Belajar dari Contoh

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto
 
foto

* Selain membantu pengobatan, secara rutin relawan Tzu Chi juga memberi perhatian kepada pasien. Membangkitkan semangat hidup inilah yang hendak ditularkan oleh relawan Tzu Chi Jakarta kepada saudaranya, relawan Tzu Chi dari Surabaya.

Dengan langkah tegap dan mantap, 7 relawan Tzu Chi menapaki setiap anak tangga hingga ke lantai 2 rumah susun di kawasan Penjaringan, Jakarta Utara. Berseragam biru putih dan abu-abu putih, kehadiran para relawan Tzu Chi ini cukup menarik perhatian para penghuni rumah susun sewa milik Pemerintah DKI Jakarta ini. Beberapa barang (kardus, koran, dan botol plastik) yang semestinya tidak boleh ada di dalam lingkungan perumahan tampak bertumpuk di bawah atau kolong anak tangga. Tingginya bahkan hampir mencapai satu tangga rumah susun. Begitu sampai ke lantai 2, kondisinya tak jauh berbeda. Hampir di setiap lorong, berbagai barang-barang bertumpuk di depan rumah para penghuni rumah susun sederhana ini.

Dua Ujian Sekaligus
Kamis, 13 November 2008, ditemani Lulu, relawan koordinator penanganan kasus Tzu Chi Jakarta, 6 orang relawan Tzu Chi Surabaya bermaksud mengunjungi kediaman Tan Giok-san, atau yang akrab dipanggil Ani. Begitu sampai di depan rumah Ani, dua orang relawan Tzu Chi Jakarta lainnya sudah lebih dulu tiba, Marlinda dan Juliana. Keduanya tengah bersenda gurau menghibur Ani yang duduk di bangku pendek di muka rumah. Tanpa dikomando, relawan Tzu Chi Surabaya segera ikut mengambil bagian. Sebagian ada yang memijat kaki dan tangan Ani, dan sebagian lainnya mengajaknya berbincang-bincang seraya membujuk Ani untuk mau dimandikan. "Saya baru lihat air aja dah takut, jadi dilap aja juga bersih," kata Ani berkilah.

Ani adalah pasien pengobatan yang ditangani Tzu Chi. Nenek yang berumur 70 tahun ini, terserang stroke pada bulan September 2008 lalu yang mengakibatkan kelumpuhan (tidak bisa menggerakkan tangan dan kaki) dan tidak bisa berbicara. Dalam kondisi sakit itu, Shin-yong, suami Ani yang 20 tahun lebih muda darinya justru terkena depresi. "Dia stres dan dah kita bawa berobat ke rumah sakit jiwa," kata Lulu. Karena Ani tidak bisa beraktivitas, sementara suaminya dalam kondisi kejiwaan yang terganggu, maka kehidupan keduanya pun sangat kacau. Karena prihatin akan kondisi kehidupan pasangan suami-istri ini, beberapa tetangga berinisiatif melapor ke Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia untuk membantu keluarga ini. "Dulu pertama kali kita datang...., kondisi rumahnya parah, kotor!" terang Marlinda, relawan Tzu Chi yang sering mengunjungi Ani.


foto   foto

Ket : - Relawan Tzu Chi memberi semangat kepada Ani yang sudah mulai bisa menggerakkan kedua tangannya.
           Dengan dukungan dan perhatian para relawan membuat Ani semakin bersemangat untuk sembuh. (kiri)
         - Dengan penuh perhatian, Marlinda menyuapkan sesendok demi sesendok susu untuk Ani, pasien
           pengobatan yang ditangani Tzu Chi. Setelah sempat lumpuh akibat stroke, kini kondisi Ani pelan-pelan
           mulai membaik. (kanan)

Bahkan, karena sang suami tak bisa melakukan apapun¡Xhanya murung dan mondar-mandir¡X maka relawan Tzu Chi-lah yang memandikan dan mengurus Ani. "Hampir setiap hari relawan Tzu Chi selalu kemari bergantian. Kebetulan ada relawan kita (Juli) yang tinggal tak jauh dari sini," terang Lulu. Sementara para relawan membawa Ani berobat ke rumah sakit, suaminya pun dikirim pula ke rumah sakit jiwa selama sebulan lebih. Jika Ani berobat jalan di rumah sakit, suaminya harus menginap untuk memulihkan kesehatan batinnya.

Setelah hampir dua bulan berobat, kini kondisi kesehatan Ani membaik. Ia sudah bisa berbicara¡Xmeski pelan dan terpatah-patah¡Xdan menggerakkan kedua tangannya. Bahkan, berkat fisioterapi yang terus dilakukan, kini Ani sudah bisa belajar berjalan dengan didampingi suaminya. "Setiap pagi, saya keliling-keliling sini," kata Ani sambil menunjuk lorong panjang di sampingnya. Suaminya pun kini sudah mulai membaik dan bisa mengurus Ani¡Xmeski masih tetap cenderung menutup diri dan melamun. Shin-yong yang asal Taiwan ini hanya bisa berbahasa Mandarin. Berbeda dengan Ani yang lahir di Medan, dia lancar berbahasa Indonesia dan fasih pula berbahasa Mandarin.

Selain menanggung seluruh biaya perawatan dan pengobatan Ani dan suaminya, Tzu Chi juga menanggung biaya kehidupan Ani dan suaminya. "Kita berikan uang bulanan dan serahkan kepada suaminya untuk mengaturnya, untuk belanja sehari-hari dan juga sewa rumah," terang Marlinda dan Juliana yang memang sering mendampingi Ani. Ani sendiri bukannya mau terus bergantung hidup dari bantuan relawan, wanita yang mengaku pandai memasak ini berkeinginan kuat untuk sembuh dan pulih seperti sedia kala. "Supaya bisa cari duit lagi," katanya. Ani dan suaminya dulu memang pernah berdagang sembako dan juga berjualan mi. Beberapa peralatan memasak dan mangkuk-mangkuk mi memang masih tersimpan dengan baik di tempatnya.


foto   foto

Ket : - Shin-yong (baju kuning) memperhatikan para relawan Tzu Chi yang sedang mengunjungi istrinya.
           Setelah dirawatdi rumah sakit jiwa, kondisi kejiwaan pria berusia 56 tahun ini mulai membaik. Ia kini
           sudah bisa mengurus istrinya. (kiri)
         - Ratna Sundari, relawan Tzu Chi Surabaya yang turut mengunjungi Ani merasa bersyukur karena
          dapat menimba pengalaman baru dalam menangani pasien Tzu Chi. Ia teringat pada saat-saat
          terakhir ibu kandungnya sendiri. (kanan)

Mengingatkan pada Masa Lalu
Bagi Jap Ratna Sundari, salah seorang relawan Tzu Chi Surabaya, kegiatan ini banyak memberi pelajaran bagi dirinya dan juga relawan Tzu Chi Surabaya lainnya. "Sangat bagus sekali. Relawan Tzu Chi melayani dan membantu pasien hingga membaik seperti ini. Kami sendiri di Surabaya belum pernah menangani kasus seperti ini," aku Ratna.

Sebenarnya, masih ada 5 orang relawan Tzu Chi Surabaya (total 11 orang) yang datang ke Jakarta dalam rangka belajar dan berbagi pengalaman dengan relawan Tzu Chi Jakarta, terutama dalam hal menyurvei dan menangani pasien kasus yang ditangani Tzu Chi. Dalam rombongan besar itu, turut pula Vivian, Ketua Tzu Chi Surabaya. "Di Surabaya pun kasus seperti ini banyak, tapi kami belum mampu tangani. Kami lebih prioritaskan kepada pasien-pasien pengobatan jangka pendek," tambah Ratna.

Dengan terjun langsung ke lapangan dan menyaksikan bagaimana para relawan Tzu Chi di Jakarta mengunjungi dan mendampingi pasien, memberi kesan tersendiri bagi Ratna. "Saya terharu. Ini seperti mengingatkan saya pada ibu (almarhumah-red) saya di saat-saat sakitnya," kata Ratna sembari terisak. Butiran-butiran air mata jatuh dari kelopak matanya, mengiringi isaknya yang tertahan. Sambil berusaha menguasai tangisnya, Ratna berharap Tzu Chi Surabaya pun dapat menangani pasien-pasien kasus seperti ini. "Kita harus bisa menanganinya dengan baik supaya bisa mengurangi penderitaannya," jelas Ratna.

 

Artikel Terkait

Sebuah sandaran Batin

Sebuah sandaran Batin

14 Juni 2012 Pada pelatihan ini, para calon komite mendapat beberapa pembekalan pengetahuan, diantaranya pendidikan tata krama Buddhis yang dibawakan oleh Bao Bing Shijie, relawan komite Tzu Chi yang aktif di kegiatan Tzu Chi wilayah He Qi Barat, Cengkareng, Jakarta Barat.
Pemuda! Mari Keluar Dari Comfort Zone

Pemuda! Mari Keluar Dari Comfort Zone

13 Desember 2019

Setelah melakukan Sosialisasi tentang We Are Vegetarians and Earth Saviors (WAVES) pada 17 November 2019 lalu, relawan muda-mudi Tzu Chi (Tzu Ching) didukung murid-murid Kelas Budi Pekerti Tzu Chi (Tzu Shao) Batam mulai menunjukkan aksi nyata mereka dalam melestarikan lingkungan. Kegiatan ini diikuti oleh 32 relawan, 11 Tzu Ching, 12 Tzu Shao, dan 5 Sukarelawan.

Menyalakan Pelita Harapan

Menyalakan Pelita Harapan

08 Juli 2011
Hal inilah yang ingin disebarkan oleh Tzu Chi kepada seluruh insan manusia. Dengan melihat banyak penderitaan di dunia kita dapat introspeksi diri, melihat berapa beruntungnya kita dibandingkan dengan orang-orang yang mengalami penderitaan.
Mampu melayani orang lain lebih beruntung daripada harus dilayani.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -