Cerita Pulang ke Kampung Halaman Batin

Jurnalis : Mieyoda (He Qi Barat), Fotografer : Anda Bintoro, Mariany Ratna (He Qi Barat)

Cerita Pulang ke Kampung Halaman Batin

Rabu, 12 Oktober 2016 relawan Tzu Chi He Qi Barat komunitas KJ2 mengadakan bedah buku di Perumahan Kosambi Baru, Cengkareng.

Pulang kampung ke halaman batin (Griya Jing Si Taiwan) merupakan kesempatan yang ditunggu-tunggu oleh setiap insan Tzu Chi. Tidak sedikit di antara mereka yang menjadikannya sebagai sebuah impian yang patut diwujudkan. Perjalanan pulang kampung ini bukanlah sebuah perjalanan liburan, melainkan sebuah perjalanan menemukan hakikat diri sendiri dan mengajarkan relawan untuk berpuas diri, bersyukur, menghormati, dan penuh cinta kasih. Hal tersebutlah yang dirasakan Virnandi dan Elvina selama bermalam di kampung halaman batin.

Dua relawan He Qi barat tersebut membagikan pengalaman mereka melalui kegiatan bedah buku yang diadakan komunitas KJ2 pada Rabu, 12 Oktober 2016 di Perumahan Kosambi Baru, Cengkareng.  Penampilan isyarat tangan Rang Ai Chuan Chu Qu yang dibawakan dengan apik dan penuh kesungguhan hati menjadi pembuka kegiatan sharing malam itu.

Virnandi dan Elvina secara bergantian menceritakan kisah mereka melewati hari di kampung halaman batin yakni Hualien dan Taoyuan, Taiwan. Di sana, mereka beserta para rombongan lainnya diajak mengunjungi beberapa tempat yang berhubungan dengan 4 misi Tzu Chi, antara lain Stasiun Da Ai TV, depo daur ulang (yang juga merupakan tempat proses akhir produksi Da Ai Tech khususnya selimut dan syal), Universitas Tzu Chi, RS Tzu Chi, Pabrik Jingsi, dan juga Griya Jingsi yakni tempat dimana Master dan para shifu tinggal.

Cerita Pulang ke Kampung Halaman Batin

Penampilan isyarat tangan Rang Ai Chuan Chu Qu yang dibawakan dengan apik dan penuh kesungguhan hati menjadi pembuka kegiatan sharing malam itu.

Cerita Pulang ke Kampung Halaman Batin

Dua relawan He Qi Barat, Virnandi dan Elvina membagikan pengalaman mereka dalam melewati hari di kampung halaman batin yakni Hualien dan Taoyuan, Taiwan dalam kegiatan bedah buku.

Salah satu yang menginspirasi, yakni kebanggaan menggunakan produk-produk Jingsi dan Da Ai Tech. “Waktu saya berkunjung ke depo daur ulang di Taoyuan dan bertemu dengan orang tua serta relawan lanjut usia lainnya, mereka bilang ke saya kalau pakaian yang mereka kenakan itu dari daur ulang sampah. Mereka juga menceriterakan banyak hal termasuk produk-produk Jingsi seperti sereal instan dimana mereka yang di Taiwan juga turut mengonsumsinya. Dari suara dan raut wajah mereka terpancar ada rasa percaya diri dan kebanggaan,” ungkap Elvina.

“Di sana kita juga mengunjungi RS. Tzu Chi Xin Dian yang fondasinya dibuat anti gempa karena di Taiwan seringkali terjadi gempa dan itu dibuat atas ide dari Master karena Master pernah bertanya jika pada saat operasi terjadi gempa bagaimana para petugas medis bisa bekerja dan bagaimana keselamatan pasien? Selain itu di bagian tertentu dari bagian paling bawah rumah sakit terdapat tempat penampungan yang berfungsi menyaring air sehingga ketika hujan tiba, air hujan tidak semuanya tumpah ke jalan tapi masuk ke penampungan tersebut. Nah air hujan di dalamnya digunakan untuk menyiram tanaman. Seperti yang sering diungkapkan oleh Master Cheng Yen, yakni menghemat air juga menyelamatkan bumi. Dengan menyelamatkan bumi berarti kita juga telah menyelamatkan diri sendiri,” sambung Virnandi.  

Jika Sudah Cukup, Apalagi Yang Kamu Cari?”

Setelah berbagi kisah-kisah dan hal inspiratif dari beberapa tempat yang dikunjungi, Virnandi dan Elvina mulai kembali menceriterakan sesi sharing yang juga diadakan dalam perjalanan pulang kampung ini. “Sharing yang disampaikan Stephen Huang cukup menggelitik hati saya malam itu,” kenang Virnandi. “Stephen Huang adalah seorang pebisnis sukses dari Amerika dan malam itu ia membagi kisahnya. Yang sangat berkesan bagi saya adalah di bagian Stephen huang bercerita bahwa Master pernah bertanya kepadanya, ‘jika sudah cukup apalagi yang kamu cari?’ Kalimat itu bukan hanya membuat Stephen Huang tersentak tapi saya juga dan mungkin orang lain juga,” imbuh Virnandi.

Nafsu keinginan tidak akan penah habis dan orang seringkali berlomba-lomba untuk memenuhinya. Ketika keinginan sudah tercapai, timbul lagi keinginan yang lebih tinggi dan lebih tinggi lagi hingga membuat orang tidak pernah bisa merasakan puas dan mengatakan ‘cukup’. Lambat laun hal ini membuat seseorang menjadi terlena sehingga ia lupa atau mungkin tidak bisa lagi mengukur kemampuan dirinya sampai akhirnya memaksakan diri dan menyimpang dari sila.

“Namun ini bukan berarti kita harus bermalas-malasan dan tidak perlu bekerja tetapi perlu bagi kita untuk merenung dan menyadari bahwa ada saatnya kita harus berkata cukup mengumpulkan berkah, kini saatnya saya harus membagi berkah. Mau tetap mengumpulkan berkah juga tidak masalah yang terpenting jangan pernah lupa untuk mengukur kemampuan secara wajar, tidak memaksakan serta senantiasa berpuas diri,” jelas Virnandi.

Di Taiwan, selain Stephen Huang ada pula relawan Tzu Chi dari Turki yakni Hu Guang Zhong juga turut berbagi kepada para relawan Indonesia di mana kisah yang disampaikan mengajarkan setiap insan untuk menghargai berkah. Kadang seseorang lupa menghargai berkah namun justru sebaliknya lebih banyak menghabiskan berkah sehingga lupa menyisakannya untuk orang lain. Menyadari adanya berkah, menghargai, dan membagikannya kembali merupakan salah satu wujud dari 3 prinsip humanis Tzu Chi. Dengan memahami Gan En (bersyukur), Zhung Zhong (menghormati), dan Ai (Cinta Kasih) barulah bisa mengerti bagaimana harus memperlakukan sebuah berkah.

Bedah buku kali ini juga ditutup dengan pembagian hadiah kepada relawan yang selalu rajin mengikuti kegiatan bedah buku komunitas KJ2 dengan batas minimal satu kali absen. Mereka adalah: Hendra, Widyanti, Nilawati, Setiawan, Mariana, dan Magdalena.

Di akhir kegiatan, relawan berfoto bersama.

Menyatu Dengan Tzu Chi

Virnandi menyampaikan bahwa Stephen Huang, selaku CEO Tzu Chi Internasional selalu memposisikan dirinya sebagai kaki Master. Ia berjalan mengunjungi banyak negeri yang terkena bencana dan membutuhkan kehadiran Tzu Chi, masuk ke daerah pelosok untuk meninjau dan mempelajari apa saja yang di butuhkan oleh para penerima bantuan.

Bukan hanya Stephen Huang, seluruh insan Tzu Chi juga dapat memposisikan dirinya sebagai tangan, kaki, mata, ataupun telinga Master. Dengan menempatkan diri menjadi bagian dari anggota tubuh Master merupakan bentuk atas pelatihan diri bagi kita untuk rela meluangkan waktu mendengar, mencopot segala atribut jabatan untuk merasakan penderitaan, melepas ego dan meredam nafsu keinginan. “Perjalanan pulang kampung ini telah mewujudkan kerinduan saya selama ini dan selain bisa mengisi kembali semangat serta keberanian, kami merasa telah menemukan hakikat atas diri sendiri yang sempat hilang di tengah kesibukan dan masalah,” ucap Elvina dengan mantap.

Setelah sharing dari Virnandi dan Elvina, salah satu relawan yang hadir dan mendengar juga turut membagi kisahnya. Susie menyampaikan bahwa ada satu perkataan dari Master yang selalu ia ingat dan tertanam dalam hatinya. “Apakah kamu mencintai aku? Jika kamu mencintai aku, jagalah hatimu agar tidak terluka. Jika hatimu terluka, akupun ikut terluka.” Itulah kalimat yang selalu tertanam dalam hati dan ingatan Susie yang menyampaikannya dengan mata berkaca-kaca.

Bedah buku kali ini juga ditutup dengan pembagian hadiah kepada relawan yang selalu rajin mengikuti kegiatan bedah buku komunitas KJ2 dengan batas minimal satu kali absen. Mereka adalah: Hendra, Widyanti, Nilawati, Setiawan, Mariana, dan Magdalena. Waktu telah menunjukkan pukul 21.00, seluruh 35 peserta yang hadir pada kegiatan bedah buku malam itu mengakhiri acara dengan pemberian hormat sebanyak 3 kali kepada Master Cheng Yen.


Artikel Terkait

Cerita Pulang ke Kampung Halaman Batin

Cerita Pulang ke Kampung Halaman Batin

18 Oktober 2016
Rabu, 12 Oktober 2016 relawan Tzu Chi He Qi Barat komunitas KJ2 mengadakan bedah buku di Perumahan Kosambi Baru, Cengkareng. Dua relawan He Qi Barat, Virnandi dan Elvina membagikan pengalaman mereka dalam melewati hari di kampung halaman batin, yakni Hualien dan Taoyuan, Taiwan dalam kegiatan bedah buku tersebut.
Kita harus bisa bersikap rendah hati, namun jangan sampai meremehkan diri sendiri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -