Jangan Putus Asa dengan Keterbatasanmu

Saat kita terlahir ke dunia, tak ada seorang pun yang tahu dan dapat memastikan bahwa kita akan dilahirkan sempurna seperti manusia lainnya. Namun, jika pada akhirnya kita harus hidup dan bersahabat dengan keterbatasan, bagaimana kita menghadapinya?

 Merajut Mimpi Melalui Pendidikan

Meutia Rin Diani (22) tak pernah ingat kapan ia mengetahui dirinya tak bisa mendengar dan berbicara dengan jelas. Pastinya, sebelum masuk sekolah dasar ia telah mengetahui bahwa ia adalah seorang tunarungu. ”Jadi mungkin waktu TK, saya sudah mengetahuinya,” ungkapnya dengan intonasi dan pelafalan yang tak begitu jelas. Saat mengetahui hal itu, ia tetap bersikap biasa-biasa saja. Ia malah merasa bersyukur karena keadaan tersebut telah membuatnya, secara tak sadar, berpikir ekstra untuk menjalani masa sekolah hingga selesai.

Ketika duduk di bangku TK dan kelas 1 SD, belum semua teman-teman dapat menerima keadaan dirinya. Tapi saat di kelas 6, semua teman-temannya itu telah baik kepadanya. Hal ini karena sejak di kelas 1, ia selalu punya teman sebangku yang berganti-ganti. Lama-kelamaan ia pun mengenal semua teman sekelas. ”Tugas kelompok juga membantu interaksi dengan yang lain,” tulis gadis yang kini tercatat sebagai mahasiswi arsitektur Universitas Indonesia tahun 2006 ini di atas kertas yang dipegangnya.

Pernah pula suatu ketika, ia diolok-olok oleh temannya. Ibunya pun kemudian melaporkan hal itu kepada gurunya. Temannya pun kemudian ditegur. ”Trus ibu juga bilang, ‘Biarkan teman-teman itu. Kamu harus terus maju’,” kembali ia menggoreskan tulisan untuk menjelaskan ucapannya. Walaupun memiliki keterbatasan, Meutia merasa kepandaiannya dalam ilmu matematika dan fisika telah membantunya melewati masa-masa sekolah yang agak pahit. Untuk itu, ia pun ikut les privat. Ibunya bahkan mendatangkan 3 orang guru untuk belajar fisika, bahasa Inggris, matematika, dan bahasa Indonesia. Di luar waktu les, ia juga kadang-kadang belajar seorang diri. 

Berbekal kepandaiannya itu pula, ia beberapa kali diikutsertakan dalam berbagai lomba Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA). Puncaknya, di tahun 2005 ia menjadi juara pertama lomba olimpiade astronomi tingkat kabupaten Bekasi, namun di olimpiade astronomi tingkat propinsi Jawa Barat ia tak berhasil menjuarainya. Selain lomba MIPA, ia juga sering ikut dalam lomba mewarnai serta melukis sejak TK hingga SMP, dan beberapa kali memenanginya. Meutia yang bercita-cita menjadi wanita karir yang sukses ini berkeinginan untuk dapat melanjutkan kuliah di luar negeri. ”Ini menjadi motivasiku untuk tekun belajar semasa kuliah dengan harapan mendapat beasiswa untuk kuliah di luar negeri,” tulisnya.

Soal keberhasilannya menembus Universitas Indonesia, ia berujar, “Kurasa doaku dan ibuku sangat berperan dalam kelulusanku di SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru).” Sebagai mahasiswi arsitektur, Meutia bekerja keras dalam menempuh studi karena banyak bergantung kepada buku teks dan catatan kuliah. Di rumah, ia pun mempelajari ulang materi kuliah. Karena itu, jam tidurnya paling banyak 3 jam dalam satu hari.

Sosialiasi dalam Kehidupan

Dalam pergaulan sehari-hari, Meutia yang pemalu dan suka menyendiri ini kalau berbicara dengan teman-temannya seringkali seperlunya saja sehingga ia kurang pergaulan. Apalagi ia jarang berbicara mengenai fesyen, ekstrakurikuler, dan hal-hal lain di luar pelajaran. Namun secara umum, teman-temannya di SMP, SMU, dan bangku kuliah semua baik kepadanya. ”Mereka mau menerima kondisiku. Bagi yang belum terbiasa, saya tenang-tenang saja. Justru mereka yang jadi bingung tak tahu bagaimana cara memperlakukanku,” paparnya dengan suara yang tak begitu jelas tertangkap. Padahal yang ia inginkan adalah mereka dapat bersikap biasa seolah-olah ia sama seperti mereka.

Tantangan terbesar yang dihadapi dalam hidup menurutnya adalah dirinya sendiri. Ia merasa masih banyak yang harus ia benahi dalam hidup, baik sifat ataupun ketuliannya agar tetap dapat menyelesaikan kuliahnya. Ia memberikan contoh beberapa sifat yang ingin ia perbaiki, misalnya tidak percaya diri, kemampuan untuk memahami yang kurang terutama filsafat, ketidakjelasan cara berbicara, dan kesulitan menangkap perkataan orang lain. Kepada mereka yang memiliki keterbatasan, ia berharap semoga mereka bisa bangkit lagi dan tidak putus asa. Menurutnya, semua orang bisa meraih apa saja yang kita inginkan meskipun memiliki keterbatasan. ”Asalkan mau bekerja keras,” tulis Meutia yang ketika duduk di semester kelima sempat mendapatkan IPK 4 ini. Sampai saat ini, ibu bagi Meutia tetap menjadi seorang sosok yang memiliki banyak sifat yang patut ia teladani. ”Ibu itu disiplin dan punya etos kerja,” guratnya di atas kertas.

Hati Emas Seorang Ibu

Ibu Meutia, Kusharisupeni sebenarnya sudah mencurigai keadaan Meutia sejak ia berusia 7 bulan. Tetapi diagnosis baru dilakukan ketika Meutia berumur satu setengah tahun yang dilakukan oleh dokter ahli. ”Tentu saja saya sangat sedih,” ungkap Kusharisupeni. Dalam merawat Meutia, Kusharisupeni harus menjaganya dengan ekstra sabar namun ia yakin dirinya dan Meutia akan mendapatkan yang terbaik. Pada setiap jenjang pendidikan, ia juga selalu memohon kepada guru agar Meutia mendapat giliran lebih dahulu, misalnya saat menulis di papan tulis, sehingga Meutia menjadi yakin bahwa ia sebenarnya bisa. Hal ini juga penting agar teman-temannya mengetahui bahwa meskipun ada kekurangan Meutia tetap bisa mengikuti pelajaran.

”Ketika Meutia sadar bahwa ia tunarungu (mungkin sekitar umur 8-10 tahun), maka saya selalu mengatakan bahwa tidak ada orang yang sempurna, dan kita harus percaya kepada Allah Yang Maha Besar. Berdoa kepada-Nya merupakan suatu keharusan,” ujar Kusharisupeni mengingat-ingat saat ia dahulu menyemangati Meutia. Walau begitu, tidak ada perlakuan istimewa untuk Meutia, kecuali dalam hal yang dia tidak bisa lakukan tanpa bantuan orang lain. Misalnya untuk tugas wawancara, kadang-kadang Kusharisupeni membantu Meutia sebagai pewawancara.

”Makin lama dia makin menunjukkan bahwa dia bisa mengikuti kehidupan orang-orang di sekitarnya. Lebih mandiri,” tambahnya. Menurut Kusharisupeni, tidak ada masalah dalam penerimaan dan lingkungan. ”Tentu untuk masa depannya saya sangat berusaha agar anak saya mendapatkan pendidikan yang terbaik,” harapnya. Kepada para orangtua yang memiliki anak dengan keterbatasan, Kusharisupeni mengatakan jangan malu kepada keadaan ini. ”Bantulah anak Anda agar terlihat kemampuannya yang menonjol yang bisa dipupuk untuk menjadi yang terbaik baginya kelak,” tutur Kusharisupeni memberi saran.

”Terimalah anakmu apa adanya. Limpahkan mereka dengan kasih sayang. Karena kasih sayangmulah yang membuat mereka terus maju meskipun sering diolok-olok atau gagal. Kasih sayang ibuku yang membuat aku terus maju meskipun sering gagal dan diolok-olok,” pesan Meutia di atas kertas yang dipegangnya kepada orangtua yang memiliki anak dengan keterbatasan.

”Untuk orang yang cacat, jangan putus asa dengan keterbatasanmu. Teruslah berjuang meraih impianmu. Karena kita semua bisa! Asal mau berusaha terus,” tulisnya penuh semangat. (Himawan Susanto)

Keindahan kelompok bergantung pada pembinaan diri setiap individunya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -