Setangkup Asa Pasca Dua Tahun Gempa


Rumah menjadi salah satu faktor utama yang dinanti warga korban gempa, tsunami, dan likuefaksi di Palu, Sigi, dan Donggala, Sulawesi Tengah. Setelah dua tahun lebih tinggal di hunian sementara (Huntara), Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Tadulako, Palu dan Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Pombewe, Sigi, Sulawesi Tengah menjadi penyemangat warga dalam memulihkan kehidupannya.

*****

Sore itu, relawan Tzu Chi berkeliling ke Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Tadulako, Palu seusai melakukan verifikasi Tahap 3 di bulan Oktober 2020. Ada satu rumah yang menarik perhatian relawan. Rumah yang berada di Blok X 3 itu terlihat rapi dan bersih. Halaman depannya pun bertabur berbagai tanaman hias yang subur dan indah.

“Mari mampir, Bu…, kapan tiba di Palu,” sapa Dr. Hasan, sang pemilik rumah menyambut hangat kedatangan relawan Tzu Chi. Aparatul Sipil Negara (ASN) di Kota Palu ini merasa berbahagia dengan kedatangan relawan Tzu Chi.

“Kami sudah dua hari di sini, sedang verifikasi tahap ketiga,” jelas Puspa, relawan Tzu Chi.

“Bagaimana, Pak, tinggal di rumah barunya, senang ya?” tanya relawan lainnya.

“Alhamdulillah senang, Bu. Ini kan pemberian orang jadi patut kita syukuri dan kita jaga rumah ini,” jelas Dr. Hasan.

Dr. Hasan bersama ratusan penyintas lainnya mulai menempati rumah di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Tadulako yang dibangun oleh Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia dengan didukung oleh Sinar Mas (Eka Tjipta Foundation), Indofood, dan para donatur lainnya. Dr. Hasan sudah hampir 4 bulan, tepatnya di bulan Agustus 2020 menempati rumah ini.


Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Tadulako terdiri dari 1.500 unit rumah, didukung infrastruktur serta sarana dan prasarana yang baik dan lengkap. Perumahan ini dibangun Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia dengan didukung oleh Sinar Mas, Indofood dan para donatur lainnya.

Sejauh mata memandang, geliat roda kehidupan warga di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Tadulako terasa sudah bangkit. Warga terlihat sudah kembali bekerja seperti biasa, membuka usaha warung-warung kecil atau depo-depo air mineral isi ulang. Sebuah cerminan jika kehidupan ekonomi warga yang terdampak bencana 2 tahun lalu ini sudah mulai bangkit.

Sebelum menempati rumah di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Tadulako, Dr. Hasan tinggal di Huntara Batu Bata Indah di Petobo yang disediakan Kementerian PUPR. Keluarga ini terpaksa mengungsi karena menjadi korban likuefaksi di Petobo.

Doktor Hasan dan keluarga sudah merasa nyaman tinggal di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi, namun ia harus beradaptasi lagi dengan lingkungan barunya. Karena pepohonan di lingkungan perumahan masih belum tinggi, udara di siang hari cukup menyengat. Sebaliknya, jika malam hari udara sangat sangat dingin karena lokasi perumahan yang berada di perbukitan. Meski air bersih belum tersedia secara sempurna, tapi Hasan merasa kondisi rumah yang diberikan oleh Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia sudah sangat bagus, terlebih juga dilengkapi dengan 1 set ranjang susun, 1 set springbed ukuran queen, dan 1 set meja makan, dan perlengkapan kamar mandi. “Sudah lebih dari cukup, sangat rapi, dan infrastrukturnya juga sangat baik,” kata Hasan memuji. Begitupun Pemerintah Kota Palu juga telah membuat akses jalan paving block, listrik, dan yang saat ini masih dilaksanakan pengerjaannya oleh Pemkot Palu adalah pengadaan air bersih.

Penantian yang Berujung Bahagia

Nyoman Sutrisno ketika mengunjungi rumahnya di Petobo Permai yang hancur akibat gempa dan likuefaksi.

Pagi itu, Nyoman Sutrisno bangun lebih awal. Pukul 5 pagi WITA, ia sudah bergegas mandi, mengenakan seragam dinasnya dan makan pagi. Setengah jam kemudian, “ritual” rutinitas harian pria berusia 39 tahun ini pun tuntas. Ia harus berangkat lebih awal karena harus mengawal dan mengikuti proses pemberian bantuan sembako bagi warga korban terdampak Covid-19 di Palu, Sulawesi Tengah. Bersama aparat TNI, BPBD, dan Pemkot Palu, sembako dibagikan kepada mereka yang kurang mampu dan terdampak wabah Covid-19 pada awal hingga pertengahan September 2020.

Dengan sepeda motor, pria keturunan Bali kelahiran Luwuk, Sulawesi Selatan ini kemudian berangkat menuju kantornya, Polsek Palu Selatan di wilayah Polres Palu, Sulawesi Tengah. Butuh waktu perjalanan sekitar 30 menit menuju kantor dari rumahnya di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Tadulako, Palu, Sulawesi Tengah. Rumah ini baru ditempatinya sebulan lalu (5 Agustus 2020) setelah hampir dua tahun Nyoman dan keluarga tinggal di Huntara (Hunian Sementara) di daerah Kecamatan Petobo, Palu. Di Petobo pula, rumah Nyoman yang dibangun sejak awal menikah kemudian “lenyap” ditelan gempa yang disusul likuefaksi. Wilayah itu kini ditetapkan menjadi zona merah yang tidak boleh lagi dibangun oleh pemerintah.

Rumah Nyoman berada di Blok C No. 2, berada tepat di sisi jalan utama. Pagar kayu sederhana mengelilingi rumahnya, terlihat “cantik” dan selaras dengan tanaman bunga warna-warni yang ditanam Nyoman bersama istri, Wayan Adyani dan anaknya, Surya Adi Daryatta. “Seperti janji saya, rumah ini akan saya jaga dan rawat sebaik mungkin,” ungkap Nyoman.

Warga yang menerima kunci rumah seperti Nyoman adalah mereka yang telah melalui proses verifikasi dan pengundian nomor rumah. Selain rumah, warga juga mendapatkan tempat tidur dan meja makan. “Terima kasih sekali, tidak menyangka ternyata juga dapat tempat tidur dan meja makan. Sangat bersyukur dan bahagia akhirnya bisa memiliki hunian yang layak dan bersih,” ungkap Nyoman. Satu hal yang membahagiakan Nyoman adalah perasaan nyaman dan tenteram tinggal di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Tadulako ini karena warganya saling support satu sama lain. “Mungkin karena kami merasa senasib ya..,” terangnya.

Seperti bumi dan langit Nyoman mengibaratkan kondisinya saat ini dan ketika tinggal di pengungsian. “Kalau di pengungsian kekurangan air bersih, MCK terbatas, dan fasilitas sekolah yang jauh. Belum lagi kalau hujan (tenda) kami kebanjiran,” terang Nyoman. Dengan kondisi ini kemudian Nyoman bersama istri dan anaknya memilih untuk tinggal menumpang di rumah orang tua Wayan di Kota Palu. “Karena istri juga sudah harus mulai usaha lagi, menjahit gorden,” kata Nyoman. Tak ingin larut dalam kesedihan, keluarga Nyoman memang memilih untuk segera bangkit. Beruntung sebagai anggota kepolisian ia bisa langsung bekerja, dan sang istri juga kembali melanjutkan usahanya.

Rasa Syukur yang Teramat Dalam


Sejak bulan Agustus 2020, keluarga Nyoman mulai menempati Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Tadulako, Palu, Sulteng. Dua tahun menunggu, penantian ini berujung kebahagiaan.

Perjalanan Nyoman memperoleh rumah memang cukup panjang dan berliku, meski begitu ia tetap sabar menunggu. Di tengah kesimpang-siuran informasi mengenai nasib para korban gempa, tsunami dan likuefaksi seperti dirinya, pada tanggal 8 November 2019, ayah satu anak ini menemukan harapan. Tak ada kata yang tepat dan mampu mewakili perasaan hati Nyoman Sutrisno ketika itu melainkan rasa syukur yang teramat dalam. Melalui proses assessment dan verifikasi dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Palu dan Tzu Chi Indonesia, ia dinyatakan berhak mendapatkan bantuan rumah Tzu Chi di Tadulako Palu.

Nyoman Sutrisno merupakan anggota Kepolisian Sektor (Polsek) Palu Selatan sejak tahun 2015. Nyoman telah tinggal di Palu sejak tahun 2002, ia lalu membeli rumah di Petobo Permai pada tahun 2009, yang setahun kemudian rumah itu ia tempati bersama istri, anak, dan ibunya. Dahsyatnya bencana gempa dan likuefaksi yang meluluhlantakan Palu pada September 2018 lalu, turut menghancurkan rumah Nyoman. Dibandingkan dengan rumahrumah warga yang lain yang bergeser maupun tenggalam dan bahkan tak bisa ditemukan keberadaannya, rumah Nyoman masih berdiri di tempatnya. Namun rumah Nyoman tertimbun lumpur, atap rumah juga sudah tak berbentuk lagi.

Saat kejadian ia tengah berada di kamar mandi. “Saya dan anak saya mandi, jadi kami lari hanya pakai handuk saja,” katanya.

Bersyukur, tak lama setelah gempa itu, Nyoman beserta istri, anak dan ibunya dapat segera lari keluar dari rumah, tanpa alas kaki.

gera lari keluar dari rumah, tanpa alas kaki. “Kan tiga rumah saja di Blok A, rumah paling ujung. Pas saya bisa keluar ke jalan, saya lihat rumah para tetanga sudah jalan. Rumah, diikuti sama mobil, pohon-pohon, jadi kami lari saja ke bawah ke arah masjid. Tiga rumah dari masjid lumpurnya berhenti. Ketemu sama tetangga, Pak Pendi sempat dikasih minta celana satu,” kata Nyoman mengenang.

“Malam itu kami bertahan di masjid, sekitar jam 10 ada tetangga saya naik motor, namanya Pak Oje Janggola atau yang biasa dipanggil Bapak Tiara. ‘Bapak Tiara lewat di mana kok bisa masuk di BTN ini? Bisa, Pak, lewat Rajalemba.’ Cuma banjir waktu itu di pertigaan Rajalemba. Ya sudah saya pinjamlah motornya, motor Mio waktu itu kita naiki berempat. Kalau mau diulang susah naik motor berempat di motor, ha …ha …ha…,” kenangnya.

Sejak bulan Desember 2018, Nyoman dan keluarganya tinggal di Huntara (hunian sementara) Banua Petobo. Namun karena istri memiliki usaha menjahit, dan sulit dilakukan di Huntara, mereka pun menumpang di rumah mertuanya di Jalan Ramba.

Mendapatkan informasi tentang adanya verifikasi calon penerima bantuan rumah Tzu Chi dari grup whatsapp warga Petobo RT 1 RW 9, Nyoman pun mengikuti verifikasi pada 28 Agustus 2019.

“Kami berterima kasih atas bantuan dari yayasan (Tzu Chi) ini, relawannya semua juga melayani kami dengan baik, mulai dari pendataan, verifikasi, dan lainnya. Kami berharap bisa mendapatkan Huntap di Tondo,” harap Nyoman saat ditemui Tim Redaksi Tzu Chi Indonesia pada 21 November 2019 lalu. Dan harapan itu terwujud.

“Kan kami diberi tiga pilihan (dalam formulir BPBD Palu), yakni Tondo, Talise, Duyu. Dari awal memang saya pilih yang Tondo. Ke depan kalau saya panjang umur, melihat anak kuliah, dekat,” kata Nyoman merujuk pada Universitas Tadulako yang berada tak jauh dari Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Tadulako. Dan pilihan Nyoman dirasakan tepat. Kini ia dan keluarga bisa hidup lebih aman, nyaman dan tenang dalam bekerja untuk bisa menata kehidupan yang baru.

Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Tadulako, Palu ini juga dilengkapi dengan fasilitas umum seperti balai warga, ruang terbuka hijau, dan sekolah. Meski belum semuanya tersedia secara sempurna, namun Nyoman tetap mensyukurinya. “Kami sangat berterima kasih kepada para relawan Tzu Chi, karena kami bisa kembali menata kehidupan baru dengan lebih baik. Kebaikan dan cinta kasih yang universal ini, tanpa memandang suku, ras, maupun agama, membuat hati saya sangat tersentuh untuk juga bisa membantu sesama semampu dan sebisa saya,” ungkap Nyoman.

“Impian Kami Akhirnya Terwujud”


Proses verifikasi dimulai dari validasi data, wawancara, dan pengundian nomor rumah untuk menempati Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi di Tadulako, Palu dan Pombewe, Sigi.

Yusuf adalah salah satu warga lainnya yang menerima Huntap di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Tadulako. Pria berusia 40 tahun ini tampak begitu semangat membersihkan rumah barunya yang berada di Blok P. “Haru rasanya di rumah baru ini. Banyak ucapan syukur yang ingin saya utarakan. Akhirnya setelah hampir dua tahun, saya dan anakanak mempunyai rumah lagi,” ujarnya. Gempa bumi, tsunami, dan likuefaksi di Kota Palu pada 28 September 2018 lalu membuat Yusuf dan keluarganya harus kehilangan rumah di Perumnas Balaroa. “Rumah kami terkena likuefaksi, pusaran tanah itu mengadukngaduk rumah kami dan tak ada yang bisa diselamatkan kecuali diri ini,” tambahnya. Beruntung, Yusuf dan istri beserta 2 anak semuanya selamat. “Rasa trauma itu masih sangat jelas di ingatan saya, jika saja anakanak waktu itu tak lari mungkin mereka menjadi korban juga, entah bagaimana perasaan saya jika itu terjadi,” tutur Yusuf.

Setelah kejadian itu, Yusuf dan keluarga mengungsi di Hunian Sementara (Huntara) Balaroa. Kehidupan di Huntara tidaklah lebih baik. Apalagi setelah bencana itu Yusuf sempat mengganggur lama sebelum bisa berdagang kembali. “Akhirnya titik jelas saya dapatkan. Ada pendataan dari Tzu Chi yang memberikan bantuan rumah dan saya salah satu orang beruntung mendapatkan bantuan hunian tetap ini,” kata Yusuf. Air mata pun menggenang di pelupuk matanya. “Dan fasilitas di rumah ini sudah sangat cukup untuk kami,” sambung Yusuf bahagia.

Bangkit dengan Banyak Memberi


Proses verifikasi yang dilakukan oleh relawan Tzu Chi di tengah masa pandemi Covid-19 ini dilakukan dengan menerapkan aturan protokol kesehatan yang ketat.

Rasa syukur dan bahagia juga menghinggapi Suudia Ramli, warga Palu yang kini tengah membangun kembali usahanya pascamusibah gempa dua tahun silam. Sebuah rumah di Blok Y 18 Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi kini resmi menjadi miliknya. “Syukur alhamdulillah, (rumah ini) sangatlah bagus dan lengkap. Pemandangannya juga indah. Kami sangat berterima kasih dan bersyukur,” kata Diah, panggilan akrabnya.

Sama seperti warga korban korban gempa, tsunami, dan likuefaksi lainnya, Suudia juga kehilangan rumah dan harta bendanya. Bahkan orang-orang tercintanya, suaminya, Muhammad Ilham (45) dan anak bungsunya, Zalikah Azzah Qaziah (7). Rumahnya hancur dan bergeser hingga 800 meter. Diah selamat bersama anak sulungnya karena mereka tengah dalam perjalanan untuk menuju lokasi Festival Palu Nomoni. Meski sempat down dan kehilangan, Suudia kemudian bangkit dan sedikit-sedikit mulai kembali membuat kue, keahliannya yang sejak dulu menjadi sumber penghidupannya. “Jualan kue dan makanan, sedikit-sedikit yang penting ada,” ungkapnya

Diah, panggilan akrabnya bahkan sudah beberapa kali membantu kegiatan relawan Tzu Chi di Palu. Seperti pada verifikasi warga calon penerima bantuan Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Palu yang kedua pada 10 November 2020, Diah ikut membantu relawan di Aula Baruga, Taman Vatulemo, Palu untuk membantu relawan Tzu Chi menyukseskan verifikasi ini.

Hari itu, Diah mendapat tugas membagikan makanan ringan kepada warga yang menunggu giliran diverifikasi oleh relawan. Dengan sedikit briefing saja, Diah menjalankan tugasnya dengan baik. “Saya memang sudah tertarik dengan Tzu Chi. Awalnya bincangbincang dengan ibu Ng Siu Tju, kayak langsung bersahabat saya. Terlebih, Tzu Chi membantu warga Palu tanpa melihat ras, suku atau golongan,” katanya.


Suudia Ramli, salah satu penerima bantuan rumah Tzu Chi di Tadulako juga ikut berpartisipasi menjadi relawan dalam proses verifikasi ke-2 di Taman Vatulemo, Kota Palu. Kehadiran relawan Tzu Chi bukan hanya memberi bantuan, namun juga menginspirasi masyarakat untuk turut berbuat kebajikan.

Kini dua tahun berlalu, Diah menjadi pribadi yang makin kuat. Ia juga makin terinspirasi dengan almarhum suaminya yang sewaktu hidup sangat baik kepada semua orang. Kini waktu, tenaga, dan uang yang ia punya, ia curahkan untuk membantu dan memberi kepada orang lain yang membutuhkan pertolongan.

Diah juga telah bangkit kembali dengan mendirikan Zaza Cake and Cookies, yang juga telah membuka lapangan pekerjaan bagi lingkungan sekitarnya. Tujuh karyawannya ia perlakukan dengan sangat baik bak anak sendiri. “Musibah Likuefaksi ini telah mengubah saya menjadi seorang relawan, tapi dengan cara saya sendiri. Yaitu bagaimana saya bermanfaat bagi orang lain,” tegasnya, “saya senangnya Tzu Chi tidak melihat ras, suku, maupun agama. Memang kita berbeda, tapi kita punya tujuan yang sama, bermanfaat bagi orang banyak,” tutur Diah.

Kehadiran Tzu Chi yang membantu warga Palu, termasuk dirinya membuat Suudia semakin yakin bahwa hidup harus tolong menolong, tanpa memandang suku, agama, ras, maupun golongan. “Karena kehadiran Tzu Chi yang membantu kami hingga bisa kembali memiliki tempat tinggal yang layak dengan fasilitas yang bagus dan lengkap. Kami sangat berterima kasih atas kehadiran Tzu Chi di Kota Palu, yang telah meringankan beban berat kami, menyediakan tempat tinggal yang sangat layak. Relawan Tzu Chi juga baik dan ramah, semoga relawan Tzu Chi diluaskan rezekinya dunia dan akhirat,” ucapnya sambil berdoa.

Penulis: Tim Redaksi, Fotografer: Anand Yahya

Menyayangi dan melindungi benda di sekitar kita, berarti menghargai berkah dan mengenal rasa puas.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -