Sanubari Teduh: Melenyapkan Kesombongan dan Nafsu Keinginan

Saudara se-Dharma sekalian, dalam mempelajari ajaran Buddha, kita harus senatiasa mengendalikan diri agar tidak berbuat keliru. Meskipun berbuat keliru, kita juga harus segera bertobat. Pikiran kita jangan terkontaminasi oleh  ketamakan, kebencian dan kebodohan.  Kita harus sentiasa berintrospeksi diri agar tidak melakukan kekeliruan.

Saat melakukan kekeliruan, kita juga harus segera bertobat agar tidak tertutupi oleh kegelapan batin. Inilah yang setiap hari saya ulas dan ingatkan kepada kalian. Tanpa disadari, ketamakan, kebencian dan kebodohan membuat pikiran kita bergejolak sehingga kita pun terdorong untuk melakukan perbuatan buruk. Akibat  ketidaktahuan tanpa awal, kita terbelenggu noda batin sebanyak butiran pasir Sungai Gangga. Ini mengakibatkan pikiran kita terus bergejolak.

Selanjutnya dikatakan, “Mengganggu orang bijak dan suci, serta semua makhluk di semua alam dari empat jenis kelahiran. Kini secara terbuka, di hadapan para Buddha, Dharma yang Mulia, dan para makhluk suci di sepuluh penjuru, kami bertobat atas semuanya. Pikiran kita yang bergejolak juga mengganggu para suciwan dan membangkitkan noda batin  sebanyak butiran pasir sungai gangga. Akibatnya kita terus mengalami empat jenis kelahiran di enam alam.

Kita semua tahu tentang enam alam kehidupan, yaitu meliputi alam surga, manusia, asura, neraka, setan kelaparan dan binatang. Semua itu adalah enam alam kehidupan. Di dalam enam alam kehidupan ini, kita terus menciptakan masalah dan membuat banyak kesalahan.

Mulai hari ini, kita harus sangat tulus. Setiap hari saya berkata bahwa kita harus mawas diri dan berhati tulus. Kita harus menjaga hati dengan baik. Kita harus sangat berhati-hati. Dalam keseharian, kita harus mawas diri. Saat berinteraksi dengan orang atau menangani suatu masalah, dalam setiap ucapan dan tindakan pada kehidupan sehari-hari, kita harus senantiasa meningkatkan kewaspadaan. Kita harus sangat berhati-hati. Dalam berinteraksi dengan orang kita harus bersikap penuh hormat.

doc tzu chi

Saya sering berkata bahwa kita harus bersyukur, saling menghormati dan mengasihi. Kita hendaknya senantiasa memiliki rasa syukur dan menghormati semua orang. Jika dapat senantiasa memiliki rasa syukur dan hormat, maka secara alami kita dapat mengembangkan cinta kasih.

Kesombongan membuat kita tidak bisa dikasihi orang lain. Ini karena kita sombong dan enggan bergaul dan bersosialisasi dengan orang lain. Demikianlah orang yang sombong. Jadi, kita tidak boleh merasa hebat, juga jangan menggangap remeh diri sendiri. Kita harus membuka pintu hati.

Selain dapat merangkul semua makhluk, kita juga harus dapat merendahkan hati dan masuk ke tengah masyarakat. Janganlah hidup menyendiri. Kita harus mematahkan kesombongan. Untuk dapat mengasih dan dikasihi, semua juga bergantung pada kekuatan tekad kita. Jika nafsu keinginan kita bangkit, kita harus tahu dan ingat bahwa air nafsu keinginan ini akan menenggelamkan kita.  Kita harus segera melenyapkannya.

Demikian pula saat hendak marah, kita harus ingat patutkah kita marah lagi. Kita hendaknya tidak lagi bertemperamen buruk. Kita harus segera memadamkan api kemarahan meski baru berupa titik api yang kecil. Semua ini bergantung pada kekuatan tekad kita.

Saudara sekalian mempelajari ajaran Buddha berarti menjaga pikiran kita sendiri. Kita harus sentiasa bertobat. Di dalam kehidupan di tengah masyarakat, kita harus bersyukur dalam segala hal dan terhadap semua orang. Jika kita dapat bersykur dalam segala hal, maka kita dapat menghormati semua orang. Jika kita dapat menghormati setiap orang, kita akan dapat senatiasa memiliki cinta kasih yang murni tanpa noda.

Sebaliknya, jika kita tercemar oleh cinta yang penuh ego, maka air nafsu keinginan ini akan cepat menenggelamkan kita.  Jadi setiap saat kita harus tulus, penuh rasa syukur, rasa hormat dan cinta kasih. Saudara sekalian, kita harus bersungguh hati, senantiasa mengendalikan diri, serta membangkitkan kekuatan tekad yang tulus. Bersungguh hatilah selalu.

Bila sewaktu menyumbangkan tenaga kita memperoleh kegembiraan, inilah yang disebut "rela memberi dengan sukacita".
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -