Sebuah Musala di Cilangari


Jauh dari hiruk pikuk perkotaan, suara adzan dari sebuah Musala yang sudah bagaikan pengingat menggema memanggil warga untuk beribadah. Tak peduli sebesar apa tiang yang menopang, iman tak akan mudah luntur oleh rapuhnya pasak.

Lima orang siswi sekolah Madrasah Tsanawiyah (setingkat SMP) itu rutin beribadah di sebuah Musala Riadussalam yang sangat sederhana. Musala itu hanya beberapa puluh meter dari sekolah mereka yang berada di Desa Cilangari Kampung Sindangsari Kecamatan Gununghalu, Kabupaten Bandung Barat. Guru-guru MTs Sindangsari memang rutin mengajak siswa siswinya untuk sholat di Musala ini.

Di kala hari Kamis malam dan Sabtu malam tiba, Majlis Ta`lim (kelompok ibu-ibu atau bapak-bapak pengajian) mengaji bersama di tempat ini. Bisa dibayangkan suasananya, para jamaah bersila memenuhi ruangan berukuran 8 x 8 meter. Di luar Musala, Ibu Encep dan warga lain menyiapkan minuman hangat dan makanan kecil untuk Majlis Ta`lim. Kalau udara sedang dingin, mereka justru bisa lebih khusyuk. “Itulah yang membuat saya terharu,” ungkap Ustaz Encep Badri (40), pengurus Musala Riadussalam yang juga kelahiran Kampung Sindangsari.

Rumah untuk Memanjatkan Doa

Menurut Ustaz Encep, Musala Riadussalam sudah ada sejak tahun 1950-an. Ketika itu satu-satunya ustaz (guru mengaji) yang ada di Desa Cilangari hanya Ustaz A. Midin yaitu orang tua dari Ustaz Encep. Ketika Ustaz A. Midin wafat pada tahun 1994, Sari, ibu dari Ustaz Encep langsung me-wakaf-kan musala ini pada Ustaz Encep. “Walaupun musala umum ini tidak dipakai untuk sholat Jumat, namun setiap hari selalu dipakai beribadah sholat lima waktu oleh warga sekitar.

Musala Riadussalam dikelilingi persawahan, perkebunan sereh wangi, dan sayuran. Bangunan fisiknya dapat menampung lebih kurang100 jamaah. Dinding papannya yang mulai termakan rayap, beberapa kaca jendela sudah pecah, dan rangka plafonnya yang ditutupi sarang laba-laba di sana sini seolah menyuarakan umur bangunan yang sudah lama.


Kondisi Mushola Riadussalam yang sudah memprihatinkan tidak mengurangi nilainya. Musala ini masih digunakan sebagai tempat beribadah oleh para siswa dan warga sekitar.

Hanya lantai keramik putih yang sedikit menghiasi bersihnya musala ini. Tikar sholat seadanya hanya bisa dipakai oleh umat yang merasa dingin, karena jumlahnya terbatas. Di Sindangsari ini suhu udara lumayan sejuk 20 hingga 25 derajat (°C). Pun di sini tak ada toilet, sementara tempat wudhu (tempat untuk bersih-bersih) sangat sederhana. Namun semua ini tak mengurungkan niat warga kampung Sindangsari untuk beribadah kepada yang Maha Kuasa.   

Persinggahan relawan ke musala ini pada awal Februari 2018, saat sedang mengadakan survey rumah yang tidak layak huni di Kabupaten Bandung Barat. Ketika itu tim relawan bersama H. Sabana kepala Desa Cilangari melihat Musala Riadussalam ini layak untuk dibantu. Dua minggu setelah survey diputuskan untuk membantu pembangunan kembali musala ini. Awal Mei 2018 warga bersama empat seniman bangunan yang juga adalah warga lokal membongkar musala dengan bergotong royong. “Cukup satu hari membongkar musala ini,” ungkap salah satu seniman bangunan.  

Untuk mempersiapkan pembongkaran, Ustaz Encep selalu berkordinasi dengan Joe Riadi, relawan Tzu Chi yang bertugas mengadakan bahan material pembangunan kembali Musala Riadussalam. Sehari setelah dibongkar, seniman bangunan membangun pondasi baru bagi musala.  

Sementara musala ini direnovasi, maka dalam menjalankan ibadah warga memakai ruangan di sisi kiri rumah Ustaz Encep. “Semoga bisa cepat selesai dan jamaah dapat menjalankan ibadah lagi,” harap Encep. “Terima kasih sekali kepada Yayasan Buddha Tzu Chi dan H. Sabana yang sudah memberi perhatian pada musala ini,” ujarnya.

Kerukunan Berlandaskan Cinta Kasih

Pada petengahan bulan Mei 2018 lima belas relawan Tzu Chi datang mengunjungi Musala Riadussalam untuk melihat perkembangan pembangunan. Saat itu bertepatan di bulan puasa sehingga relawan Tzu Chi sekalian mengajak warga sekitar dan seniman bangunan untuk berbuka puasa bersama. Tampak tembok bata musala sudah berdiri kokoh, kusen kayu sudah tersusun simetris, sisi dalam musala sudah mulai diplester rata. Sementara beberapa warga bergantian memikul bata merah ke musala.


Joe Riadi relawan komite Tzu Chi memberikan kata sambutan dalam acara peresmian Mushola Riadussalam yang dilaksanakan pada 11 Juni 2018.

Sebulan kemudian, Senin, 11 Juni 2018 –tepat seminggu sebelum Hari Raya Idul Fitri 1439H– Musholla Riadussalam resmi digunakan. Acara peresmian ini ditandai dengan penyerahan surat Nota Kesepahaman pembangunan musala oleh Joe Riadi dan Ustaz Encep Badri. Acara dihadiri oleh Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Cianjur KH. M Choirul Anam MZD, Kapten TNI Asep Sukandar perwakilan dari KODIM 0609 Gununghalu Bandung Barat, serta bapak-bapak dan ibu-ibu Majlis Ta`lim Desa Cilangari.    

Usai penyerahan MOU, Joe Riadi memberi kata sambutan sambil mengenalkan tentang visi dan misi Yayasan Buddha Tzu Chi. Ia menyampaikan harapan, “Kita ingin warga kampung Sindangsari nyaman ketika beribadah, hidup rukun satu sama lainnya.” Dalam ceramahnya, KH M. Choirul Anam MZD menegaskan bahwa ajaran cinta kasih yang sudah dijalankan oleh Relawan Tzu Chi ini sama. “Bila kita melihat surat Al Fatihah dan kita telaah lebih mendalam, adalah mengajarkan cinta kasih dan kasih saying,” tegasnya.

Lebih lanjut KH M Choirul Anam MZD juga berharap musala ini selain menjadi tempat ibadah, juga bisa menjadi tempat bermusyawarah bagi warga, tempat mendalami agama, dan sebagai tempat untuk bersilaturahmi antar warga.

Pada hari peresmian musala, relawan Tzu Chi ingin menambah kebahagiaan warga dengan membagikan 76 paket Lebaran kepada warga sekitar Musala Riadussalam. Paket ini berisi 5 kilogram beras, satu dus mi instan DAAI (isi 40 bungkus), dan dua liter minyak goreng. Secara simbolis lima warga manula menerima paket Lebaran ini.

Warga sangat gembira menerima paket sembako ini. ”Sangat senang kan sebentar lagi Idul Fitri, yahhh Alhamdulillah jadi ringan untuk lebaran besok,” ujar Entin, salah seorang warga.

Desa Terpencil di Perbukitan

Pembangunan Musala Riadussalam di Desa Cilangari menorah kisah tersendiri bagi relawan Tzu Chi. Perjalanan relawan Tzu Chi menuju desa terpencil berbukit di wilayah Kabupaten Bandung Barat ini membutuhkan perjuangan. Sepanjang perjalanan segerombol pohon sereh wangi dan kebun teh membentuk vegetasi vertikal di beberapa titik penjuru.

Namun, medan yang berat diimbangi oleh keindahan lansekap yang memukau mata dan menyentuh kalbu. Latar pemandangan alam ditingkahi gerak kerbau jawa mengunyah rumput, ataupun melenguh malas saat digembalakan di atas hamparan rumput hijau.

Dari kota Cianjur ke Sukanegara menempuh jarak 47.3 km, butuh waktu dua jam. Satu jam di antaranya habis untuk melintasi pemukiman dan pasar, setelah itu melintasi hutan rapat dengan jalan berbukit. Dari Sukanegara ini maka hanya tersisa 20 kilometer menuju Kampung Sindangsari, Desa Cilangari. Jalan sempit itu rusak parah penuh lubang dengan diameter dan kedalaman beragam. Jika hujan turun lubang akan tertutup air, sehingga tidak akan terlihat, terutama pada malam hari. Kondisi jalan seperti ini tentu membahayakan pengendara yang melintas, terlebih sepanjang jalan tersebut merupakan rawan longsor, karena posisinya berada di kawasan perbukitan.

Pilihan transportasi umum untuk mencapai Desa Cilangari sangatlah jarang, hanya ada minibus dengan dua kali pemberangkatan dalam sehari, pagi dan siang hari. Minibus satu-satunya moda transportasi publik bertarif Rp. 25.000 ini sangat diandalkan warga untuk mendekatkan mereka dengan pusat kemasyarakatan di Kota Cianjur.  

Jodoh Tzu Chi Indonesia dengan warga Gununghalu Bandung Barat yang terpencil ini tidak lepas berkat kerja sama yang baik dengan prajurit TNI dari KODIM 0609 Gununghalu Bandung. Prajurit TNI selalu mendampingi relawan Tzu Chi ketika survei dan memberi masukan tentang wilayah-wilayah di Gunung Halu yang membutuhkan perhatian.

Bukan kali ini saja Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia membantu pembangunan maupun renovasi masjid maupun musala. Di Jakarta, Tzu Chi membantu renovasi Masjid Jami Al Ikhlas di Muara Baru, Jakarta Utara dan Masjid Jami Annaniyah di Tegal Alur, Jakarta Barat. Tzu Chi juga membangun gedung sekolah di Pondok Pesantren Nurul Iman, Parung, Bogor, Jawa Barat. Di Aceh, Tzu Chi membangun tiga masjid di dalam Kompleks Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Panteriek, Neuheun, dan Meulaboh. Sementara di Medan, Sumatera Utara, Tzu Chi membantu pembangunan Masjid Al Hasanah.

Sarana Pendidikan Anak


Selain merenovasi Musala Riadussalam, relawan Tzu Chi juga membantu memperbaiki halaman gedung sekolah Madrasah Ibtidaiyah (MI) Muslim, Kampung Sindangsari, Desa Cilangari.

Dunia pendidikan semestinya adalah dunia yang wajib dicicipi oleh anak-anak. Dunia ini pun harus dilengkapi prasarana yang aman dan nyaman. Dalam hal ini, sebagian anak di desa pedalaman seperti di Kecamatan Gununghalu Kabupaten Bandung Barat ini, tidak memperoleh hak mereka seutuhnya akibat kemiskinan. Sarana dan prasarana pendidikan, kesehatan, perumahan, dan lingkungan mereka serba terbatas atau tidak layak sama sekali.

Saat melakukan survei ke rumah warga dan Musala Riadussalam, gedung sekolah Madrasah Ibtidaiyah (MI) Muslimin Kampung Sindangsari Desa Cilangari juga mendapat perhatian relawan Tzu Chi. Pada halaman sekolah, ada lapangan dari tanah merah yang terbentang. Jika hujan murid-murid tidak dapat bermain di halaman karena becek.

Selain itu, sebuah sudut belakang bangunan berdiri di batas tanah yang tidak rata dan beresiko longsor. Relawan Tzu Chi sepakat akan membantu melapisi halaman sekolah dengan paving block agar tetap menyerap air. Di samping itu, untuk mencegah terjadinya longsor di sudut belakang sekolah, relawan Tzu Chi sepakat membronjong (batu kali disusun bertumpuk menggunakan kawat jaring) bidang tanah yang beresiko longsor sehingga murid-murid dapat belajar dengan aman.

Renovasi gedung Madrasah Ibtidaiyah (MI) Muslimin dilakukan bersamaan dengan pembangunan Musala Riadussalam. Di Sabtu pagi pertengahan Mei itu keadaan halaman sekolah sangat becek setelah semalam hujan turun cukup deras. Beberapa murid sedang membersihkan teras kelas dan yang lainnya sedang belajar di kelasnya masing-masing. Beberapa murid membersihkan plafon kelas yang dijadikan tempat sarang oleh laba-laba. Mereka serentak bergotong royong membersihkan gedung sekolah, karena pada hari Seninnya mereka melaksanakan ujian nasional.

Tepat pada sore itu pula relawan Tzu Chi mendatangi gedung sekolah Madrasah Ibtidaiyah Muslimin. Di halaman sekolah relawan Tzu Chi bergotong royong memindahkan paving block ke sisi lapangan. Di sudut lapangan beberapa relawan asik berdiskusi menentukan beberapa motif pemasangan paving block. Bahan material seperti paving block dan batu kali serta pasir dan semen sudah ada di lapangan gedung sekolah, sementara beberapa seniman bangunan sedang membangun bronjong di sudut belakang gedung sekolah. 

Pengerjaan paving block dan bronjong selesai dalam waktu singkat –sekitaran satu bulan. Kesulitan utama justru saat mendatangkan material bangunan ke Desa Cilangari yang terpencil, karena jarak dan kondisi jalan yang tidak memadai. Upaya dari semua orang membuat proses bantuan ke Madrasah Ibtidaiyah Muslimin dan Musala Riadussalam dapat selesai sesuai rencana. Bantuan dalam waktu singkat ini secara jangka panjang akan memberikan ketenteraman batin dan menanam benih kebahagiaan bagi warga di balik perbukitan yang sederhana namun penuh kedamaian.

Foto dan teks oleh Anand Yahya

Menyayangi dan melindungi benda di sekitar kita, berarti menghargai berkah dan mengenal rasa puas.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -