Sukmawati: Relawan Tzu Chi Tanjung Balai Karimun
Memupuk Tzu Chi di Pulau yang Penuh Berkah


“Sebagai manusia biasa, menjadi relawan itu berat tapi saya sama sekali tidak ada niatan untuk mundur sampai detik ini karena keluarga, relawan, penerima bantuan pun sangat mendukung. Dan yang terpenting apa yang kami jalankan di Tanjung Balai Karimun ini juga direstui Master Cheng Yen sebagai pulau yang penuh berkah.”

Salah satu berkah yang paling nyata adalah adanya jalinan jodoh baik antar sesama manusia. Hal ini yang dicoba diwujudkan oleh Sukmawati, ibu rumah tangga yang memegang teguh ajaran Jing Si dan tinggal di Tanjung Balai Karimun, Kabupaten Karimun, Provinsi Riau. Kabupaten yang terdiri dari 198 pulau dengan 67 pulau diantaranya berpenghuni ini lokasinya dekat dengan perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia dan Singapura. Kehadiran Tzu Chi di Tanjung Balai Karimun menjadi benih yang mengajarkan kebaikan. Dengan atau tanpa seragam, relawan terus menjalin jodoh baik  dengan warga di wilayah tersebut.

Suasana riuh penumpang di pelabuhan laut keberangkatan dan kedatangan yang menjadi pintu masuk utama menuju Tanjung Balai Karimun seolah menjadi bukti bahwa masyarakat Tanjung Balai Karimun begitu mengenal Tzu Chi. “Setiap kali ke pelabuhan pasti ada saja yang menegur, trus ajak ngobrol. Biasanya sih masyarakat yang pernah kita bantu, saya senang mereka masih ingat kita,” ungkap Sukmawati, yang juga menjabat Ketua Tzu Chi Tanjung Balai Karimun saat menemani  Tim Redaksi Majalah Dunia Tzu Chi yang berkesempatan berkunjung ke Tanjung Balai Karimun.

Sukmawati atau yang akrab disapa Ru Xin ini bersama Ong Lie Fong (relawan Tzu Chi Batam) adalah dua orang yang mulai mengokohkan fondasi Tzu Chi di wilayah Tanjung Balai Karimun hingga menjadi salah satu kantor penghubung yang dinaungi oleh Tzu Chi Indonesia. “Awal mula berjodoh dengan Tzu Chi itu pada tahun 2005, yaitu pada saat baksos kesehatan yang diadakan oleh Tzu Chi Singapura dan Malaysia di Tanjung Balai Karimun,” kenang wanita kelahiran 1 April 1970 tersebut.

Saat itu, Sukmawati aktif di wihara dan mendapatkan informasi bahwa akan ada baksos kesehatan yang dilakukan oleh organisasi keagamaan Buddha di Tanjung Balai Karimun. Bersama teman-temannya, ia pun segera mendaftar karena kegiatan baksos tersebut membutuhkan banyak relawan.

“Jadi begitu ketemu Tzu Chi saya sangat kagum kenapa ada kumpulan orang yang seragamnya sama, kerjanya teratur, manajemennya bagus. Saya belum pernah bertemu organisasi seperti ini,” kata Sukmawati menceritakan pengalamannya saat itu. Sukmawati juga sempat berbicara dengan salah satu temannya kalau memiliki keinginan untuk ikut memakai seragam tersebut.


Langkah konkrit dalam menjalankan misi-misi Tzu Chi terus diwujudkan oleh Sukmawati di Tanjung Balai Karimun, salah satunya bimbingan kepada anakanak kelas budi pekerti supaya mendapatkan pendidikan budaya humanis Tzu Chi sejak dini.

Keinginannya pun perlahan-lahan terwujud. Salah satu kenalannya,Ong Lie Fong mengajaknya untuk menjadi donatur Tzu Chi. Kemudian diajak pula untuk menggalang dana dari masyarakat Tanjung Balai Karimun. Karena saat itu belum ada kantor ataupun struktur organisasi untuk mengelola dana di Tanjung Balai Karimun, seluruh donasi yang berhasil dikumpulkan diserahkan ke Tzu Chi Batam.

Setelah terus ikut berkegiatan Tzu Chi terutama misi amal, akhirnya pada 6 Agustus 2006, Sukmawati pergi ke Batam untuk mengikuti training relawan. Ia datang sendirian karena Ong Lie Fong saat itu tidak bisa mendampinginya. “Pertama kali saya memakai seragam abu putih itu pas ikut training menjadi relawan Tzu Chi di Kantor Tzu Chi Batam. Saat itu kantornya masih ruko,” kenang Sukmawati.

Setelah mengikuti training, ternyata semakin banyak tantangan yang harus dihadapi Sukmawati di Tanjung Balai Karimun. Baginya, menjadi relawan Tzu Chi ternyata bukanlah hal yang mudah dilakukan, diperlukan kesungguhan dan ketulusan hati untuk menjalankannya. “Awalnya sangat sulit, apalagi saya ini ibu rumah tangga. Banyak hal yang harus diurus, khususnya kebutuhan keluarga. Harus disiplin dan pintar mengelola waktu untuk keluarga dan Tzu Chi,” cerita Sukmawati.

Ternyata tantangan menjadi relawan pun semakin banyak. Sebagai contoh karena terbatasnya kemampuan Sukmawati saat itu, semua data dari survei pasien kasus di Tanjung Balai Karimun ditulis manual (tulis tangan) tanpa diketik menggunakan komputer.“Saat itu memang sulit kondisinya,sampai-sampai saya survei kasus semuanya saya tulis tangan datanya,” kenang sosok yang periang tersebut.

Setelah tiga tahun sejak pertama ikut training dan menjadi relawan dibawah naungan Tzu Chi Batam, pada tahun 2009 Sukmawati direkomendasikan menjadi relawan Komite Tzu Chi sebelum training relawan pertama yang diadakan di Tanjung Balai Karimun. “Saat itu (2009) saya sudah diminta menjadi relawan komite oleh Diana Lo (Ketua Tzu Chi Batam saat itu). Tetapi saya merasa belum siap menjadi komite, saya merasa masih banyak tabiat buruk. Seperti yang kita tahu, komite itu harus lebih berkomitmen dan bertanggung jawab,” kenang wanita yang hobi bernyanyi dan memasak ini. Satu tahun kemudian, setelah dipikirkan dan diniatkan dengan sepenuh hati, Sukmawati membulatkan hatinya untuk dilantik menjadi relawan Komite Tzu Chi pada tahun 2010.

Selang satu tahun setelah dilantik menjadi relawan Komite Tzu Chi, barulah pada tahun 2011 Kantor Penghubung Tzu Chi Tanjung Balai Karimun diresmikan. Sebelumnya Sukmawati berpikir dengan adanya Tzu Chi di Tanjung Balai Karimun merupakan hal yang biasa saja, sama seperti kantor-kantor perwakilan Tzu Chi yang lain. Tapi ternyata keberadaan Tzu Chi di Tanjung Balai Karimun mendapat perhatian dari Master Cheng Yen. “Saat saya ke Taiwan dan bertemu Master, beliau berkata. ‘Pulau kalian adalah pulau yang penuh berkah’. Ternyata keberadaan kita di Karimun direstui sama Master Cheng Yen,” cerita Sukmawati.

Dharma Sebagai Bekal Utama


Kedekatan Sukmawati dengan para Gan En Hu (penerima bantuan Tzu Chi -red) membuatnya selalu bersemangat. Ia kerap kali terjun langsung untuk memantau perkembangan para penerima bantuan dan melakukan kunjungan kasih rutin bersama relawan lainnya.

Selama 12 tahun menjadi relawan Tzu Chi ternyata membawa energi positif bagi Sukmawati. Dalam kurun waktu tersebut, anak pertama dari tiga bersaudara ini begitu tekun menyelami ajaran Master Cheng Yen.“Melihat sosok Master Cheng Yen, kita bukan mendewakan beliau, tetapi seperti seorang  ibu yang selalu menginginkan anak-anaknya lebih baik. Master Cheng Yen tidak pernah mengharapkan apa-apa dari kita, tetapi beliau mengharapkan murid-muridnya lebih bertumbuh jiwa kebijaksanaannya,” jelas Sukmawati.

Setiap hari, ia bersama keluarga rutin mengikuti Ceramah Master Cheng Yen dari Da Ai TV Taiwan. “Saya sendiri selalu mendengar Ceramah Master Cheng Yen untuk mengikis tabiat buruk kita. Apalagi saya sangat takut kalau berbuat tidak baik sama seseorang, karena dalam agama Buddha ada (hukum) karma,” kata Sukmawati. Dharma yang didapat dari Master Cheng Yen ternyata begitu lekat dengan kehidupannya. Dalam menjalani hidup, Sukmawati selalu bersungguh-sungguh menerapkannya. “Master selalu bilang ‘sudah tidak ada waktu lagi’. Jadi bagi saya, setiap hari adalah hari terakhir buat saya, karena memang kita harus selalu berbuat kebajikan,” tandasnya.

Seperti manusia pada umumnya, Sukmawati juga memiliki tabiat atau kebiasaan buruk dalam dirinya. Tapi setelah menyelami Dharma, perlahan-lahan kebiasaan buruk ini bisa ia kikis. “Pribadi saya itu keras, ambisius. Apalagi terhadap anak dan prestasi,” kata Sukmawati. Ternyata kunci suksesnya mengikis tabiat buruk dengan mengikuti ceramah Master Cheng Yen dan membaca kata-kata perenungan. “Saya selalu ingat kata-kata Master Cheng Yen.“Kan Bie Ren Bu Shun Yan, Jiu Shi Zi Ji Xiu Yang Bu Gou” (jika yang terlihat selalu kejelekan orang, berarti pelatihan diri kita belum cukup.) Kata-kata inilah yang selalu membuat saya berkaca,” tambahnya.

Ternyata Dharma yang ia selami selama ini tidak hanya memberi pembelajaran untuk dirinya, tetapi juga memberi pembelajaran bagaimana berkeluarga dan hidup dengan sesama. “Dahulu, pada suatu saat pelatihan di Hualien (Taiwan), saya mendapat kata-kata yang menyentuh dari Master Cheng Yen. ‘Jika kita hidup dalam keluarga itu seperti menari Cha-Cha. Jika satu maju, maka  satu lagi harus mundur’. Jadi harus kompak pergerakannya,” kata Sukmawati.

Dukungan dan Semangat Keluarga


Berkat dukungan suaminya, Kartono dan kedua putrinya Beverly dan Wiyzhien yang juga ikut bergabung dalam barisan relawan Tzu Chi, Sukmawati yakin untuk terus meluaskan Ajaran Jing Si di Tanjung Balai Karimun.

Keluarga juga yang membentuk Sukmawati menjadi seorang ibu rumah tangga yang baik sekaligus pemimpin barisan Bodhisatwa di Tzu Chi Tanjung Balai Karimun. Kedua anak perempuannya juga mengikuti jejak sang ibu menjadi relawan Tzu Chi, yang kemudian juga diikuti oleh suaminya, Kartono.

Dalam keseharian, Sukmawati juga berusaha menjadi istri dan ibu yang baik untuk suami dan anak-anaknya. Karena terbiasa dengan disiplin dan sering berkegiatan Tzu Chi, ditengah-tengah kesibukannya sebagai relawan ia pun menyempatkan diri mengurus dengan baik keluarganya. “Setiap hari saya bangun pagi dan menyiapkan segala kebutuhan untuk keluarga, seperti memasak dan hal lainnya. Setelah itu baru berkegiatan Tzu Chi,” jelas Sukmawati.

Kedua putrinya juga ikut berperan aktif dalam perkembangan Tzu Chi di Tanjung Balai Karimun. Dari yang awalnya sempat protes dan berpikir bahwa sebagian besar waktu ibunya hanya untuk Tzu Chi, lambat laun mereka mengerti bahkan ikut bergabung menjadi relawan untuk terus mewariskan Ajaran Jing Si. “Kadang memang kita sempat mikir Mam cuma di sini (Tzu Chi) saja, di rumah kurang. Tetapi kalau lihat pekerjaan Mama di sini, kita merasa Mama bukan hanya sosok yang mencintai keluarga kita sendiri, tetapi juga semua orang, khususnya di Tanjung Balai Karimun,” ungkap Wiyzhien, anak pertama Sukmawati. Saat ini, Wiyzhien aktif mengajar kelas budi pekerti di Tzu Chi Tanjung Balai Karimun untuk ikut membekali anak-anak dengan budaya humanis.

Begitu pula dengan Beverly, anak kedua dari Sukmawati. Beverly aktif dalam mendokumentasikan berbagai kegiatan relawan sekaligus menjadi relawan Zhen Shan Mei di Tzu Chi Tanjung Balai Karimun. Bagi Beverly, Sukmawati adalah seorang ibu rumah tangga seperti kebanyakan sekaligus bibit dari relawan Tzu Chi Tanjung Balai Karimun. “Mama adalah sosok yang membanggakan, karena jarang sekali ada seorang ibu rumah tangga yang sekaligus mengemban tanggung jawab dalam sebuah organisasi kemanusiaan,” ungkap Beverly.

Sebagai seorang anak ada kalanya ingin menghabiskan waktu bersama orang tuanya, apalagi saat hari libur. Hal ini pun terkadang dirasakan oleh Beverly sebagai anak yang paling muda. “Kadang juga pengen komplain, tapi karena Mama terlalu sibuk dan kebetulan kesibukannya bagus ya akhirnya nggak menjadi masalah lagi,” cerita pehobi fotografi ini.

Selain kedua anak dari Sukmawati, Kartono, sang suami juga ikut memberikan dukungan penuh apa yang dilakukan istrinya bersama Tzu Chi. Malahan Kartono, juga ikut bergabung menjadi relawan Tzu Chi. “Saya tidak ada protes sama dia (Sukmawati), asal positif saya tidak larang keluarga ikut kegiatan,” ungkap laki-laki yang bergabung dengan Tzu Chi pada tahun 2009 tersebut.

Kartono pun bersyukur karena berkat mengenal dan menjadi relawan Tzu Chi, banyak perubahan di dalam dirinya dan keluarganya. “Istri saya, saya, banyak sekali perubahan positif. Dan menurut saya yang paling beruntung bergabung dengan Tzu Chi adalah anak-anak saya, karena hingga saat ini perubahan dalam hidup mereka sangat banyak,” jelas Kartono.  

Penulis : Arimami Suryo A.

Keindahan kelompok bergantung pada pembinaan diri setiap individunya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -