Ricky Budiman: Relawan Tzu Chi Jakarta
Menerapkan 20 Kata Penuh Makna


Bagi Ricky, bisa menjadi orang yang diberi kepercayaan untuk bertanggung jawab tidaklah mudah. Sehingga ketika sudah mendapatkan tanggung jawab, ia harus menjalankannya dengan kesungguhan.

*****

Masih segar dalam ingatan ketika saat itu 2 Maret 2020, Presiden Joko Widodo mengumumkan virus Corona telah menjangkiti Warga Negara Indonesia. Ada dua orang yang dinyatakan positif virus tersebut yakni, seorang ibu dan anaknya.

Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia mulai menyiapkan diri dengan berbagai kemungkinan, begitu pula dengan relawannya. Seperti diketahui, virus Corona berdampak bukan hanya pada kesehatan, namun juga sektor ekonomi. Maka dari itu, yayasan tetap membuka diri untuk menyalurkan berbagai bantuan untuk mendukung masyarakat melewati pandemi.

Ricky Budiman, salah satu relawan yang menjadi koordinator pembagian bantuan di masa pandemi merasa prihatin sehingga di saat orang lain diimbau untuk di rumah saja, dalam dua atau tiga bulan, hampir setiap hari ia keluar rumah untuk membagikan bantuan.

“Ya ada takutnya, tapi jalankan protokol kesehatan. Selama kita masih ikut protokol kesehatan, kita jaga diri sendiri, segala sesuatu bisa dihindari,” kata Ricky, panggilan karibnya

Bukan hanya rasa keprihatinan yang melandasi keberanian Ricky terjun langsung ke lapangan bersama relawan lainnya. Satu hal yang ia pegang kuat, yakni rasa bertanggung jawab. Bagi Ricky, bisa menjadi orang yang diberi kepercayaan untuk bertanggung jawab tidaklah mudah. Sehingga ketika sudah mendapatkan tanggung jawab, ia harus menjalankannya dengan kesungguhan.

“Selama masih mampu dan bisa berbuat ya lakukan saja. Jadi kalau sudah ambil tanggung jawab, ya harus bertanggung jawab. Jangan hanya menyanggupi, tapi tidak berbuat,” ujarnya tegas.

Sepertinya ketegasan tersebut yang membuat Ricky dipercaya dengan berbagai tanggung jawab dalam komunitas relawan. Ia kerap kali ditunjuk sebagai koordinator untuk menjalankan kegiatan.

Sosok Pemimpin yang Tegas


Berawal dari kesibukan sang istri dalam menjalani kegiatan kerelawanan, Ricky Budiman perlahan ikut mengenal Tzu Chi yang mulai terjun di dalamnya. Dari satu kegiatan ke kegiatan lainnya, dirinya seperti ditempa menjadi pribadi yang semakin baik.

Seiring dengan ketegasannya, Ricky pada dasarnya adalah sosok lembut yang gemar melayani pasien atau penerima bantuan. Namun hal itu tidak datang begitu saja, melainkan setelah melalui proses yang panjang.

“Saya pikir, ya kita dulu belum kenal Tzu Chi ya keras. Kalau nggak bisa, ya nggak bisa. Kepribadiaan saya kuat, tipenya keras, galak, pemimpin begitu. Jadi ketika saya masuk kantor, mana ada yang berani. Dulu kayak diktator,” akunya.

Bukan hanya di kantor, di rumah pun Ricky terkenal keras, galak. Enam anak sekaligus istrinya setuju dengan hal itu. Ricky menyadari bahwa ia memang tidak terlalu sabar. Kebiasaan itu terbawa dari kerasnya ia belajar berbisnis dari para pengusaha sukses untuk menghidupi keluarga.

20 Kata Melembutkan Hati

Ricky Budiman menjadi relawan Tzu Chi tahun 2011. Dua tahun setelah istrinya, Suryawati Japarto lebih dulu berkecimpung dalam dunia kerelawanan. Pada awalnya, relawan berusia 65 tahun ini menolak mengenakan seragam Tzu Chi. Ia berdalih belum mengenal organisasi internasional ini sepenuhnya. Hal itu pun melatarbelakanginya untuk berkunjung ke Griya Jing Si, Taiwan secara pribadi.

“Saya dulu ikut banyak kegiatan sosial. Ada di gereja atau di tempat lain. Tentu ada plus minusnya. Saya pengen tahu, Tzu Chi kan bilang lintas agama, sampai batas mana sih lintas agamanya? Karena saya ke Tzu Chi kan bukan untuk belajar agama. Saya mau belajar menyalurkan cinta kasih,” katanya.

Di Taiwan Ricky melihat sendiri relawan dari berbagai belahan dunia datang berkunjung. Dan kali itu adalah satu kesempatan baginya untuk berdiskusi dengan seorang bhiksuni (shifu). “Menanggapi saya, Shifu bercerita kalau di Griya Jing Si juga banyak umat Muslim datang. Beliau juga berpesan, ‘Yang penting kamu yakin dengan agamamu’,” Ricky mengangguk setuju.

Lebih dari itu, Ricky mendapatkan 20 kata yang akhirnya menjadi pegangan hidupnya: Fu chu wu suo qiu (bersumbangsih tanpa pamrih), gan en, zun zhong, ai (bersyukur, menghormati, cinta kasih), xin kuan, nian chun (hati lapang, berpikiran murni), bu ji jiao, bu bi jiao (tidak perhitungan, tidak membandingkan).

“Dua puluh kata itu artinya sangat luas sekali, sangat dalam, dan membuat saya mantap dengan yayasan ini. Akhirnya saya ikut Kamp Pengusaha dan mulai masuk Tzu Chi,” tuturnya lembut. “Saya pun akhirnya menerapkan katakata itu di kehidupan rumah tangga maupun di kantor. Jadi jangan karyawan itu takut sama saya. Takut kan, kerja juga berdasarkan perintah padahal belum tentu saya benar. Jadi saya ajak mereka berdiskusi sehingga mereka juga memberikan yang terbaik. Kalau sekarang banyak karyawan yang bilang, ‘Bapak berubah banyak sekali’,” lanjut Ricky senang.

Seorang Pembelajar

Ricky adalah tipe pembelajar. Dia mau belajar ini itu untuk mendukungnya berkegiatan Tzu Chi. Baginya, tidak ada tanggung jawab yang memberikan beban apabila dikerjakan dengan sungguh-sungguh dan sesuai tujuan. Menurutnya pula, setiap orang bisa memegang tanggung jawab, asal ada kemauan. Seperti ketika terjadi banjir bandang di Manado 2014 lalu, saat ia pertama kali menerima tanggung jawab sebagai koordinator baksos. Padahal sebelumnya ia hanya memegang tanggungjawab satu bidang saja. Dukungan dari relawan lain juga menguatkan Ricky.

“Saya sudah sering lihat (proses) sebelumnya gimana, jadi sebenarnya saya sambil belajar juga. Harus step mana dulu, harus berhubungan dengan rumah sakit, dokter, pemerintah daerah, relawan, jadi bagaimana mencari pasien. Dari A – Z harus kita kuasain. Kalau tidak tahu, turun langsung cari tahu sebabnya apa, alasannya apa, jadi kita tahu seluk beluknya,” jelas Ricky menjabarkan.

Sejak saat itu, Ricky ditunjuk sebagai koordinator bedah mayor (meliputi hernia, bibir sumbing) dalam baksos kesehatan berskala besar.

Pesan yang Menghangatkan


Menjadi penanggung jawab dalam berbagai kegiatan kerelawanan, Ricky Budiman memegang prinsip bahwa tak ada tanggung jawab yang memberikan beban apabila dijalankan dengan sungguh-sungguh dan sesuai tujuan. Prinsip itu ia harapkan bisa dipegang pula oleh relawan lainnya.

Berkegiatan di Tzu Chi pun membuat Ricky semakin terbuka. Ia melayani pasien ke berbagai lokasi baksos, juga membagi bantuan ke berbagai lokasi bencana. Berbagai tanggung jawab dan ladang berkah telah ia jalani.

Seperti 20 kata yang dipesankan oleh shifu, Ricky mencoba mengaplikasikannya dalam berbagai kegiatan kerelawanan. Namun dari semua itu, dia paling menyukai kegiatan dalam misi kesehatan, yakni baksos pengobatan.

“Saya memang senang sama baksos (kesehatan). Benar-benar suka. Kenapa? Karena saya bisa bantu orang. Di Tzu Chi saya sudah diberikan fasilitas, saya tinggal menjalankan, hasilnya bantu orang banyak. Kebahagiaan itu besar sekali, tidak bisa dinilai dengan uang,” terang Ricky. “Gimana perasaan kamu kalau ada pasien datang sambil bilang, ‘Terima kasih Pak, saya bisa lihat lagi. Kalau nggak ada Tzu Chi sudah tahunan saya nggak bisa lihat’. Hati langsung hangat,” lanjutnya.

Tak heran, enam tahun menjadi koordinator baksos kesehatan bukanlah masalah baginya. Bukan hanya karena suka, namun menjalankan kegiatan Tzu Chi pun sudah terstruktur dengan program yang memudahkan relawan.

Kakek dari 13 cucu tersebut juga berharap relawan lain nantinya bisa saling mendukung dan menerima tanggung jawab dengan lapang dada. Karena melalui Tzu Chi, banyak orang bisa ikut berbuat baik untuk membantu sesama.

“Kalau sendiri, mana bisa kita bantu segitu banyak orang, bantu 10 orang juga nggak bisa. Lalu dimana pun kita bisa punya banyak teman. Relawan ada dimana-mana. Adanya baksos, bantuan bencana, misi-misi lain, semuanya membuka jalan untuk kita dalam bersumbangsih sehingga tidak akan pernah ada penyesalan,” paparnya.

Itulah mengapa kini Ricky bangga berpredikat sebagai relawan dan menyandang seragam Tzu Chi.

Penulis: Metta Wulandari, Fotografer: Dok. Tzu Chi Indonesia

Ada tiga "tiada" di dunia ini, tiada orang yang tidak saya cintai, tiada orang yang tidak saya percayai, tiada orang yang tidak saya maafkan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -