Ada Ribuan Tangan Tengah Memulihkan Palu

Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Metta Wulandari


Relawan Tzu Chi Makassar setiap harinya selalu berkumpul di kantor Tzu Chi untuk mengepak barang-barang donasi dari para donatur yang akan disalurkan ke Palu, Sulawesi Tengah.

Gempa yang melanda Palu Sulawesi Tengah telah usai, tsunami pun demikian. Kini, proses evakuasi dan pemulihan tengah berjalan. Berita tentang bencana yang datang bertubi-tubi tersebut menyulut duka dan kesedihan oleh seluruh masyarakat dunia. Relawan Tzu Chi di berbagai belahan dunia melakukan penggalangan dana dan doa bersama untuk seluruh korban.

Di Jakarta, proses pengiriman relawan, bantuan logistik, dan obat-obatan telah berjalan sejak hari ketiga pascatsunami melanda hingga masa yang belum bisa ditentukan lamanya. Tak jauh berbeda, relawan Tzu Chi di Makassar, Sulawesi Selatan hampir setiap hari menerima donasi berupa barang-barang bantuan seperti air mineral, roti, mi instan, pakaian layak pakai, sarung, dan bahan makanan kering lainnya. Donasi tersebut disalurkan ke Palu melalui jalur laut dengan lama perjalanan sekitar 15 – 20 jam lamanya.

Seperti salah seorang donatur bernama Huang Suwi Cie yang memilih untuk mendonasikan 200 karton biskuit dan 200 karton air mineral melalui Tzu Chi. Sebelumnya, relawan Tzu Chi Makassar datang ke pabriknya untuk berbelanja biskuit dan air mineral untuk disalurkan ke Palu. Namun teman sekolah Ivy Azali Lie dan Felliaty Gozali tersebut ikut terharu dengan semangat relawan untuk membantu sesama. Ia merasa turut berduka dan prihatin, pun ingin turut membantu sehingga pemilik Mujur Food Industry itu akhirnya mendonasikan biskuit dan air mineral sejumlah yang diperlukan relawan. Sebelumnya ia juga sering memberikan sumbangan berupa banyak hal. Dia dengan senang hati menawarkan bantuan dan bersedia menyumbang lagi apabila relawan memerlukan bantuannya.

Selain Huang Suwi Cie, ada juga Karen Natasha Cahyadi yang masih berusia delapan tahun. Pagi-pagi sekali ia datang bersama neneknya, Shelly Kasim ke kantor Tzu Chi Makassar membawa celengan bambu dan uang tabungannya. “Aku mau ikut sumbang,” katanya lirih, “biar semuanya bisa selamat dan bisa sekolah lagi kayak aku,” lanjut Karen.


Relawan Tzu Chi di Makassar hampir setiap hari menerima donasi berupa barang-barang bantuan seperti air mineral, roti, mi instan, pakaian layak pakai, sarung, dan bahan makanan kering lainnya.

Karen Natasha Cahyadi dan Shelly Kasim, neneknya datang ke kantor Tzu Chi untuk mendonasikan sejumlah uang hasil menabung untuk para korban gempa dan tsunami Palu.

Karen yang hari itu (Rabu, 3 Oktober 2018) sedang libur sekolah sengaja ikut neneknya yang sudah berniat untuk pergi ke kantor Tzu Chi Makassar. Tak disangka cucunya meminta untuk ikut dan membawa uang tabungannya. Setiap harinya, Shelly memang selalu mengajarkan cucunya itu untuk menyisihkan uang saku untuk dimasukkan ke celengan bambu yang ia letakkan di meja tokonya. Tujuannya untuk mengajarkan cucunya tentang arti berbagi, bersumbangsih, dan bersyukur. Lalu ketika ada kegiatan Tzu Chi, mereka datang dan menuangkan celengan bambu tersebut.

Pada kesempatan yang khusus itu, Karen dengan tulus mendonasikan uang dari angpao yang ia dapatkan ketika perayaan tahun baru Imlek dan perayaan ulang tahunnya. Jumlahnya ada 5 juta rupiah. “Aku nggak sedih. Aku senang bisa sumbang,” kata siswa kelas 4 SD ini dengan lugu. Ketulusan hati Karen membuat neneknya berbangga hati. “Dalam hati memang sangat ingin membantu sebisa kami. Walaupun nominalnya nggak seberapa tapi semoga bisa membantu dan bermanfaat bagi orang lain,” tambah Shelly yang turut menyumbangkan 10 juta rupiah.

Tulus Memberikan Bantuan

Selain mereka, masih ada banyak sekali donatur yang terus mengirimkan barang-barang donasi untuk membantu Palu. Kepedulian dan cinta kasih pun seakan terbangkitkan karena adanya bencana. Namun apabila diizinkan untuk memilih, tak ada seorang pun yang memilih agar terjadi bencana. “Bencana ini membuat kami semua berduka,” kata Felliaty Gozali, relawan senior di Makassar. “Sedih sekali. Pas ada bencana, sudah niat sekali ingin ke Palu, ingin bantu-bantu di sana,” aku Fitriyani, anak asuh Tzu Chi Makassar yang sudah bergabung menjadi relawan Tzu Chi. Lulusan Universitas Hasanuddin Makassar itu sebelumnya juga sudah membantu aktif di posko bantuan, di RS Dr. Wahidin Sudirohusodo.


Barang-barang hasil donasi dari para donatur diangkut dengan truk dari Makassar dan disalurkan ke Palu melalui perjalanan laut dengan lama perjalanan sekitar 15 – 20 jam lamanya.

Ketua Tzu Chi Makassar, Lamsin Indjawati (kanan), tidak ketinggalan ikut andil dalam mengepak barang. Ia mengaku ahli dalam menjahit karung karena itu adalah pekerjaannya 20 tahun lalu.

Duka dari para relawan tersebut diwujudkan dalam bentuk ungkapan simpati dan empati. Selama seminggu, sejak Selasa 2 Oktober 2018 hingga Senin 8 Oktober 2018, sebagian relawan datang ke beberapa rumah sakit yang menjadi rujukan para pasien dari Palu di Makassar. Mereka membagikan uang santunan dan perhatian bagi keluarga. Sementara itu di kantor Tzu Chi Makassar, relawan mengepak barang-barang bantuan yang dikirimkan para donatur sejak pagi hingga sore, bahkan malam hari. Ketua Tzu Chi Makassar, Lamsin Indjawati juga tidak ketinggalan ikut andil dalam mengepak barang. “Saya memang ahli jahit karung. Ini pekerjaan saya 20 tahun lalu,” katanya sambil tertawa dan serius menjahit karung-karung berisi barang-barang bantuan.

Begitu banyak relawan yang datang untuk membantu Tzu Chi mengepak barang. Ada yang meninggalkan pekerjaannya sejenak, ada pula yang merelakan waktunya seharian penuh.

“Suami saya sedang stroke, tapi ada anak dan cucu yang jagain di rumah. Dia pun senang kalau saya bisa aktif membantu orang lain dan tidak pernah marah karena saya sibuk di Tzu Chi. Saya sangat beruntung,” ucap Felliaty Gozali yang tahun ini berusia 68 tahun. Di usia yang sekarang ini, ia merasa harus memanfaatkan kesempatan untuk bersumbangsih, “Jadi kalau ada waktunya untuk bersumbangsih, ada kesempatannya, maka langsung ikut jalan saja.” Hingga saat ini pun, ia masih selalu menceritakan tentang apa yang ia lakukan di Tzu Chi kepada suaminya ketika pulang ke rumah. Itu merupakan kebiasaannya. “Suami saya senang kalau saya cerita Tzu Chi,” tuturnya.

Masing-masing relawan bekerja dengan hati yang tulus. Dari mulut mereka, relawan-relawan dengan usia muda maupun mereka yang cukup matang, tidak pernah keluar keluhan tentang betapa lelahnya berkeliling rumah sakit atau pegalnya mengepak barang-barang donasi.


Felliaty Gozali (kanan) tetap aktif membantu relawan mengepak barang disore hari setelah pagi harinya ia ikut dengan beberapa relawan lainnya berkeliling rumah sakit untuk membagikan uang pemerhati.

“Karena dengan seharian beraktifitas itu sebenarnya membantu saya yang sudah tua ini, untuk selalu sehat dan aktif,” kata Felliaty Gozali berbangga diri.

“Kalau saya mikirnya belum bisa bantu materi akhirnya bantu dengan hati dan tenaga. Intinya apapun yang kita lakukan, semuanya tergantung dari niat tulus kita. Semoga bantuan ini disalurkan dengan baik dan sampai di tangan yang membutuhkan,” kata Desrianti, anak asuh Tzu Chi lulusan Universitas Muhammadiyah Makassar.

Dalam setiap bungkus bantuan tersebut juga ada doa dari seluruh relawan untuk para korban bencana. Semoga keselamatan selalu menyertai seluruh warga dan semoga dunia bebas bencana. Master Cheng Yen mengatakan bahwa, niat yang tulus mengalahkan segala hambatan. Dengan ketulusan, setiap orang dapat bersumbangsih untuk sesama.

Editor: Yuliati


Artikel Terkait

Ada Ribuan Tangan Tengah Memulihkan Palu

Ada Ribuan Tangan Tengah Memulihkan Palu

11 Oktober 2018
Duka akan bencana gempa dan tsunami di Palu diwujudkan dalam bentuk ungkapan simpati dan empati. Selama seminggu, sebagian relawan datang ke beberapa rumah sakit yang menjadi rujukan para pasien dari Palu di Makassar. Sementara itu di kantor Tzu Chi Makassar, relawan mengepak barang-barang bantuan yang dikirimkan para donatur untuk disalurkan ke Palu.
Beriman hendaknya disertai kebijaksanaan, jangan hanya mengikuti apa yang dilakukan orang lain hingga membutakan mata hati.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -