaan, persepsi, dan dorongan karma. Tanpa kesadaran, meski mata terbuka, kita tidak bisa dapat melihat. Demikianpula saat pikiran kita kacau, kita juga tak dapat menelaah kondisi luar dengan tepat. Jadi kesadaran kita dan kondisi luar berhubungan sangat erat.

Diri kita mengeluarkan sinyal apakah kondisi yang kita lihat berwarna merah, berwarna hijau, terlihat baik, terlihat tidak baik, apakah itu kita inginkan, tidak kita inginkan. Atau membuat kita mengeluarkan tindakan, dll. Semua ini bergantung pada kesadaran.

Dari kehidupan ke kehidupan, empat pikiran setara berkembang, apa yang dimaksud dengan empat pikiran setara? Empat pikiran setara adalah empat pikiran yang dilandasi kesetaraan. Jika kesadaran pikiran kita benar dan lurus, maka pemikiran dan pandangan kita akan membuat kita melihat segala sesuatu dengan benar. Apakah yang tidak setara di dunia ini? Satu ketidaksetaraan saja  dapat menambah penderitaan manusia.

Jika kita memandang dunia dengan pikiran setara, maka segala hal juga terlihat setara, tiada diskriminasi atas yang baik dan buruk. Saat pikiran kita benar dan lurus, akankah ada kejahatan yang terwujud? Tidak ada. Jadi, dengan hakikat sejati inilah kita mampu memandang setara segala sesuatu.

Berikutnya yang kedua adalah kesetaraan tekad. Sesungguhnya asalkan kita memiliki cinta kasih yang tulus, maka itulah yang disebut cinta kasih dan welas asih. Cinta kasih dan welas asih tak punya ukuran besar dan kecil. Asalkan memiliki cinta kasih, manusia dapat mengasihi tanpa syarat. Asalkan memiliki welas asih yang tulus, manusia mampu merasakan penderitaan sesama.

Yang ketiga, tekad melatih diri juga harus dilandasi kesetaraan. Saat bertekad, kita harus memiliki pikiran setara. Ini juga berlaku bagi tekad melatih diri. Kita tidak perlu mendikriminasi mana metode Dharma yang dalam atau dangkal. Sesungguhnya kita harus melakukan praktik nyata.

Metode Dharma apapun itu, selama mengandung kebenaran, hendaknya kita terima. Jangan kita merendahkan orang yang berpendidikan rendah karena kita berpendidikan yang lebih tinggi. Meski berpendidikan rendah, seseorang tetap bisa memiliki budi pekerti baik. Sebaliknya, orang yang berpendidikan tinggi juga memiliki budi pekerti yang biasa saja.

Kita hidup untuk belajar. Karena itu, kita tidak perlu mendiskriminasi. Jalan pelatihan diri juga setara, tidak perlu dibedakan besar dan kecil atau dalam dangkalnya. Selama jalan itu mengarah pada tujuan, berarti  jalan itu adalah jalan yang benar.

Yang keempat adalah kesetaraan welas asih, adalah kesetaraan dalam pelatihan diri kita yang didasari rasa hormat. Selain memiliki cinta kasih yang setara terhadap semua makluk, kita juga harus memiliki pikiran setara dalam mempelajari jalan kebenaran. Dengan pikiran setara ini, kita dapat selalu memiliki cinta kasih yang penuh rasa hormat terhadap siapapun. Jadi, semua hendaknya selalu bersungguh hati.

Demikianlah diintisarikan dari Sanubari Teduh: Empat Pikiran Setara

GATHA PELIMPAHAN JASA
Semoga mengikis habis Tiga Rintangan
Semoga memperoleh kebijaksanaan dan memahami kebenaran
Semoga seluruh rintangan lenyap adanya
Dari kehidupan ke kehidupan senantiasa berjalan di Jalan Bodhisattva

Keharmonisan organisasi tercermin dari tutur kata dan perilaku yang lembut dari setiap anggota.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -