Membangkitkan Semangat Hidup Anton


Kisah inspiratif ini datang dari Anton, warga Karang Rahayu, Cikarang. Dua kemalangan membuat kaki kirinya tak utuh lagi dan berteman dengan kaki palsu. Namun Anton perlahan bisa bangkit, menjalani hidupnya dengan berjualan sayuran di pasar, dan bahkan lebih dari itu”.”

***

Lelaki berkaus itu nampak antusias melayani para pembeli dengan senyum ramah di sebuah pasar di Cikarang. Sepintas, tak ada yang berbeda dari fisiknya, terkecuali fakta bahwa ia adalah penyandang disabilitas. Hari itu, lelaki ini bak sales perumahan atau perusahaan ternama yang menjajakan dagangannya.

Namanya Anton. Usianya 36 tahun. Ia adalah pedagang sayuran: kangkung, bayam, cabai, bawang, jengkol, petai, labu, dan lainnya di Pasar Lama Tradisional Cikarang, Bekasi, Jawa Barat.

Sebelum tengah malam, pukul 23.00 WIB hingga kira-kira pukul 01.00 dini hari, ia sudah berbelanja ke Pasar Induk Cibitung. Lalu pukul 06.00 hingga pukul 08.00 WIB, ia sudah melemparkan senyum ramahnya pada pelanggan yang membeli sayurannya.

Anton adalah seorang penyandang disabilitas yang mendapat bantuan biaya pengobatan (di luar BPJS), biaya transportasi, dan pengadaan kaki palsu dari Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Tzu Chi juga membantu menguatkan semangat sekaligus menyatukan kembali keluarga kecilnya.

Warga Kampung Pelakuan, Karang Rahayu, Cikarang ini bisa membuktikan bahwa jika diberi kesempatan kaum difabel juga bisa mandiri meski memiliki keterbatasan fisik.

Peristiwa yang Tak Terlupan
Sebelumnya, Anton adalah pria dengan fisik normal. Tetapi, kecelakaan tragis merenggut kelincahannya.

Minggu, 18 Agustus 2012, malam menjelang lebaran menjadi malam yang tak mungkin Anton lupakan. “Waktu itu mau beli bahan makanan buat Emak, namanya besok mau lebaran,” ujar Anton mengingat kala itu ia hendak berbelanja di Pasar Cikarang.

Ketika hendak menyeberang, tiba-tiba dari arah kanan sebuah angkutan melintas cukup kencang, tak ayal Anton terserempet. Nahasnya, ia terpental hingga sebuah sepeda motor menimpa kaki kirinya.

Mobil yang menyerempet Anton berencana melarikan diri, namun dihadang oleh warga hingga akhirnya Anton diantar ke sebuah rumah sakit. Anton beruntung masih diberi umur panjang. Hanya saja, kaki kirinya terluka parah.

Penanganan di rumah sakit pun dirasa tidak maksimal. Anton menduga kemungkinan banyak tim medis yang cuti hari raya. “Jadi nggak ada tindakan apa-apa,” katanya.

Hal itu membuat keluarga memutuskan memulangkan Anton. Mereka memilih menjalani pengobatan alternatif saja. Tapi, begitu gips kaki Anton dibuka, kakinya sudah remuk dan membusuk.

Bertemu Tzu Chi
Anton mengenal Yayasan Tzu Chi tahun 2014. Ia mengajukan bantuan untuk kakinya yang tak kunjung sembuh setelah 8 bulan menjalani pengobatan alternatif. Selama dua tahun Anton hanya membeli antibiotik seadanya karena tak punya biaya. “Yang saranin kakak saya. Ternyata dia punya tetangga yang tahu tentang Tzu Chi,” cerita Anton.


Veriyanto, relawan Tzu Chi Cikarang mendampingi pengobatan dan memberikan suntikan semangat bagi Anton hingga ayah dua anak itu sembuh dan bisa melanjutkan kehidupannya lebih baik lagi.

Bantuan dari Tzu Chi merujuk Anton ke RS Cipto Mangun Kusumo (RSCM) Jakarta. Ia dioperasi dan beruntungnya, pembusukan di kakinya belum menjalar ke organ tubuh lain. Tulangnya yang remuk juga masih bisa disatukan. Beberapa pen terpasang di kaki kiri Anton. Beberapa ruas tulang yang sudah hilang pun dicangkok kembali.

Proses pengobatan yang berlangsung sekitar 9 bulan itu ia jalani dengan lancar dengan empat kali operasi. Hasilnya Anton bisa kembali berjalan walaupun sedikit pincang. Sejak itu ia mulai aktif kembali berjualan sayuran hingga bertemu jodohnya, Napiah, gadis penjual pakaian.

Infeksi Pascaoperasi
Satu tahun pascaoperasi (2015), Anton tak sadar jika ada luka di kakinya. Luka kecil itu lama-lama membesar dan berbau busuk. Lagi-lagi ia mandiri dan mengobati lukanya sendiri. Beberapa bulan, luka kakinya mengering. Tapi beberapa minggu setelahnya, muncul luka lain di betis yang lebih cepat membesar dan berbau. Badannya kerap demam tinggi, tapi Anton tak acuh.

Anton kembali teringat untuk meminta bantuan ke Tzu Chi, dan kembali disetujui. Pada kasus kedua ini, relawan Tzu Chi di Cikarang langsung turun menangani Anton. Relawan yang mendampinginya, Veriyanto, mengingat pertama kali perjumpaannya dengan Anton yang begitu dramatis.

Veri mengingat saat itu ia harus membatalkan beberapa janji karena dalam satu hari itu, Anton berkali-kali menghubunginya. “Saya berpikir orang ini pasti sangat menderita dan butuh bantuan,” kenang Veri, “akhirnya hari itu saya cancel semua janji dengan rekan bisnis dan langsung datang ke rumah Anton.”

Benar saja, ketika Veri tiba, ia melihat kondisi kaki Anton hanya dibungkus kain biasa, bernanah, dan berbau. Sementara Anton sudah merintih kesakitan.

Anton beralasan tidak punya biaya (transport) untuk berobat dari Cikarang ke RS Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta. Selain itu, obat-obatan di luar BPJS terasa sangat mahal untuknya. Ditambah lagi, menurut dokter Puskesmas, kakinya sudah harus diamputasi karena sudah mengancam nyawa. Lalu ia juga memikirkan biaya pembuatan kaki palsu yang mencapai 30 juta. Hal itu sempat membuatnya berpikir untuk memulangkan anak istrinya ke mertua dan mengakhiri hidup karena stres dan putus asa.

Yaaa mau gimana, untuk mengobati diri saya sendiri saja susah, bagaimana mau nafkahin anak dan istri,” ungkap Anton. Namun niatan Anton itu ditolak mentah-mentah oleh Napiah, istrinya. “Saya nggak mau, masa waktu senang aja saya mau dampingin, tapi pas suami sakit saya malah ninggalin dia. Saya nggak gitu orangnya. Susah senang, harus sama suami,” tegas Napiah.

Dukungan Penuh Sang Istri
Kesetiaan Napiah tak diragukan lagi. Beberapa kali Anton memintanya pulang ke rumah orang tua, Napiah tak bergeming. Terlebih ketika Anton selesai diamputasi.

“Bayangin Pak, saya baru aja jenggukin dia abis operasi, dia langsung ngomong gini, ‘udah kamu dan anak pulang aja ke rumah orang tua, saya udah nggak bisa nafkahin kamu’. Coba, sedih bener saya dengernya,” ucap Napiah.

Napiah menolak permintaan Anton, ia justru merawat sang suami. Pascaoperasi, Napiah tidak merasa malu mengantarkan Anton berboncengan sepeda motor kemana saja, termasuk berobat ke Puskesmas. “Ngapain malu, dia kan laki saya, yang nafkahin saya sampai sekarang. Ketika dia lagi susah, saya wajib bantu dia,” tuturnya.

Pada masa terpuruk itu, Anton mendapat kekuatan dari orang-orang di sekelilingnya. Ada istri, relawan Tzu Chi, termasuk juga dr. Zuhri Efendi Sp.OT yang mengoperasi Anton dan membesarkan hatinya bahwa dengan satu kaki pun Anton tetap bisa menafkahi keluarga.

Bangkit Dari Keterpurukan
Dalam perjalanannya, Tzu Chi juga membantu memfasilitasi Anton mendapatkan kaki palsu. Kini, ia sudah ikhlas dengan jalan hidupnya yang mengajarkannya banyak hal dan sudah menutup segala kepedihan, kemarahan, dan dendam. Pikiran itu ia ganti dengan senyum yang mengembang tiap pagi untuk menyapa pelanggannya.


Kini Anton telah menjalani kehidupan dengan normal kembali. Ia tetap menjadi pedagang sayuran di pasar dan menyisihkan sedikit penghasilannya untuk didonasikan ke Tzu Chi guna membantu orang lain yang membutuhkan.

Aktivitas sehari-hari dijalani Anton dengan normal, meski menggunakan kaki palsu dan tak bisa berdiri sempurna. “Sekarang sehari-hari ya belanja ke Pasar Induk Cibitung, trus ke pasar lama ngerapihin jualan. Saya nggak mau ngerepotin orang lain terus,” tegas Anton.

Soal bagaimana proses penderita disabilitas ini bisa bangkit kembali, dengan wajah berbinar Anton bercerita bahwa ia mencoba belajar bersyukur, ikhlas, dan mencoba bangkit untuk berdagang sesuai kemampuannya. “Saya ingin bahagiakan keluarga dan nyenengin emak aja,” tegas Anton. Jawaban yang sangat sulit untuk dijalankan bagi penyandang disabilitas.

“Untung ada Pak Veriyanto yang menjadi penyemangat hidup. Dia memotivasi dan membantu saya untuk mendapatkan kaki palsu juga,” lanjut Anton.

Anton mengungkapkan, Veriyanto tidak hanya menginspirasi, namun benar-benar memotivasi serta membangkitkan kembali semangat hidupnya. Dengan kesabaran dan dukungan dari relawan Tzu Chi serta keluarga, Anton terbentuk menjadi pribadi yang luar biasa.

Anton kini menjadi pedagang sukses. Hasil kesuksesannya dalam berdagang ia tunjukkan dengan merenovasi sedikit demi sedikit rumah mungilnya. Kondisi rumahnya kini sudah berlantai keramik, berdinding bata, dengan dua kamar tidur, ruang tamu, dapur, dan satu kamar mandi. Saat ini, ayah dua anak itu juga sudah berani mengendarai motor matic yang ia cicil sendiri. Anton bahkan mendonasikan sebagian penghasilannya untuk Tzu Chi agar bisa ikut membantu orang lain yang membutuhkan bantuan.

Anton mengimbau rekan-rekannya sesama penyandang disabilitas untuk berusaha mencari rutinitas yang positif, entah berdagang atau berwirausaha. Meski penghasilan yang didapat tak seberapa, namun rezeki dari hasil keringat sendiri adalah kenikmatan yang tak terkira. Tuhan akan menolong makhluknya yang mau berusaha. Melihat perjuangan Anton, Veriyanto berharap masyarakat tidak memandang teman-teman disabilitas dengan sebelah mata. Karena ia percaya, apabila diberi kepercayaan dan tanggung jawab, mereka juga pasti akan produktif, sama seperti orang normal lainnya.

Penulis: Anand Yahya
Bekerja untuk hidup sangatlah menderita; hidup untuk bekerja amatlah menyenangkan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -