Fonny Tjung
Jalinan Jodoh yang Baik, Indah, dan Mendalam

Awal mula mengenal Tzu Chi adalah pada tahun 1997, saat melewati Kantor Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia di lantai 6 gedung ITC Mangga Dua, Jakarta (kantor Tzu Chi saat itu –red). Ketika melintas, entah mengapa kata Tzu Chi ini terpatri sangat kuat di dalam hati. Saat itu saya mengira tempat tersebut adalah tempat pengobatan. Beberapa waktu kemudian saya mendengar kembali kata Tzu Chi ketika diajak untuk berdonasi di acara peletakan batu pertama pembangunan Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi di Cengkareng, Jakarta Barat. Saya pun saat itu ikut berdonasi, tetapi belum menjadi donatur tetap. Jalinan jodoh saya berikutnya adalah pada 2007, saya diinfokan oleh saudara saya tentang stasiun TV baru yang bernama DAAI TV Indonesia. Dari DAAI TV, barulah saya lebih memahami bahwa Tzu Chi bergerak di kegiatan sosial. Namun saat itu dalam hati masih berpikir, setelah nanti sudah tua saja dan punya waktu senggang barulah saya menjadi relawan dan membantu orang lain.

Lalu suatu hari, ketika membaca kata perenungan Master Cheng Yen di DAAI TV mengenai dua hal yang tidak bisa ditunda: berbakti pada orang tua dan berbuat kebajikan, barulah saya sadar bahwa berbuat kebajikan tidak bisa menunggu hari tua. Lalu saya sempat berikrar dalam hati, asalkan ada waktu untuk berbuat kebajikan akan segera saya lakukan. Tiba-tiba, tepatnya 27 April 2008,  Lim Ai Ru, relawan Tzu Chi menelepon saya jika Tzu Chi akan membagikan kupon beras cinta kasih, dan saya pun langsung ikut serta. Saat itu saya merasa senang telah berkegiatan Tzu Chi, karena apa yang dilakukan oleh Tzu Chi sangat membantu masyarakat.

Saat bergabung ke Tzu Chi, saya juga belajar menggalang hati dan mencari donatur. Saya awalnya masih ragu, tetapi akhirnya saya jalani karena saya akan lebih menyesal jika di kemudian hari menunda-nunda menjalankannya. Setelah melakukannya ternyata saya paham memang di belakang kita, banyak kondisi jalinan jodoh yang menunggu untuk diproses. Banyak sekali kebetulan yang saya temui. Pernah ketika saya pergi keluar negeri, saya berkenalan dengan seseorang yang kemudian menyatakan ingin menjadi relawan Tzu Chi, dan meminta saya untuk menghubunginya saat kembali di Jakarta.

Sesungguhnya di Tzu Chi, saya merasa punya tanggung jawab terhadap donatur dan relawan. Dalam hal ini, bukan hanya menggalang hati mereka ke Tzu Chi, tetapi juga harus sepenuh hati menjaga mereka. Di sinilah kita belajar welas asih, cinta kasih universal yang setara dan seimbang dalam segala hal.

Datang ke Tzu Chi, dengan mengikuti berbagai kegiatan membuat saya banyak belajar. Belajar bersumbangsih pada saat dibutuhkan, belajar memberi bila diminta, dan belajar mengisi gelas kehidupan kita. Inilah arti dari memberi makna dalam hidup ini. Master Cheng Yen pernah berkata, “Ketika kita belajar memberi, sesungguhnya kita sendirilah yang menerima dan memperoleh lebih banyak.” Dalam kehidupan ini, bisa menjadi murid Master Cheng Yen merupakan berkah yang luar biasa, menemukan guru yang agung dan bijaksana. Sungguh perkataan Master Cheng Yen merupakan tuntunan di dalam kehidupan yang perlu kita jalani setiap hari, dan perlu kita terapkan di setiap langkah kehidupan, agar tidak ada rasa penyesalan di kemudian hari.

Berani Menggenggam Tanggung Jawab

Sejak bergabung di Tzu Chi saya merasa setiap tanggung jawab yang diberikan merupakan berkah, terutama jika berani mengemban dan menjalankannya dengan sepenuh hati. Saya tidak pernah khawatir menemui kendala saat menjalankannya karena saya selalu menemukan solusinya dari kata-kata perenungan Master Cheng Yen yang membuat pikiran dan hati saya menjadi lebih terbuka. Saya juga tidak takut untuk berikrar, karena berikrar ini termasuk cara kita menguatkan tekad dan mendoakan diri sendiri.

Sebelum bergabung ke Tzu Chi saya selalu merasa drama DAAI TV terlalu dibuat-buat, terlalu lemah lembut. Ternyata setelah dipikir kembali dan menjalaninya, pelatihan diri di Tzu Chi yang sebenarnya memang harus belajar seperti itu: bersikap lemah lembut, bertutur kata baik, dan berwelas asih. Jika kita dapat melakukannya maka kita akan merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya.

Saat ini saya menggenggam tanggung jawab sebagai Ketua Hu Ai Pluit, dan saya merasa bersyukur dan beruntung karena dikelilingi oleh orang-orang yang penuh cinta kasih dan selalu siap membantu saya menjalankan tugas kemanusiaan ini. Semoga saya bisa terus membantu Master Cheng Yen menebarkan cinta kasih di dunia dan bersumbangsih di jalan Bodhisatwa.

Memiliki sepasang tangan yang sehat, tetapi tidak mau berusaha, sama saja seperti orang yang tidak memiliki tangan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -